DKPP Didesak Pecat Semua Komisioner KPU Buntut Terima Pendaftaran Prabowo-Gibran
loading...
A
A
A
Padahal, putusan 90/PUU-XXI/2023 itu terbukti sarat dengan konflik kepentingan. Hal itu terbukti dengan MKMK yang mencopot jabatan Anwar Usman sebagai ketua MK karena melakukan pelanggaran etik berat sebab terlibat ada kepentingan dalam putusan tersebut.
Anwar Usman yang merupakan paman Gibran Raka Buming Raka itu diduga sengaja mengintervensi perkara itu agar dikabulkan. Sehingga keponakannya itu bisa menjadi cawapres. Ketika perkara tersebut dikabulkan, KPU langsung mengubah PKPU.
Alhasil, Gibran mendaftar diri sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto. Pendaftaran itu pun diterima oleh KPU. Peserta aksi, Das Almanar Tanjung mengatakan bahwa aksi ini dilakukan agar masyarakat bisa mendengarkan keluhan mereka. Sebab, dia menilai saat ini demokrasi Indonesia telah diganggu.
"Yang menggangunya siapa? Yang berkuasa, maka kedaulatan rakyat harus dikembalikan, kita akan menuntut rakyat Indonesia untuk mengembalikan kedaulatan rakyat agar negara ini tidak mundur kembali ke new orba (Orde Baru)," jelasnya.
Dia menuturkan bahwa KPU tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan serta asas-asas pemerintahan yang baik. Bahkan cenderung tidak imparsial dan berpihak pada kekuasaan.
"Bagaimana mungkin, sebuah putusan yang cacat hukum dan cacat moral serta etika, bisa menjadi landasan atas penetapan seorang calon pemimpin bangsa, di mana pemilihan umum adalah sarana kedaulatan rakyat yang dimandatkan oleh UUD 1945 demi regenerasi kepemimpinan nasional," jelasnya.
Kata dia, KPU cenderung bertindak asal-asalan dengan tidak mengubah PKPU Nomor 19 Tahun 2023 sesaat pascaputusan MK. Padahal putusan MK tidak serta merta bisa dieksekusi tanpa adanya perubahan atau aturan pelaksanaannya diterbitkan terlebih dahulu.
"Fakta yang terjadi, saat pasangan calon Prabowo-Gibran mendaftarkan diri ke KPU, PKPU 19/2023 belum dirubah, namun pendaftaran Prabowo-Gibran dinyatakan lengkap, dan kemudian ditetapkan sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ini jelas melanggar hukum sekaligus melanggar kode etik penyelenggara pemilu," jelasnya.
1. Mendesak DKPP untuk memecat komisioner KPU karena pelanggaran kode etik terkait penetapan saudara Gibran.
2. Menuntut kepada KPU, Bawaslu, ASN, dan aparat negara (TNI dan Polri) agar bertindak netral dalam Pemilu 2024.
Anwar Usman yang merupakan paman Gibran Raka Buming Raka itu diduga sengaja mengintervensi perkara itu agar dikabulkan. Sehingga keponakannya itu bisa menjadi cawapres. Ketika perkara tersebut dikabulkan, KPU langsung mengubah PKPU.
Alhasil, Gibran mendaftar diri sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto. Pendaftaran itu pun diterima oleh KPU. Peserta aksi, Das Almanar Tanjung mengatakan bahwa aksi ini dilakukan agar masyarakat bisa mendengarkan keluhan mereka. Sebab, dia menilai saat ini demokrasi Indonesia telah diganggu.
"Yang menggangunya siapa? Yang berkuasa, maka kedaulatan rakyat harus dikembalikan, kita akan menuntut rakyat Indonesia untuk mengembalikan kedaulatan rakyat agar negara ini tidak mundur kembali ke new orba (Orde Baru)," jelasnya.
Dia menuturkan bahwa KPU tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan serta asas-asas pemerintahan yang baik. Bahkan cenderung tidak imparsial dan berpihak pada kekuasaan.
"Bagaimana mungkin, sebuah putusan yang cacat hukum dan cacat moral serta etika, bisa menjadi landasan atas penetapan seorang calon pemimpin bangsa, di mana pemilihan umum adalah sarana kedaulatan rakyat yang dimandatkan oleh UUD 1945 demi regenerasi kepemimpinan nasional," jelasnya.
Kata dia, KPU cenderung bertindak asal-asalan dengan tidak mengubah PKPU Nomor 19 Tahun 2023 sesaat pascaputusan MK. Padahal putusan MK tidak serta merta bisa dieksekusi tanpa adanya perubahan atau aturan pelaksanaannya diterbitkan terlebih dahulu.
"Fakta yang terjadi, saat pasangan calon Prabowo-Gibran mendaftarkan diri ke KPU, PKPU 19/2023 belum dirubah, namun pendaftaran Prabowo-Gibran dinyatakan lengkap, dan kemudian ditetapkan sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ini jelas melanggar hukum sekaligus melanggar kode etik penyelenggara pemilu," jelasnya.
Berikut tuntutan Aliansi Penyelamat Konstitusi:
1. Mendesak DKPP untuk memecat komisioner KPU karena pelanggaran kode etik terkait penetapan saudara Gibran.
2. Menuntut kepada KPU, Bawaslu, ASN, dan aparat negara (TNI dan Polri) agar bertindak netral dalam Pemilu 2024.