Yulius Ingatkan Hakim TUN: Putusan Harus Berpihak Keadilan dan Kepentingan Masyarakat
loading...
A
A
A
Lalu atas dasar apa objek sengketa itu diterbitkan. Atas dasar kewenangan sepihak ataukah atas dasar perjanjian. Konsekuensi dari hal tersebut sudah dituangkan di dalam rumusan Pleno Kamar Tata Usaha Negara sejak tahun 2012 yang kemudian dituangkan dalam SEMA Nomor 7 Tahun 2012.
Dalam rumusan Pleno tersebut telah disepakati kapan suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dianggap melebur dalam perbuatan hukum perdata.
Guna memastikan suatu KTUN dianggap melebur, jelas Yulius, salah satunya apabila secara faktual KTUN yang disengketakan dan diminta diuji keabsahannya ternyata jangkauan akhirnya dimaksudkan untuk melahirkan suatu perbuatan hukum perdata.
Termasuk dalam hal ini KTUN-KTUN yang diterbitkan dalam rangka mempersiapkan atau menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata.
"Saya beri cetak tebal pada frasa 'menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata' karena selama ini frasa yang sering mendapat perhatian hanya yang dimaksudkan untuk melahirkan suatu perbuatan hukum perdata. Sedangkan frasa 'menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata' kurang mendapat perhatian,” jelasnya.
Kedua, lanjut dia, dalam dalam menguji prosedur, pengadilan bersifat corrective justice, yang artinya putusan peradilan TUN bersifat koreksi administratif.
"Dengan demikian pengadilan tidak boleh mencari-cari kesalahan tergugat. Kalaupun ditemukan kesalahan kecil yang tidak bersifat signifikan, tidak perlu untuk dilakukan pembatalan terhadap keputusan atau tindakan pemerintah, melainkan cukup dilakukan koreksi administratif saja," tegas Yulius.
Ketiga, dalam Pleno Kamar 2017 telah dirumuskan sebuah kaidah hukum bahwa apabila terjadi benturan antara kaidah hukum substantif dengan kaidah hukum formal, maka secara kasuistis dipandang lebih tepat dan adil apabila hakim peradilan TUN mengutamakan keadilan substantif.
"Hal yang terakhir ini sangat penting saya sampaikan karena akhir-akhir ini banyak putusan PTUN, dan PTTUN yang cenderung sangat kaku dan prosedural seolah-olah hakim PTUN adalah hakim prosedur," terangnya.
Ketiga hal tersebut, kata Yulius, masih harus ditambah lagi dengan adanya keberpihakan kepada keadilan dan kepentingan masyarakat. Bukan sebaliknya, kepentingan pribadi bahkan kepentingan pengemplang dana BLBI.
Dalam rumusan Pleno tersebut telah disepakati kapan suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dianggap melebur dalam perbuatan hukum perdata.
Guna memastikan suatu KTUN dianggap melebur, jelas Yulius, salah satunya apabila secara faktual KTUN yang disengketakan dan diminta diuji keabsahannya ternyata jangkauan akhirnya dimaksudkan untuk melahirkan suatu perbuatan hukum perdata.
Termasuk dalam hal ini KTUN-KTUN yang diterbitkan dalam rangka mempersiapkan atau menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata.
"Saya beri cetak tebal pada frasa 'menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata' karena selama ini frasa yang sering mendapat perhatian hanya yang dimaksudkan untuk melahirkan suatu perbuatan hukum perdata. Sedangkan frasa 'menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata' kurang mendapat perhatian,” jelasnya.
Kedua, lanjut dia, dalam dalam menguji prosedur, pengadilan bersifat corrective justice, yang artinya putusan peradilan TUN bersifat koreksi administratif.
"Dengan demikian pengadilan tidak boleh mencari-cari kesalahan tergugat. Kalaupun ditemukan kesalahan kecil yang tidak bersifat signifikan, tidak perlu untuk dilakukan pembatalan terhadap keputusan atau tindakan pemerintah, melainkan cukup dilakukan koreksi administratif saja," tegas Yulius.
Ketiga, dalam Pleno Kamar 2017 telah dirumuskan sebuah kaidah hukum bahwa apabila terjadi benturan antara kaidah hukum substantif dengan kaidah hukum formal, maka secara kasuistis dipandang lebih tepat dan adil apabila hakim peradilan TUN mengutamakan keadilan substantif.
"Hal yang terakhir ini sangat penting saya sampaikan karena akhir-akhir ini banyak putusan PTUN, dan PTTUN yang cenderung sangat kaku dan prosedural seolah-olah hakim PTUN adalah hakim prosedur," terangnya.
Ketiga hal tersebut, kata Yulius, masih harus ditambah lagi dengan adanya keberpihakan kepada keadilan dan kepentingan masyarakat. Bukan sebaliknya, kepentingan pribadi bahkan kepentingan pengemplang dana BLBI.