KKI Sebut Penyebar Hoaks Terkait Gerakan Boikot Bisa Dipidana
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) meminta masyarakat berhati-hati dalam menyebarkan informasi terkait boikot sejumlah produk yang diduga mendukung agresi Israel. Sebab penyebaran hoaks terkait informasi tersebut bisa mengakibatkan hukum pidana.
Tanpa mengabaikan keputusan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), KKI menekankan perlunya kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat.
Pengamat hukum Universitas Indonesia (UI) sekaligus Ketua KKI David M.L Tobing mengatakan, situasi ini menciptakan ketidakpastian hukum yang merugikan produsen, konsumen, dan keberlanjutan industri. Tobing menegaskan, penyebaran hoaks tidak hanya menimbulkan kepanikan tanpa alasan jelas, tetapi juga merugikan pihak yang tidak bersalah.
Klarifikasi lebih lanjut dari lembaga pemerintah dan organisasi terpercaya seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dianggap perlu untuk menghindari kebingungan dan melindungi iklim industri.
"Perlu adanya pedoman yang lebih rinci dan jelas untuk membantu menghindari kebingungan dan ketidakpastian, serta melindungi iklim industri agar kembali kondusif," tambahnya.
Kebingungan di masyarakat bermula sejak munculnya Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 terkait dukungan terhadap Palestina. Meskipun MUI menegaskan tidak pernah mengeluarkan daftar boikot, masyarakat terkadang memahaminya secara keliru.
Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin, dan Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla berharap agar masyarakat bijak dalam menanggapi seruan boikot tersebut untuk menghindari dampak buruk, terutama pada peningkatan pengangguran.
Dampak dari keputusan seperti fatwa ini bukan hanya lokal, melainkan dapat memengaruhi reputasi internasional Indonesia sebagai tempat berbisnis.
Tanpa mengabaikan keputusan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), KKI menekankan perlunya kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat.
Pengamat hukum Universitas Indonesia (UI) sekaligus Ketua KKI David M.L Tobing mengatakan, situasi ini menciptakan ketidakpastian hukum yang merugikan produsen, konsumen, dan keberlanjutan industri. Tobing menegaskan, penyebaran hoaks tidak hanya menimbulkan kepanikan tanpa alasan jelas, tetapi juga merugikan pihak yang tidak bersalah.
Klarifikasi lebih lanjut dari lembaga pemerintah dan organisasi terpercaya seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dianggap perlu untuk menghindari kebingungan dan melindungi iklim industri.
"Perlu adanya pedoman yang lebih rinci dan jelas untuk membantu menghindari kebingungan dan ketidakpastian, serta melindungi iklim industri agar kembali kondusif," tambahnya.
Kebingungan di masyarakat bermula sejak munculnya Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 terkait dukungan terhadap Palestina. Meskipun MUI menegaskan tidak pernah mengeluarkan daftar boikot, masyarakat terkadang memahaminya secara keliru.
Baca Juga
Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin, dan Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla berharap agar masyarakat bijak dalam menanggapi seruan boikot tersebut untuk menghindari dampak buruk, terutama pada peningkatan pengangguran.
Dampak dari keputusan seperti fatwa ini bukan hanya lokal, melainkan dapat memengaruhi reputasi internasional Indonesia sebagai tempat berbisnis.