Korupsi Masih Merajalela, Integritas ASN Daerah Mengkhawatirkan

Selasa, 12 Desember 2017 - 11:09 WIB
Korupsi Masih Merajalela, Integritas ASN Daerah Mengkhawatirkan
Korupsi Masih Merajalela, Integritas ASN Daerah Mengkhawatirkan
A A A
BANDUNG - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyoroti masih lemahnya integritas aparatur sipil negara (ASN) di daerah menyusul masih banyaknya temuan penyimpangan penyelenggaraan pemerintahan, baik oleh kepala daerah maupun bawahannya.

Sekretaris Jenderal Kemendagri Hadi Prabowo mengungkapkan, berdasarkan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan pihaknya, terdapat tiga permasalahan krusial yang kerap terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang mengkhawatirkan dan perlu ditindaklanjuti serius.

Ketiga permasalahan tersebut, yakni rendahnya tingkat integritas baik kepala daerah maupun bawahannya, kualitas dan perencanaan pengelolaan keuangan yang belum memadai, dan proses perizinan yang lama dan mahal.

Menurutnya, meski deklarasi dan sistem pencegahan antikorupsi telah banyak dilakukan pemerintah daerah, namun faktanya korupsi masih sering terjadi. Dalam kurun waktu 2004-2017 saja, sebanyak 392 kepala daerah terjerat hukum yang didominasi kasus korupsi.

"Terbesar kasus korupsi, 313 kasus. Lalu dari 108.000 wajib lapor LHKPN, 41% wajib LHKPN di antaranya sama sekali belum pernah melaporkan," ungkap Hadi dalam Rapat Pemutakhiran Data Tindak Lanjut Hasil Pengawasan (TLHP) Kemendagri di Trans Luxury Hotel, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Senin (11/12/2017) malam.

Hadi menegaskan, masih banyaknya penyimpangan yang dilakukan ASN tersebut tak lepas dari lemahnya integritas ASN di daerah. "Praktik korupsi merupakan gejala lemahnya integritas individu, institusi, dan antarinstitusi di pemerintah daerah," katanya.

Sementara terkait persoalan belum baiknya pengelolaan dan perencanaan anggaran, salah satunya terdapat program dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) yang tidak sejalan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP).

"Juga adanya dokumen perencanaan yang belum bersih dari kepentingan individu. Yang diinginkan, bukan yang dibutuhkan," sebut Hadi.

Selain itu, komposisi anggaran belanja tidak langsung masih lebih besar ketimbang belanja langsung, termasuk derajat ekonomi fiskal yang masih relatif rendah dimana proporsi belanja modal yang terbilang kecil, hanya 18% dari total belanja.

Hadi melanjutkan, pihaknya juga banyak menemukan praktik penyimpangan pajak dan retribusi berupa pemerasan dan penyelewengan. "Pengadaan barang jasa, belanja hibah dan bansos, belanja perjalanan dinas fiktif," bebernya.

Jika mata rantai antara korupsi dan kejahatan terorganisasi ini dibiarkan, kata Hadi, anggaran daerah akan terus tergerus dan mengakibatkan program pembangunan tak berjalan maksimal. "Dampaknya tentu pengangguran hingga kemiskinan masyarakat di daerah," katanya.

Pihaknya berharap, sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan, DPRD bisa turut berperan aktif mengatasi lemahnya integritas ASN. Setiap anggota DPRD harus benar-benar memahami fungsi pengawasan yang melekat pada lembaganya.

"Pelaksanaan oleh DPRD tidak boleh menghasilkan korupsi, seperti setoran uang dalam pembahasan," tandasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8602 seconds (0.1#10.140)