Putusan MK Terkait LGBT Dinilai Tak Sesuai Falsafah Pancasila
A
A
A
JAKARTA - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan memperluas pasal perzinahan di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai bertentangan dengan falsafah Pancasila.
Maka itu, Anggota Komisi VIII DPR Kuswiyanto mengkritik putusan MK yang menolak upaya kriminalisasi terhadap lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) serta kumpul kebo itu.
"Menurut saya putusan MK itu layak untuk dibatalkan karena bertentangan dengan falsafah Pancasila," ujar Kuswiyanto dihubungi wartawan, Jumat (15/12/2017).
Lebih lanjut dia mengatakan, Indonesia didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. "Setelah itu ada Undang-undang Perkawinan dan disebutkan bahwa yang namanya perkawinan itu hanya dengan lawan jenis," papar Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Melihat keputusan tersebut, dia menilai MK belakang ini telah menunjukan perilaku yang aneh-aneh karena telah menciderai bangsa Indonesia.
"Karena LGBT ini kan menyalahi kodrat karena bisa perempuan sama perempuan, laki-laki sama laki-laki," ujar legislator asal daerah pemilihan Jawa Timur IX ini. Adapun putusan MK itu dihasilkan lewat 'dissenting opinion' dengan komposisi 5:4.
Maka itu, Anggota Komisi VIII DPR Kuswiyanto mengkritik putusan MK yang menolak upaya kriminalisasi terhadap lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) serta kumpul kebo itu.
"Menurut saya putusan MK itu layak untuk dibatalkan karena bertentangan dengan falsafah Pancasila," ujar Kuswiyanto dihubungi wartawan, Jumat (15/12/2017).
Lebih lanjut dia mengatakan, Indonesia didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. "Setelah itu ada Undang-undang Perkawinan dan disebutkan bahwa yang namanya perkawinan itu hanya dengan lawan jenis," papar Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Melihat keputusan tersebut, dia menilai MK belakang ini telah menunjukan perilaku yang aneh-aneh karena telah menciderai bangsa Indonesia.
"Karena LGBT ini kan menyalahi kodrat karena bisa perempuan sama perempuan, laki-laki sama laki-laki," ujar legislator asal daerah pemilihan Jawa Timur IX ini. Adapun putusan MK itu dihasilkan lewat 'dissenting opinion' dengan komposisi 5:4.
(pur)