Soal Dugaan Jaksa Lepaskan Terpidana, Komjak Tunggu Kejati DKI
A
A
A
JAKARTA - Komisi Kejaksaan (Komjak) membenarkan adanya pelaporan terhadap seorang jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta Utara berinisial MY oleh pengacara korban kasus penipuan.
Komisioner Komjak, Yuswa Kusumah mengakui laporan itu diterima pada Selasa 14 November 2017. Laporan itu menyebutkan ada seorang jaksa diduga melepas terpidana kasus penipuan.
Yuswa menjelaskan, kasus ini sudah ditindaklanjuti Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. "Yang bersangkutan sudah dipanggil oleh jaksa bagian pengawasan untuk dilakukan pemeriksaan," ujar Yuswa saat dihubungi, Kamis (16/11/2017). (Baca juga: Korban Kasus Penipuan Mengadu ke Komjak )
Menurut Yuswa, Komjak belum bisa memberikan sanksi terhadap jaksa yang dimaksud karena masih menunggu hasil penyelidikan Kejati DKI. "Kita tunggu bagaimana hasil pemeriksaannya," katanya.
Seperti diketahui, seorang jaksa Kejari Jakarta Utara dilaporkan oleh pengacara Shalih Mangara Sitompul ke Komjak. Jaksa tersebut dinilai tidak melakukan eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Lidya Wirawan dan France Novianus, terpidana dua tahun enam bulan penjara
Menurut Shalih, jaksa MY telah mengirimkan surat panggilan pertama kepada kedua terpidana untuk dieksekusi. Namun panggilan tersebut tak dipenuhi. Hal yang sama juga terjadi pada panggilan kedua dan ketiga.
"Akhirnya pada Rabu, 8 November 2017, kami dan beberpa saksi melihat jaksa MY berhasil mengeksekusi kedua terpidana dan membawanya ke kantor Kejari Jakut," ungkap Shalih.
Namun, kata dia, ternyata terpidana tidak dieksekusi. “Ini ada apa kok di tengah jalan dibebaskan. Kami menduga adanya pelanggaran perilaku aparat hukum atau dugaaan melawan hukum,” ucap Shalih, Rabu 15 November 2017.
Kasus ini bermula saat Lidya Wirawan dan France Novianus meminjam uang untuk modal usaha Rp4,6 miliar pada 2011.
Dalam perjalanannya merek hanya membayar Rp696 juta. Karena tidak ada itikad baik untuk mengembalikan sisanya akhirnya keduanya dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 2014 dan jadi tersangka.
Proses tersebut terus bergulir hingga pengadilan memutuskan keduanya bersalah. Terdakwa lalu mengajukan banding dan hasilnya menyebut bahwa perbuatan hukum yang dilakukan terdakwa bukan perbuatan tindakan pidana.
Atas putusan tersebut, jaksa Kejaksaan Tinggi DKI mengajukan kasasi ke MA dan pada 24 januari 2017 mengabulkan kasasi Kejaksaan Tinggi dan memerintahkan untuk mengesksekusi kasus tersebut sebagai perbuatan tindak pidana.
Komisioner Komjak, Yuswa Kusumah mengakui laporan itu diterima pada Selasa 14 November 2017. Laporan itu menyebutkan ada seorang jaksa diduga melepas terpidana kasus penipuan.
Yuswa menjelaskan, kasus ini sudah ditindaklanjuti Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. "Yang bersangkutan sudah dipanggil oleh jaksa bagian pengawasan untuk dilakukan pemeriksaan," ujar Yuswa saat dihubungi, Kamis (16/11/2017). (Baca juga: Korban Kasus Penipuan Mengadu ke Komjak )
Menurut Yuswa, Komjak belum bisa memberikan sanksi terhadap jaksa yang dimaksud karena masih menunggu hasil penyelidikan Kejati DKI. "Kita tunggu bagaimana hasil pemeriksaannya," katanya.
Seperti diketahui, seorang jaksa Kejari Jakarta Utara dilaporkan oleh pengacara Shalih Mangara Sitompul ke Komjak. Jaksa tersebut dinilai tidak melakukan eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Lidya Wirawan dan France Novianus, terpidana dua tahun enam bulan penjara
Menurut Shalih, jaksa MY telah mengirimkan surat panggilan pertama kepada kedua terpidana untuk dieksekusi. Namun panggilan tersebut tak dipenuhi. Hal yang sama juga terjadi pada panggilan kedua dan ketiga.
"Akhirnya pada Rabu, 8 November 2017, kami dan beberpa saksi melihat jaksa MY berhasil mengeksekusi kedua terpidana dan membawanya ke kantor Kejari Jakut," ungkap Shalih.
Namun, kata dia, ternyata terpidana tidak dieksekusi. “Ini ada apa kok di tengah jalan dibebaskan. Kami menduga adanya pelanggaran perilaku aparat hukum atau dugaaan melawan hukum,” ucap Shalih, Rabu 15 November 2017.
Kasus ini bermula saat Lidya Wirawan dan France Novianus meminjam uang untuk modal usaha Rp4,6 miliar pada 2011.
Dalam perjalanannya merek hanya membayar Rp696 juta. Karena tidak ada itikad baik untuk mengembalikan sisanya akhirnya keduanya dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 2014 dan jadi tersangka.
Proses tersebut terus bergulir hingga pengadilan memutuskan keduanya bersalah. Terdakwa lalu mengajukan banding dan hasilnya menyebut bahwa perbuatan hukum yang dilakukan terdakwa bukan perbuatan tindakan pidana.
Atas putusan tersebut, jaksa Kejaksaan Tinggi DKI mengajukan kasasi ke MA dan pada 24 januari 2017 mengabulkan kasasi Kejaksaan Tinggi dan memerintahkan untuk mengesksekusi kasus tersebut sebagai perbuatan tindak pidana.
(dam)