Menanti Suara Kritis Dokter Indonesia dari Kota Kendari
loading...
A
A
A
Zaenal Abidin
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (periode 2012 - 2015)
RAPAT Kerja Nasional (Rakernas) III IDI yang berlangsung di Kendari, Sulawewsi Tenggara, 21-25 November 2023 mendatang, rencananya akan dihadiri oleh segenap perangkat organisasi IDI, mulai dari pusat, wilayah, cabang tempat rakernas dilaksakan dan undangan PB IDI. Rakernas juga telah memilih tema yang cukup penting bagi kelangsungan masa depan IDI dan masa depan kesehatan Indonesia, yakni, “IDI Reborn: Bangkit dan Bersatu untuk Harkat Profesi Dokter dan Rakyat Indonesia.”
Rakernas (yang sebelumnya bernama Mukernas) IDI di Kendari bertujuan (berwewenang): a) Menilai pelaksanaan program kerja nasional Pengurus Besar IDI, menyempurnakan dan memperbaikinya untuk dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan; b) Menyiapkan bahan-bahan muktamar; c) Membentuk panitia seleksi Ketua Umum PB IDI; d) Menyusun rancangan tata tertib muktamar; e) Menyusun rancangan tata tertib pemilihan ketua majelis-majelis dan membentuk pantia seleksinya.
Meskipun rakernas tidak secara jelas dan tegas menyebutkan adanya kewenangan untuk memberi suara atau catatan kristis atas kebijakan pemerintah namun tidak ada juga larangan untuk melakukannya. Hal yang sama bila ingin memberi suara atau catatan kristis terkait visi dan misi pasangan capres-cawapres yang akan berkontestasi pada Pilpres 2024 mendatang, pun tidak ada larangan.
Suara Kritis atas Kebijkan Transformasi Kesehatan
Seperti diketahui, Menteri Kesehatan telah mencetuskan kebijakan yang disebutnya sebagai enam pilar transformasi kesehatan. Sayang sekali enam pilar kebijakan tranformasi kesehatan ini terkesan kedokteran sentris.
Seolah-olah ingin mereduksi pembangunan dan pelayanan kesehatan hanya menjadi urusan dokter dan pelayanan medis belaka. Akibatnya, kurang mampu mengakomodir 24 indikator kesehatan yang terdapat pada Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM).
Indikator kesehatan IPKM tersebut meliputi: prevalensi balita gizi buruk dan kurang, prevalensi balita sangat pendek dan pendek, prevalensi balita sangat kurus dan kurus, prevalensi balita gemuk, prevalensi diare, prevalensi pnemonia, prevalensi hipertensi, prevalensi gangguan mental, prevalensi asma, prevalensi penyakit gigi dan mulut.
Indikator lain, prevalensi disabilitas, prevalensi cedera, prevalensi penyakit sendi, prevalensi ISPA, proporsi perilaku cuci tangan, proporsi merokok tiap hari, akses air bersih, akses sanitasi, cakupan persalinan oleh nakes, cakupan pemeriksaan neonatal-1, cakupan imunisasi lengkap, cakupan penimbangan balita, ratio dokter/puskesmas, dan ratio bidan/desa.
Jangankan indikator kesehatan IPKM yang jumlahnya 24 itu, 10 target kesehatan yang ada di dalam RPJMN saja terancamtidak tercapai (gagal) menurut laporan Menteri PPN/Kepala Bappenas. Dari 10 target baru satu yang tercapai.
Padahal bila kita berbicara tentang indeks pembangunan manusia (IPM) maka salah satu pilar utamanya adalah pembangunan kesehatan. Bila pembangunan kesehatan gagal maka dapat dipastikan IPM tidak tercapai.
Mengapa? Sebab bila manusianya sakit-sakitan (tidak sehat) dengan berbagai sebab, jangan berharap ia mampu menuntut ilmu. Otaknya tidak kuat menerima pelajaran, tidak mampu berpikir. Hal yang sama juga untuk bekerja. Bila manusianya sakit-sakitan pasti loyo, lemat tak berdaya untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Artinya pendapatan/ekonomi pun juga rendah.
Hal penting lain yang memerlukan suara kritis adalah akibat lanjut dari kebijakan transformasi kesehatan ini yang kemudian melahirkan UU Omnibus Kesehatan No 17/2023. Menggusur 10 UU yang masih berlaku termasuk di antaranya UU khusus yang mengatur dan menguatkan kedudukan profesi dokter dan profesi kesehatan lain. Pemerintahan ke depan perlu kembali menguatkan lembaga-lembaga profesi untuk kemudian menjadikannya sebagai mitra berpikir kritis dan dan bekerja strategis.
