Sumpah Pemuda 2.0 di Gedung Joang 45 Lawan Politik Dinasti Sambil Bawa Jagung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Puluhan pemuda dari berbagai kampus bersama-sama menyuarakan Sumpah Pemuda 2.0 untuk melawan politik dinasti yang mengancam demokrasi Indonesia. Mereka mengenakan baju warna hitam dan memegang jagung dalam deklarasi yang digelar di Gedung Joang 45, Jalan Menteng Jakarta Pusat, Rabu (22/11/2023) siang.
Adapun jagung muda tersebut dianggap memiliki makna dan simbolisasi bahwa demokrasi Indonesia yang baru seumur jagung pascaera reformasi 1998 dirusak oleh dinasti politik dari pemerintahan yang saat ini berkuasa dengan berbagai cara untuk melanggengkan kekuasaan.
Sedangkan ikrar perjuangan dan perlawanan mereka sampaikan melalui Sumpah Pemuda 2.0 yang diwakilkan untuk dibacakan oleh Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek Huang.
Berikut ini ikrar Sumpah Pemuda 2.0 yang dibacakan oleh para pemuda tersebut.
Bagi kami yang hanya mendengar ceritanya, Reformasi 1998 tampak menjadi harapan akan hadirnya negara yang menjunjung tinggi kebebasan dan menjadikan hukum sebagai panglima. 25 tahun berjalan, semua hal itu kini menjadi hal-hal yang berjalan di tempat.
Sembilan tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo berhasil membuat kami belajar banyak hal. Kami belajar bahwa mimpi akan baiknya kondisi negeri nyatanya tak bisa kita serahkan sepenuhnya pada penguasa yang kita pilih di kotak suara.
Beberapa minggu yang lalu, masyarakat Indonesia dibuat kaget dengan hadirnya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu secara terang memutus batasan usia bagi seseorang untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Beragam kebingungan terbesit dalam hati kami. Mengatasnamakan kaum dan generasi kami, putusan haram tersebut hadir dan merusak kepercayaan kami akan Mahkamah Konstitusi. Para politisi tua tak paham konstitusi pun semakin mengacaukan suasana, dengan menjual nama generasi muda, mereka tak sedikit pun bersuara kontra akan putusan yang membunuh demokrasi dan konstitusi kita.
Hal tersebut menambah guratan panjang kekecewaan kami akan kondisi negeri. Setelah bertahun-tahun kami dipertontonkan dengan mandeknya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, bobroknya pemberantasan korupsi, penggunaan alat-alat negara untuk membungkam suara-suara kritis, perampasan tanah-tanah rakyat, dan juga perusakan lingkungan hidup, hari ini trust issue kami semakin diperparah dengan pengkhianatan konstitusi dan juga bangkitnya politik dinasti.
Bagi kami, putusan MK kemarin tak sedikit pun memberi arti positif bagi generasi kami. la malahan membunuh kepercayaan kami akan terangnya masa depan republik ini. Bangkitnya politik dinasti yang hadir karena pembajakan konstitusi kemarin akan membunuh harapan jutaan pemuda dan anak-anak Indonesia yang bermimpi akan cerahnya masa depan.
Politik dinasti adalah ancaman bagi setiap anak-anak miskin yang bermimpi menjadi pemimpin. Politik dinasti adalah ancaman bagi setiap keluarga tak sejahtera yang berharap anaknya bisa jadi penguasa. Politik dinasti adalah ancaman bagi setiap kita yang bukan berdarah biru dan merintis jalan sendiri untuk berkarya bagi baiknya kondisi negeri.
Menjelang Pemilu 2024, kami pun terus dipertontonkan dengan pemberangusan ruang-ruang sipil dan matinya konsepsi negara hukum. Pemufakatan jahat para elit politik dan lembaga peradilan membuktikan bahwa kini kita bukan lagi negara hukum, melainkan negara kekuasaan, hukum diubah semulus mungkin untuk melanggengkan kekuasaan juga keluarga dan kekuasaan dipakai untuk mengubah hukum dengan seenaknya.
