Kemenristek Dorong Peneliti Berinovasi Ciptakan Produk yang Market Friendly
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah aktif menjembatani keinginan peneliti dan industri dalam berinovasi . Produk yang dihasilkan harus yang dibutuhkan masyarakat.
Menteri Riset dan Teknologi ( Menristek ), Bambang Brodjonegoro mengatakan fungsi pemerintah dalam triple helix itu ada dua, yakni fasilitator dan regulator. Dalam posisi regulator, pemerintah atau kementerian akan bertindak sebagai pemberi izin produksi dan edar dari produk inovasi.
(Baca juga: Presiden Lagi-lagi Marahi Menteri, Effendi Simbolon: Dari Awal Bukan The Dream Team)
Misalnya, dalam produksi alat kesehatan (alkes) itu izin produksi ada di Kementerian Perindustrian. Sementara izin edar dan klinisnya ada di Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Bambang menjelaskan posisi Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) itu lebih pada fasilitator. Kemenristek akan mempertemukan dunia usaha dengan penelitian.
“Meskipun tidak ada istilah anggaran yang terlibat, ini penting mempertemukan. Kedua belah pihak jarang ketemu dan berkomunikasi sehingga tidak paham satu sama lain,” tuturnya dalam keterangannya, Jumat (7/8/2020).
Para peneliti, menurutnya, kadang sibuk dengan dunia, kesenangan, dan keahliannya sendiri. Mereka kadang tidak melihat produk yang dibutuhkan masyarakat.
Padahal, inovasi sebuah produk yang ingin dibuat secara massal itu harus market friendly. Di sisi dunia usaha juga sama, sangat pragmatis. Ketika mereka melihat tidak ada produk di dalam negeri, akan impor.
“Para peneliti harus mau melihat ke hilir dan mendengar masukan dari dunia usaha. Dunia usaha perlu tahu apa yang menjadi keahlian dan aktivitas peneliti kita,” terangnya.
Dunia usaha harus mengetahui inovasi apa saja yang sudah dilahirkan dan dipatenkan oleh para peneliti dalam negeri. Kurangnya informasi ini membuat mereka tidak pernah terpikir membeli lisensi dalam negeri.
Lulusan Universitas Indonesia (UI) itu mencontohkan kerja sama yang berlangsung mulus dalam menciptakan produk untuk penanganan pandemi Covid-19, seperti alat rapid tes, ventilator, dan suplemen. Itu karena peneliti dan dunia usaha paham karena alat itu dibutuhkan oleh masyarakat saat ini.
(Baca juga: Menakar Peluang Puan dan AHY di 2024, Pengamat: Mentok Jadi Cawapres)
“Tapi kita enggak bisa mengharapkan ada kejadian pandemi agar fasilitasi ini bisa berjalan. Untuk bidang-bindang lain, kita terus fasilitasi,” pungkasnya.
Menteri Riset dan Teknologi ( Menristek ), Bambang Brodjonegoro mengatakan fungsi pemerintah dalam triple helix itu ada dua, yakni fasilitator dan regulator. Dalam posisi regulator, pemerintah atau kementerian akan bertindak sebagai pemberi izin produksi dan edar dari produk inovasi.
(Baca juga: Presiden Lagi-lagi Marahi Menteri, Effendi Simbolon: Dari Awal Bukan The Dream Team)
Misalnya, dalam produksi alat kesehatan (alkes) itu izin produksi ada di Kementerian Perindustrian. Sementara izin edar dan klinisnya ada di Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Bambang menjelaskan posisi Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) itu lebih pada fasilitator. Kemenristek akan mempertemukan dunia usaha dengan penelitian.
“Meskipun tidak ada istilah anggaran yang terlibat, ini penting mempertemukan. Kedua belah pihak jarang ketemu dan berkomunikasi sehingga tidak paham satu sama lain,” tuturnya dalam keterangannya, Jumat (7/8/2020).
Para peneliti, menurutnya, kadang sibuk dengan dunia, kesenangan, dan keahliannya sendiri. Mereka kadang tidak melihat produk yang dibutuhkan masyarakat.
Padahal, inovasi sebuah produk yang ingin dibuat secara massal itu harus market friendly. Di sisi dunia usaha juga sama, sangat pragmatis. Ketika mereka melihat tidak ada produk di dalam negeri, akan impor.
“Para peneliti harus mau melihat ke hilir dan mendengar masukan dari dunia usaha. Dunia usaha perlu tahu apa yang menjadi keahlian dan aktivitas peneliti kita,” terangnya.
Dunia usaha harus mengetahui inovasi apa saja yang sudah dilahirkan dan dipatenkan oleh para peneliti dalam negeri. Kurangnya informasi ini membuat mereka tidak pernah terpikir membeli lisensi dalam negeri.
Lulusan Universitas Indonesia (UI) itu mencontohkan kerja sama yang berlangsung mulus dalam menciptakan produk untuk penanganan pandemi Covid-19, seperti alat rapid tes, ventilator, dan suplemen. Itu karena peneliti dan dunia usaha paham karena alat itu dibutuhkan oleh masyarakat saat ini.
(Baca juga: Menakar Peluang Puan dan AHY di 2024, Pengamat: Mentok Jadi Cawapres)
“Tapi kita enggak bisa mengharapkan ada kejadian pandemi agar fasilitasi ini bisa berjalan. Untuk bidang-bindang lain, kita terus fasilitasi,” pungkasnya.
(kri)