Suara Kritisatas Visi dan Misi Kesehatan Paslon
Menjelang Pilpres 2024 terdapat tiga paslon Capres-Cawpres yang akan berkompetisi. Nomor urut (1) Anies Rasyid Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar. Nomor urut (2) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Dan nomor urut (3) Ganjar Pranowo dan Mohammad Muhfud MD.
Ketiga paslon tersebut telah menyusun visi dan misi yang akan dipaparkan pada saat kampanye, mulai 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024. Visi dan misi yang di dalamnya mengandung agenda misi terkait pembangunan sekor kesehatan tersebut juga telah diserahkan kepada KPU. Bahkan sudah dapat diakses melalui internet.
Misalnya visi Paslon nomor urut 1: ”Indonesia Adil Makmur untuk Semua” dengan delapan misi yang disebutnya “Delapan Jalan Perubahan”. Dari delapan misi tersebut, misi yang membahas tentang kesehatan dapat ditemukan pada lima misi, yakni: Misi 1: Memastikan ketersediaan kebutuhan pokok dan biaya hidup murah melalui kemandirian pangan, ketahanan energi, dan kedaulatan air; Misi 3: Mewujudkan keadilan ekologis berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Juga pada Misi 4: Membangun kota dan desa berbasis kawasan yang manusiawi, berkeadilan dan saling memajukan; Misi 5: Mewujudkan manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif, berakhlak, serta berbudaya; dan Misi 6: Mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera dan baahagia sebagai akar kekuatan bangsa.
Paslon nomor urut 2 dengan visi: “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045” dengan delapan misi yang disebutnya Asta Cita. Secara spesifik misi tentang kesehatan dapat ditemukan pada Misi 4, yakni: Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
Pembicaraan tentang kesehatan pun dapat dijumpai di dalam “Delapan Program Hasil Terbaik,” misalnya : 1) Memberi makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil; 2) Menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan gratis, menurunkan kasus TBC 50% dalam lima tahun dan bangun rumah sakit lengkap berkualitas di kabupaten; 3) Melanjutkan pembangunan infrastruktur desa, bantuan langsung tunai (BLT), dan menyediakan rumah murah bersanitasi baik untuk yang membutuhkan.
Pun dapat ditemukan di dalam “17 Program Prioritas,” yang secara khusus terkait: 1) Mencapai swasembada pangan, energi, dan air; 2) Menjamin tersedianya pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia; 3) Peningkatan BPJS Kesehatan dan penyediaan obat untuk rakyat, penguatan kesetaraan gender dan perlindungan hak perempuan, anak, serta penyandang disabilitas,dan lain-lain.
Sementara untuk paslon nomor urut 3 memilih visi: “Menuju Indonesia Unggul; Gerak Cepat Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari.” Pun disertai dengan delapan misi yang disebutnya “Delapan Gerak Cepat Ganjar dan Mahfud MD”.
Misi kesehatan Paslon nomor urut 3 ini dapat dijumpai pada Misi 1, yakni: Mempercepat pembangunan manusia Indonesia unggul yang berkualitas, produktif, dan berkepribadian, dan Misi 6: Mempercepat perwujudan lingkungan yang berkelanjutan melalui ekonomi hijau dan biru.
Pertanyaanya, apanya dari dari visi dan misi ketiga Paslon tersebut yang mau dikritisi dan diberi masukan? Hemat penulis yang perlu diberi masukan adalah terkait: Pertama, apakah program kesehatannya merupakan kebutuhan riil dari masyarakat Indonesia atau hanyalah sekumpulan keinginan paslon saja. Kedua, apakah program kesehatanya tersebut mampu laksana secara berkelanjutan?
Ketiga, apakah setelah dilaksanakan memang mampu memberi daya ungkit untuk peningkatan derajat kesehatan rakyat Indonesia. Keempat, apakah ada program sektor lain yang mendukung pembangunan? Kelima, apakah ada program sektor lain yang berdampak buruk kepada kesehatan masyarakat Indonesia (tidak berwawasan kesehatan)? Dan seterusnya.
