Mengurangi Sampah Laut Melalui Operasi Tangkap Tangan

Rabu, 06 Desember 2023 - 07:16 WIB
loading...
Mengurangi Sampah Laut Melalui Operasi Tangkap Tangan
Sampah laut menimbulkan kerugian yang cukup besar setiap tahunnya. Foto: dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Samsuri, seorang nelayan yang tinggal di Desa Tanjung Burung, Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten, mengungkapkan kini ia dan nelayan lainnya yang ada di desa tersebut, makin sulit untuk menangkap ikan di sekitar muara Sungai Cisadane.“Ini karena makin banyak sampah yang menutupi kawasan muara,” ujar Samsuri.

baca juga: PBB Sebut Volume Sampah Plastik di Laut Setara 2.200 Menara Eiffel

Dan dari waktu ke waktu sampah yang terbawa aliran Sungai Cisadane makin banyak dan menumpuk di muara. Tumpukan sampah yang makin banyak itu akhirnya menutup kawasan pesisir pantai di sekitar muara Sungai Cisadane. Akibatnya ikan dan biota laut lainnya pergi menjauh.

Menurut nelayan berumur 47 tahun ini, saat ini dalam sehari, bisa mendapat satu ekor ikan saja sudah seperti mendapat durian runtuh. Sudah sangat beruntung.

“Sekarang sering berhari-hari tak ada satu pun ikan yang bisa kejaring,”ujar Samsuri.Ikan juga seolah tidak mau lagi memakan umpan saat dipancing. Padahal beberapa tahun yang lalu, setiap hari Samsuri dengan mudahnya bisa mendapatkan puluhan kilo ikan.

Jaring ikan milik Samsuri sepanjang 400 meter itu kini lebih banyak menangkap sampah. Kebanyakan dari sampah tersebut merupakan sampah plastik dari berbagai jenis dan ukuran. Ada yang berupa kantong plastik (kresek), bungkus kemasan sachet, botol air mineral, plastik lembaran, styrofoam dan lain-lain.

Melihat hasil tangkapan ikan yang terus merosot, Samsuri pun mulai berpikir untuk mencari pekerjaan lain.Namun ia juga menyadari, nelayan seperti dirinya agak sulit untuk alih profesi. Selama puluhan tahun hanya memiliki keterampilan menangkap ikan di laut.

Persoalan sampah juga dirasakan masyarakat yang tinggal di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. “Di waktu-waktu tertentu seperti Musim Barat (Bulan November-Desember) kami selalu kedatangan tamu tak diundang,” ujar Ibu Mahariah salah seorang tokoh masyarakat di Pulau Pramuka

Tamu tak diundang itu berupa sampah-sampah dari daratan yang terbawa arus dan gelombang lautyang kemudian tiba di perairan Pulau Pramuka. Sampah-sampah yang datang itu jumlahnya sangat banyak, mencapai ratusan ton. Datang layaknya banjir bandang yang menghanyutkan semua benda yang dilaluinya.

baca juga: Jokowi Tegaskan Pencemaran Laut oleh Sampah Jadi Ancaman Kedaulatan dan Kesatuan Negara

Dalam waktu singkat perairan di sekitar Pulau Pramuka sudah dipenuhi sampah. Untuk mengurangi serbuan sampah-sampah tersebut penduduk Pulau Pramuka yang berjumlah sekitar 2.000 orang sering menggelar OTT alias Operasi Tangkap Tangan. Jangan salah duga dulu, OTT yang dimaksud bukan untuk menangkap koruptor seperti yang sering dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

OTT ini berupa gotong royong, kerja bakti memunguti sampah dengan tangan di sekitar pantai dan perairan pulau tersebut. Pernah dalam satu hari OTT sampah laut yang dilakukan warga Pulau Pramuka menghasilkan kurang lebih 300 kg sampah.

Kerugian akibat Sampah Laut

Sampah laut jadi persoalan serius bagi warga di Pulau Pramuka.Tidak hanya membuat nelayan kesulitan mendapatkan ikan, sampah juga menimbulkan bau dan pemandangan yang tak sedap, juga menjadi sumber berbagai penyakit. Apalagi di Pulau Pramuka terdapat pusat konsevasi Penyu yang merupakan bagian dari Taman Nasional Kepulauan Seribu. Harus segera dicari solusinya.

Faktanya bukan hanya Samsuri, Ibu Mahariah dan penduduk Kepulauan Seribu saja yang menderita akibat sampah. Jutaan orang di negeri ini yang menggantungkan hidupnya dari laut, juga bernasib sama. Merasakan dampak akibat serbuan sampah yang masuk ke laut.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang kini telah berubah menjadi Badan Riset dan Inovasi Indonesia (BRIN) pada 2019 mengungkapkan, sepanjang 2018 ada 290 ribu hingga 590 ribu ton sampah yangbegitu saja terbuang ke laut.

Sebagian besar dari sampah yang masuk ke laut itu berupa sampah plastik. Jika tak ada upaya nyata, sampah plastik yang masuk ke laut akan bertambah hingga mencapai 780 ribu ton per tahun.