Masyarakat kritis di ruang-ruang sipil yang menyampaikan nalar kritisnya pun tak jarang dihadiahi dengan intimidasi, represi, dan kekerasan yang tiada habisnya oleh alat-alat negara. Kami sedih, kami terpukul, kami jengah, dan kami marah. Indonesia semakin jauh dari harapan kami semua.
Konstitusi yang kami harapkan jadi gerbang baiknya masa depan kami kini diinjak-injak. Demokrasi yang kami harapkan menjadi jaminan rakyat berpartisipasi kini dirusak-rusak. Semua pemuda di seluruh tanah air kini tak pantas lagi untuk diam, kita semua harus dengan berisik bersuara, bergerak, dan melawan!
95 tahun yang lalu, para pemuda dari berbagai simpul dan latar belakang telah bersumpah untuk menemukan dan mendirikan embrio Indonesia. Lewat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, persatuan telah tercipta di kalangan pemuda untuk ikut memperjuangkan dan mendirikan Indonesia kita bersama.
Kami tentu tak mau perjuangan itu sia-sia. Mulai hari ini, pemuda di seluruh pelosok Indonesia kembali akan bersumpah. Kami akan berjanji melakukan segala cara dan upaya demi tegaknya demokrasi, konstitusi, supremasi hukum, dan cerahnya masa depan bangsa.
Kami pun akan sekuat tenaga menolak penyesatan narasi dan pembodohan publik tentang jadi baiknya partisipasi anak muda oleh karena Putusan MK kemarin dan bangkitnya politik dinasti. Bagi kami, muda bukan sekadar angka dan usia, tapi soal keberpihakan yang jelas akan anak muda dan masa depan.
Setelah pembacaan ikrar deklarasi Sumpah Pemuda 2.0, para generasi muda tersebut kemudian mengangkat jagung bersama-sama. Jagung muda tersebut disampaikan Melki Sedek memiliki makna dan simbolisasi bahwa demokrasi Indonesia yang baru seumur jagung pasca era reformasi 1998 dirusak oleh dinasti politik dari pemerintahan yang saat ini berkuasa dengan berbagai cara untuk melanggengkan kekuasaan.
Lihat Juga: PDIP Anggap Janggal Hakim PTUN Tak Menerima Gugatan Pencalonan Gibran: Kita Menang Dismissal
Adapun jagung muda tersebut dianggap memiliki makna dan simbolisasi bahwa demokrasi Indonesia yang baru seumur jagung pascaera reformasi 1998 dirusak oleh dinasti politik dari pemerintahan yang saat ini berkuasa dengan berbagai cara untuk melanggengkan kekuasaan.
Sedangkan ikrar perjuangan dan perlawanan mereka sampaikan melalui Sumpah Pemuda 2.0 yang diwakilkan untuk dibacakan oleh Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek Huang.
Berikut ini ikrar Sumpah Pemuda 2.0 yang dibacakan oleh para pemuda tersebut.
Sumpah Pemuda 2023: Saatnya Pemuda Indonesia Bergerak dan Melawan!
Bagi kami yang terlahir tak jauh dari masa ketika Reformasi 1998 berkumandang, reformasi tampak seperti suatu hal sakral yang bisa dipandang sebagai harapan. Reformasi adalah cahaya setelah Indonesia menjalani situasi kelam minim kebebasan juga kesejahteraan yang tak setara.Bagi kami yang hanya mendengar ceritanya, Reformasi 1998 tampak menjadi harapan akan hadirnya negara yang menjunjung tinggi kebebasan dan menjadikan hukum sebagai panglima. 25 tahun berjalan, semua hal itu kini menjadi hal-hal yang berjalan di tempat.
Sembilan tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo berhasil membuat kami belajar banyak hal. Kami belajar bahwa mimpi akan baiknya kondisi negeri nyatanya tak bisa kita serahkan sepenuhnya pada penguasa yang kita pilih di kotak suara.
Beberapa minggu yang lalu, masyarakat Indonesia dibuat kaget dengan hadirnya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu secara terang memutus batasan usia bagi seseorang untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Beragam kebingungan terbesit dalam hati kami. Mengatasnamakan kaum dan generasi kami, putusan haram tersebut hadir dan merusak kepercayaan kami akan Mahkamah Konstitusi. Para politisi tua tak paham konstitusi pun semakin mengacaukan suasana, dengan menjual nama generasi muda, mereka tak sedikit pun bersuara kontra akan putusan yang membunuh demokrasi dan konstitusi kita.