Karena itu, penulis sangat berharap Rakernas IDI yang dihadiri banyak kaum profesional dan cerdik pandai ini dapat mengkaji dan mendebatkannya visi dan misi kesehatan ketiga Paslon tersebut.
Mengapa IDI? Sebab, pertama, secara de facto IDI-lah satu-satunya organisai profesi dokter yang ada di Indonesia. IDI-lah yang merupapan refresentasi dokter Indonesia secara nasional dan maupun internasional. Kedua, IDI beranggotakan para sajana, yang profesional dan cerdik pandai. Ketiga, karena dengan memberi masukan dan analisa kritis maka IDI telah melaksanakan meaningful participation dokter Indonesia.
Dan, suara kritis IDI tersebut seharusnya dimaknai oleh ketiga Paslon sebagai sumbangsih IDI bagi proses demokrasi dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Bukankah meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia menuju masyarakat sehat dan sejahtera adalah salah satu tujuan IDI. Selaras pula dengan tema Rakernas, yang ingin agar IDI bangkit dan bersatu untuk rakyat Indonesia.
Di luar soal Pilpres, sebetulnya Pemilu Indonesia masih tersisa menyisakan pekerjaan rumah (PR) besar yang cukup “menghantui”, yakni kematian penyelenggara pemilu 2019 lalu. Data KPU tahun 2019 menunjukkan 894 orang petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia dan 5.175 yang mengalami sakit. Salah satu faktor yang diduga sebagai penyebabnya adalah beban kerja yang cukup besar dan berat.
Bila memang penyebab kematian 2019 lalu karena beban kerja yang berat dan melelahkan maka dapat dikatakan risiko Pemilu 2024 lebih berat lagi. Mengapa demikian? Sebab setelah Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif akan diselenggarakan pula Pemilihan Kepala Daerah serentak bulan Septemebr 2024.
Beban pekerjaannya 2024 lebih panjang dan tentu lebih berat serta melelahkan dibanding 2019. Bukan sesuatu yang tidak mungkin kejadian 2019 terulang kembali. Karena itu KPU dan pemerintah perlu waspada dengan melakukan mitigasi risiko atas segala kemungkinan yang dapat terjadi.
Catatan Akhir
Memang sebagian orang awam masih sulit memahami bila organisasi profesi seperti IDI bisa berbeda pendapat dengan pemerintah. Apalagi bila perbedaan pendapat itu cukup kritis. Bahkan sebagian dokter anggota IDI yang kebetulan pejabat pemerintah pun kadang sulit memahaminya.
Ketika pembangunan makin pesat, informasi makin berkembang, tuntutan masyarakat untuk maju juga makin meningkat maka tidak perlu heran bila suatu saat pemerintah terlihat kurang mampu berkerja sendirian memenuhi tuntutan masyarakat. Atau karena pemerintah terlalu sibuk dengan pekerjaan rutinnya sehingga tidak lagi abai akan kebutuhan masyarakatnya.
Pada saat itulah masyarakat menuntut keterlibatan organisasi profesi dan kaum cerdik pandai untuk bersuara dan melolongnya. Organisasi profesi diposisikan mitra strategis dan berpikir kritis dari pemerintah.
IDI sebagai bahagian dari masyarakat yang beranggotakan kaum profesional dan cerdik pandai tidak ada juga salahnya merespon kehendak warga masyarakat tersebut. Menyampikan gagasan berdasarkan keilmuan dan kecendekiaannya. Gagasan yang dapat berarti melengkapi kebijakan dan program pemerintah, namun dapat pula meminta agar pemerintah mengganti kebijakan dan programnya sebab tidak menjadi kebutuhan kesehatan masyarakat.
Lebih dari itu organisasi profesi dapat pula mengusulkan agar pemerintah mengganti karena kebijakan dan program karena sebab dinilainya dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Sekalipun dapat dikatakan bahwa kebijakan dan program pemerintah tersebut merupakan upaya mendatangkan investasi dan uang bagi negara.
Sebaliknya, bila berdasarkan keilmuan yang dimliki, kebijakan dan program pemerintah tersebut baik dan bermanfaat bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat maka IDI sebagai organisasi profesi pun harus mengakuinya secara jujur.
Karena itu, penulis sangat berharap agar suara kritis dokter Indonesia dapat digelorakan dari Kota Kendari untuk kesehatan masyarakat Indonesia dan untuk Pilpres 2025. Salus populi suprema lex esto atau Salus populi suprema est. “Keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi” (Marcus Tullius Cicero, 106-43 SM). Wallahu a'lam bishawab.