Sampah plastik ini sangat berbahaya. Butuh ratusan tahun untuk sampah plastik ini dapat terurai. Belum lagi kandungan zat berbahaya yang ada dalam sampah plastik. Di laut sampah palstik ini dapat berubah menjadi sampah palstik berukuruan sangat kecil (microplastik), sehingga makin mudah masuk ke dalam tubuh ikan dan juga manusia.

baca juga: Perangi Sampah Laut, KKP Matangkan BCL Sebagai Gerakan Nasional

Kerugian yang ditimbulkan oleh sampah yang masuk ke laut tidak bisa dianggap enteng. Maret 2021 World Bank merilis data, kerugian yang dialami Indonesia akibat sampah laut sudah mencapai USD450 juta per tahun, atau sekitar Rp6,5 triliun. Sektor perikanan dan pariwisata paling merasakan dampak buruk dari sampah laut.

Padahal di sisi lain, masih menurut World Bank, sektor perikanan laut, berkontribusi sebanyak USD27 miliar terhadap PDB Indonesia. Perairan laut Indonesia juga mampu menghidupi 7 juta tenaga kerja, serta memenuhi lebih dari 50% kebutuhan protein hewani.

Bukan Tugas KKP Semata

Pemerintah pun bergerak cepat untuk mengatasi sampah yang masuk ke laut ini. Diterbitkanlah Peraturan Presiden (Perpres) No. 83 Tahun 2018 Tentang Penanganan Sampah Laut. Dalam Perpres tersebut, ditargetkan pada tahun 2025 Indonesia harus bisa mengurangi sampah yang terbuang ke laut, sebanyak 70%.

Berdasarkan Perpres No.83/2018 tersebut, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Yusuf menjelaskan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendapat mandat sebagai Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) 3 terkait Penanggulangan Sampah di Pesisir dan Laut.

Sejak saat itulah KKP secara lebih insentif berupaya mengurangi sampah yang masuk ke laut. Seperti menyelenggarakan Gerakan Nasional Bersih Pantai dan Laut. Gerakan ini sebenarnya telah dilakukan jauh sebelum terbitnya Perpres No.83/2018 dan rutin dilakukan setiap tahun.

Sejak 2018, lokasi dan intensitas kegiatan bersih-bersih pantai dan laut ini makin digiatkan di seluruh Indonesia. Belakangan Gerakan Nasional Bersih Pantai dan Laut ini salah satunya diaplikasikan melalui kegiatan Gerakan Nasional Bulan Cinta Laut alias Gernas BCL.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan gerakan nasional ini jadi salah satu wujud komitmen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam penanganan sampah plastik di laut dengan target pengurangan sampah plastik sebesar 70% hingga tahun 2025.

Dalam kegaiatan Gernas BCL melibatkan nelayan untuk ikut mengambil sampah terutama berbahan plastik yang ada di laut. Gerakan ini dilakukan KKP secara masif di seluruh Indonesia sebagai katalis dalam mengedukasi dan meningkatkan kesadaran serta partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan pantai, pesisir, dan laut.

baca juga: Perintah Luhut ke Kapal KKP dan TNI AL: Kumpulkan Sampah Sebelum Bersandar di Pelabuhan

Tahun ini, Gernas BCL berlangsung di 18 kabupaten/kota sepanjang Juli hingga Agustus 2023. Nelayan yang terlibat sebanyak 1.350 orang dengan jumlah sampah terkumpul mencapai 171,78 ton. Jika diakumulasi dengan aksi-aksi pembersihan sampah di kawasan pesisir dan laut oleh masyarakat, totalnya mencapai 820 ton.

Selain Gerakan Nasional Bersih Pantai dan Laut, KKP juga memiliki beberapa upaya lainya untuk mengurangi sampah laut, Diantaranya, membangun fasilitas Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau Pusat Daur Ulang di pulau-pulau kecil. Membangunan sarana dan prasarana penanganan sampah di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) serta Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN).

Melakukan sosialisasi kepada para nelayan mengenai pentingnya meningkatkan aktivitas penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Hasilnya sudah ratusan kapal nelayan yang secara sukarela mengganti Alat Penangkap Ikan (API) yang merusak dan tidak ramah lingkungan ke yang lebih ramah lingkungan.

Berbagai upaya yang telah dilakukan KKP ini terbukti berkontribusi terhadap pengurangan sampah laut. Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL) melaporkan selama 2018-2022, Indonesia telah berhasil mengurangi 35,36 persen sampah yang masuk ke laut.

Itu artinya untuk mencapai target pengurangan sampah laut yang mencapai 70 persen, masih dibutuhkan lagi pengurangan sebanyak 34.64 persen lagi hingga tahun 2025.

Untuk mencapai target tersebut memang bukan perkara mudah dan bukan hanya jadi tugas KKP saja. Seluruh elemen dan masyarakat punya tanggung jawab yang sama besarnya untuk mengurangi sampah laut, khususnya sampah plastik.
(hdr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1669 seconds (0.1#10.140)