Hal tersebut menambah guratan panjang kekecewaan kami akan kondisi negeri. Setelah bertahun-tahun kami dipertontonkan dengan mandeknya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, bobroknya pemberantasan korupsi, penggunaan alat-alat negara untuk membungkam suara-suara kritis, perampasan tanah-tanah rakyat, dan juga perusakan lingkungan hidup, hari ini trust issue kami semakin diperparah dengan pengkhianatan konstitusi dan juga bangkitnya politik dinasti.
Bagi kami, putusan MK kemarin tak sedikit pun memberi arti positif bagi generasi kami. la malahan membunuh kepercayaan kami akan terangnya masa depan republik ini. Bangkitnya politik dinasti yang hadir karena pembajakan konstitusi kemarin akan membunuh harapan jutaan pemuda dan anak-anak Indonesia yang bermimpi akan cerahnya masa depan.
Politik dinasti adalah ancaman bagi setiap anak-anak miskin yang bermimpi menjadi pemimpin. Politik dinasti adalah ancaman bagi setiap keluarga tak sejahtera yang berharap anaknya bisa jadi penguasa. Politik dinasti adalah ancaman bagi setiap kita yang bukan berdarah biru dan merintis jalan sendiri untuk berkarya bagi baiknya kondisi negeri.
Menjelang Pemilu 2024, kami pun terus dipertontonkan dengan pemberangusan ruang-ruang sipil dan matinya konsepsi negara hukum. Pemufakatan jahat para elit politik dan lembaga peradilan membuktikan bahwa kini kita bukan lagi negara hukum, melainkan negara kekuasaan, hukum diubah semulus mungkin untuk melanggengkan kekuasaan juga keluarga dan kekuasaan dipakai untuk mengubah hukum dengan seenaknya.
Masyarakat kritis di ruang-ruang sipil yang menyampaikan nalar kritisnya pun tak jarang dihadiahi dengan intimidasi, represi, dan kekerasan yang tiada habisnya oleh alat-alat negara. Kami sedih, kami terpukul, kami jengah, dan kami marah. Indonesia semakin jauh dari harapan kami semua.
Konstitusi yang kami harapkan jadi gerbang baiknya masa depan kami kini diinjak-injak. Demokrasi yang kami harapkan menjadi jaminan rakyat berpartisipasi kini dirusak-rusak. Semua pemuda di seluruh tanah air kini tak pantas lagi untuk diam, kita semua harus dengan berisik bersuara, bergerak, dan melawan!
95 tahun yang lalu, para pemuda dari berbagai simpul dan latar belakang telah bersumpah untuk menemukan dan mendirikan embrio Indonesia. Lewat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, persatuan telah tercipta di kalangan pemuda untuk ikut memperjuangkan dan mendirikan Indonesia kita bersama.
Kami tentu tak mau perjuangan itu sia-sia. Mulai hari ini, pemuda di seluruh pelosok Indonesia kembali akan bersumpah. Kami akan berjanji melakukan segala cara dan upaya demi tegaknya demokrasi, konstitusi, supremasi hukum, dan cerahnya masa depan bangsa.
Kami pun akan sekuat tenaga menolak penyesatan narasi dan pembodohan publik tentang jadi baiknya partisipasi anak muda oleh karena Putusan MK kemarin dan bangkitnya politik dinasti. Bagi kami, muda bukan sekadar angka dan usia, tapi soal keberpihakan yang jelas akan anak muda dan masa depan.
Setelah pembacaan ikrar deklarasi Sumpah Pemuda 2.0, para generasi muda tersebut kemudian mengangkat jagung bersama-sama. Jagung muda tersebut disampaikan Melki Sedek memiliki makna dan simbolisasi bahwa demokrasi Indonesia yang baru seumur jagung pasca era reformasi 1998 dirusak oleh dinasti politik dari pemerintahan yang saat ini berkuasa dengan berbagai cara untuk melanggengkan kekuasaan.
Lihat Juga: PDIP Anggap Janggal Hakim PTUN Tak Menerima Gugatan Pencalonan Gibran: Kita Menang Dismissal
(rca)