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (periode 2012 - 2015)
RAPAT Kerja Nasional (Rakernas) III IDI yang berlangsung di Kendari, Sulawewsi Tenggara, 21-25 November 2023 mendatang, rencananya akan dihadiri oleh segenap perangkat organisasi IDI, mulai dari pusat, wilayah, cabang tempat rakernas dilaksakan dan undangan PB IDI. Rakernas juga telah memilih tema yang cukup penting bagi kelangsungan masa depan IDI dan masa depan kesehatan Indonesia, yakni, “IDI Reborn: Bangkit dan Bersatu untuk Harkat Profesi Dokter dan Rakyat Indonesia.”
Rakernas (yang sebelumnya bernama Mukernas) IDI di Kendari bertujuan (berwewenang): a) Menilai pelaksanaan program kerja nasional Pengurus Besar IDI, menyempurnakan dan memperbaikinya untuk dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan; b) Menyiapkan bahan-bahan muktamar; c) Membentuk panitia seleksi Ketua Umum PB IDI; d) Menyusun rancangan tata tertib muktamar; e) Menyusun rancangan tata tertib pemilihan ketua majelis-majelis dan membentuk pantia seleksinya.
Meskipun rakernas tidak secara jelas dan tegas menyebutkan adanya kewenangan untuk memberi suara atau catatan kristis atas kebijakan pemerintah namun tidak ada juga larangan untuk melakukannya. Hal yang sama bila ingin memberi suara atau catatan kristis terkait visi dan misi pasangan capres-cawapres yang akan berkontestasi pada Pilpres 2024 mendatang, pun tidak ada larangan.
Suara Kritis atas Kebijkan Transformasi Kesehatan
Seperti diketahui, Menteri Kesehatan telah mencetuskan kebijakan yang disebutnya sebagai enam pilar transformasi kesehatan. Sayang sekali enam pilar kebijakan tranformasi kesehatan ini terkesan kedokteran sentris.
Seolah-olah ingin mereduksi pembangunan dan pelayanan kesehatan hanya menjadi urusan dokter dan pelayanan medis belaka. Akibatnya, kurang mampu mengakomodir 24 indikator kesehatan yang terdapat pada Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM).
Indikator kesehatan IPKM tersebut meliputi: prevalensi balita gizi buruk dan kurang, prevalensi balita sangat pendek dan pendek, prevalensi balita sangat kurus dan kurus, prevalensi balita gemuk, prevalensi diare, prevalensi pnemonia, prevalensi hipertensi, prevalensi gangguan mental, prevalensi asma, prevalensi penyakit gigi dan mulut.
Indikator lain, prevalensi disabilitas, prevalensi cedera, prevalensi penyakit sendi, prevalensi ISPA, proporsi perilaku cuci tangan, proporsi merokok tiap hari, akses air bersih, akses sanitasi, cakupan persalinan oleh nakes, cakupan pemeriksaan neonatal-1, cakupan imunisasi lengkap, cakupan penimbangan balita, ratio dokter/puskesmas, dan ratio bidan/desa.
Jangankan indikator kesehatan IPKM yang jumlahnya 24 itu, 10 target kesehatan yang ada di dalam RPJMN saja terancamtidak tercapai (gagal) menurut laporan Menteri PPN/Kepala Bappenas. Dari 10 target baru satu yang tercapai.
Padahal bila kita berbicara tentang indeks pembangunan manusia (IPM) maka salah satu pilar utamanya adalah pembangunan kesehatan. Bila pembangunan kesehatan gagal maka dapat dipastikan IPM tidak tercapai.
Mengapa? Sebab bila manusianya sakit-sakitan (tidak sehat) dengan berbagai sebab, jangan berharap ia mampu menuntut ilmu. Otaknya tidak kuat menerima pelajaran, tidak mampu berpikir. Hal yang sama juga untuk bekerja. Bila manusianya sakit-sakitan pasti loyo, lemat tak berdaya untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Artinya pendapatan/ekonomi pun juga rendah.
Hal penting lain yang memerlukan suara kritis adalah akibat lanjut dari kebijakan transformasi kesehatan ini yang kemudian melahirkan UU Omnibus Kesehatan No 17/2023. Menggusur 10 UU yang masih berlaku termasuk di antaranya UU khusus yang mengatur dan menguatkan kedudukan profesi dokter dan profesi kesehatan lain. Pemerintahan ke depan perlu kembali menguatkan lembaga-lembaga profesi untuk kemudian menjadikannya sebagai mitra berpikir kritis dan dan bekerja strategis.
Suara Kritisatas Visi dan Misi Kesehatan Paslon
Menjelang Pilpres 2024 terdapat tiga paslon Capres-Cawpres yang akan berkompetisi. Nomor urut (1) Anies Rasyid Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar. Nomor urut (2) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Dan nomor urut (3) Ganjar Pranowo dan Mohammad Muhfud MD.
Ketiga paslon tersebut telah menyusun visi dan misi yang akan dipaparkan pada saat kampanye, mulai 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024. Visi dan misi yang di dalamnya mengandung agenda misi terkait pembangunan sekor kesehatan tersebut juga telah diserahkan kepada KPU. Bahkan sudah dapat diakses melalui internet.
Misalnya visi Paslon nomor urut 1: ”Indonesia Adil Makmur untuk Semua” dengan delapan misi yang disebutnya “Delapan Jalan Perubahan”. Dari delapan misi tersebut, misi yang membahas tentang kesehatan dapat ditemukan pada lima misi, yakni: Misi 1: Memastikan ketersediaan kebutuhan pokok dan biaya hidup murah melalui kemandirian pangan, ketahanan energi, dan kedaulatan air; Misi 3: Mewujudkan keadilan ekologis berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Juga pada Misi 4: Membangun kota dan desa berbasis kawasan yang manusiawi, berkeadilan dan saling memajukan; Misi 5: Mewujudkan manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif, berakhlak, serta berbudaya; dan Misi 6: Mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera dan baahagia sebagai akar kekuatan bangsa.
Paslon nomor urut 2 dengan visi: “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045” dengan delapan misi yang disebutnya Asta Cita. Secara spesifik misi tentang kesehatan dapat ditemukan pada Misi 4, yakni: Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
Pembicaraan tentang kesehatan pun dapat dijumpai di dalam “Delapan Program Hasil Terbaik,” misalnya : 1) Memberi makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil; 2) Menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan gratis, menurunkan kasus TBC 50% dalam lima tahun dan bangun rumah sakit lengkap berkualitas di kabupaten; 3) Melanjutkan pembangunan infrastruktur desa, bantuan langsung tunai (BLT), dan menyediakan rumah murah bersanitasi baik untuk yang membutuhkan.
Pun dapat ditemukan di dalam “17 Program Prioritas,” yang secara khusus terkait: 1) Mencapai swasembada pangan, energi, dan air; 2) Menjamin tersedianya pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia; 3) Peningkatan BPJS Kesehatan dan penyediaan obat untuk rakyat, penguatan kesetaraan gender dan perlindungan hak perempuan, anak, serta penyandang disabilitas,dan lain-lain.
Sementara untuk paslon nomor urut 3 memilih visi: “Menuju Indonesia Unggul; Gerak Cepat Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari.” Pun disertai dengan delapan misi yang disebutnya “Delapan Gerak Cepat Ganjar dan Mahfud MD”.
Misi kesehatan Paslon nomor urut 3 ini dapat dijumpai pada Misi 1, yakni: Mempercepat pembangunan manusia Indonesia unggul yang berkualitas, produktif, dan berkepribadian, dan Misi 6: Mempercepat perwujudan lingkungan yang berkelanjutan melalui ekonomi hijau dan biru.
Pertanyaanya, apanya dari dari visi dan misi ketiga Paslon tersebut yang mau dikritisi dan diberi masukan? Hemat penulis yang perlu diberi masukan adalah terkait: Pertama, apakah program kesehatannya merupakan kebutuhan riil dari masyarakat Indonesia atau hanyalah sekumpulan keinginan paslon saja. Kedua, apakah program kesehatanya tersebut mampu laksana secara berkelanjutan?
Ketiga, apakah setelah dilaksanakan memang mampu memberi daya ungkit untuk peningkatan derajat kesehatan rakyat Indonesia. Keempat, apakah ada program sektor lain yang mendukung pembangunan? Kelima, apakah ada program sektor lain yang berdampak buruk kepada kesehatan masyarakat Indonesia (tidak berwawasan kesehatan)? Dan seterusnya.
Karena itu, penulis sangat berharap Rakernas IDI yang dihadiri banyak kaum profesional dan cerdik pandai ini dapat mengkaji dan mendebatkannya visi dan misi kesehatan ketiga Paslon tersebut.
Mengapa IDI? Sebab, pertama, secara de facto IDI-lah satu-satunya organisai profesi dokter yang ada di Indonesia. IDI-lah yang merupapan refresentasi dokter Indonesia secara nasional dan maupun internasional. Kedua, IDI beranggotakan para sajana, yang profesional dan cerdik pandai. Ketiga, karena dengan memberi masukan dan analisa kritis maka IDI telah melaksanakan meaningful participation dokter Indonesia.
Dan, suara kritis IDI tersebut seharusnya dimaknai oleh ketiga Paslon sebagai sumbangsih IDI bagi proses demokrasi dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Bukankah meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia menuju masyarakat sehat dan sejahtera adalah salah satu tujuan IDI. Selaras pula dengan tema Rakernas, yang ingin agar IDI bangkit dan bersatu untuk rakyat Indonesia.
Di luar soal Pilpres, sebetulnya Pemilu Indonesia masih tersisa menyisakan pekerjaan rumah (PR) besar yang cukup “menghantui”, yakni kematian penyelenggara pemilu 2019 lalu. Data KPU tahun 2019 menunjukkan 894 orang petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia dan 5.175 yang mengalami sakit. Salah satu faktor yang diduga sebagai penyebabnya adalah beban kerja yang cukup besar dan berat.
Bila memang penyebab kematian 2019 lalu karena beban kerja yang berat dan melelahkan maka dapat dikatakan risiko Pemilu 2024 lebih berat lagi. Mengapa demikian? Sebab setelah Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif akan diselenggarakan pula Pemilihan Kepala Daerah serentak bulan Septemebr 2024.
Beban pekerjaannya 2024 lebih panjang dan tentu lebih berat serta melelahkan dibanding 2019. Bukan sesuatu yang tidak mungkin kejadian 2019 terulang kembali. Karena itu KPU dan pemerintah perlu waspada dengan melakukan mitigasi risiko atas segala kemungkinan yang dapat terjadi.
Catatan Akhir
Memang sebagian orang awam masih sulit memahami bila organisasi profesi seperti IDI bisa berbeda pendapat dengan pemerintah. Apalagi bila perbedaan pendapat itu cukup kritis. Bahkan sebagian dokter anggota IDI yang kebetulan pejabat pemerintah pun kadang sulit memahaminya.
Ketika pembangunan makin pesat, informasi makin berkembang, tuntutan masyarakat untuk maju juga makin meningkat maka tidak perlu heran bila suatu saat pemerintah terlihat kurang mampu berkerja sendirian memenuhi tuntutan masyarakat. Atau karena pemerintah terlalu sibuk dengan pekerjaan rutinnya sehingga tidak lagi abai akan kebutuhan masyarakatnya.
Pada saat itulah masyarakat menuntut keterlibatan organisasi profesi dan kaum cerdik pandai untuk bersuara dan melolongnya. Organisasi profesi diposisikan mitra strategis dan berpikir kritis dari pemerintah.
IDI sebagai bahagian dari masyarakat yang beranggotakan kaum profesional dan cerdik pandai tidak ada juga salahnya merespon kehendak warga masyarakat tersebut. Menyampikan gagasan berdasarkan keilmuan dan kecendekiaannya. Gagasan yang dapat berarti melengkapi kebijakan dan program pemerintah, namun dapat pula meminta agar pemerintah mengganti kebijakan dan programnya sebab tidak menjadi kebutuhan kesehatan masyarakat.
Lebih dari itu organisasi profesi dapat pula mengusulkan agar pemerintah mengganti karena kebijakan dan program karena sebab dinilainya dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Sekalipun dapat dikatakan bahwa kebijakan dan program pemerintah tersebut merupakan upaya mendatangkan investasi dan uang bagi negara.
Sebaliknya, bila berdasarkan keilmuan yang dimliki, kebijakan dan program pemerintah tersebut baik dan bermanfaat bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat maka IDI sebagai organisasi profesi pun harus mengakuinya secara jujur.
Karena itu, penulis sangat berharap agar suara kritis dokter Indonesia dapat digelorakan dari Kota Kendari untuk kesehatan masyarakat Indonesia dan untuk Pilpres 2025. Salus populi suprema lex esto atau Salus populi suprema est. “Keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi” (Marcus Tullius Cicero, 106-43 SM). Wallahu a'lam bishawab.
(poe)