Syarat Batas Usia Capres-Cawapres Hanya Untungkan Gibran, Tidak Anak Muda Indonesia
loading...
A
A
A
BANDUNG - Co-Founder Lingkar Wawasan, Christian Viery Pangliuca menilai persoalan nepotisme menjadi salah satu isu utama yang disuarakan saat Reformasi 1998. Pada saat itu, mereka bersepakat tidak ada yang saling mementingkan golongan, kroni, atau keluarga sendiri.
Namun pada hari ini, kata Christian, majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2024 disinyalir ada nepotisme yang terbangun atas kejadian momentum politik.
"MK memutuskan sesuatu. Padahal itu bukanlah kewenangannya untuk menambahkan suatu syarat. Sedangkan hakim MK-nya itu seorang paman atau kerabat," ujar Christian dalam Diskusi Panel Lingkar Wawasan bertajuk "Nepotisme dan Tantangan Demokrasi Bangsa" di Gelanggang Generasi Muda, Kota Bandung, Sabtu (18/11/2023).
Padahal menurutnya, dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman sudah diatur bahwa tidak boleh seorang hakim itu mempunyai hubungan semenda atau hubungan darah dengan pemohon.
Christian menilai jika berbicara soal keuntungan, para pemuda saat ini tidak lantas mendapatkan keuntungan dari adanya batas usia capres-cawapres tersebut.
"Coba kita hilangkan sosok Gibrannya. Apakah keputusan ini menguntungkan yang lain? Buat saya ini tidak menguntungkan para pemuda, karena ada klausul pernah menjadi kepala daerah," ungkapnya.
"Apakah kemudian di umur 27, para pemuda yang bukan siapa-siapa kemudian bisa menjadi kepala daerah? Lalu orang tua saya yang tidak punya modal kapital dan jaringan politik, apakah ini ditujukan kepada pemuda? Tidak," sambungnya.
Menurutnya, sosok pemuda sesungguhnya adalah mereka mereka yang berproses dari awal tanpa mengambil langkah-langkah yang menyalahi aturan.
"Karena kita sebagai negara hukum, tidak boleh aturan hukum itu dilanggar ketika ingin ikut serta dalam kontestasi pemilu," katanya.
Bahkan menurutnya, kesempatan masyarakat Indonesia untuk menjadi capres-cawapres belum sama. Hal itu terlihat dari tidaknya adanya sosok pemimpin yang lahir dari Indonesia bagian timur.
Namun pada hari ini, kata Christian, majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2024 disinyalir ada nepotisme yang terbangun atas kejadian momentum politik.
"MK memutuskan sesuatu. Padahal itu bukanlah kewenangannya untuk menambahkan suatu syarat. Sedangkan hakim MK-nya itu seorang paman atau kerabat," ujar Christian dalam Diskusi Panel Lingkar Wawasan bertajuk "Nepotisme dan Tantangan Demokrasi Bangsa" di Gelanggang Generasi Muda, Kota Bandung, Sabtu (18/11/2023).
Padahal menurutnya, dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman sudah diatur bahwa tidak boleh seorang hakim itu mempunyai hubungan semenda atau hubungan darah dengan pemohon.
Christian menilai jika berbicara soal keuntungan, para pemuda saat ini tidak lantas mendapatkan keuntungan dari adanya batas usia capres-cawapres tersebut.
"Coba kita hilangkan sosok Gibrannya. Apakah keputusan ini menguntungkan yang lain? Buat saya ini tidak menguntungkan para pemuda, karena ada klausul pernah menjadi kepala daerah," ungkapnya.
"Apakah kemudian di umur 27, para pemuda yang bukan siapa-siapa kemudian bisa menjadi kepala daerah? Lalu orang tua saya yang tidak punya modal kapital dan jaringan politik, apakah ini ditujukan kepada pemuda? Tidak," sambungnya.
Menurutnya, sosok pemuda sesungguhnya adalah mereka mereka yang berproses dari awal tanpa mengambil langkah-langkah yang menyalahi aturan.
"Karena kita sebagai negara hukum, tidak boleh aturan hukum itu dilanggar ketika ingin ikut serta dalam kontestasi pemilu," katanya.
Bahkan menurutnya, kesempatan masyarakat Indonesia untuk menjadi capres-cawapres belum sama. Hal itu terlihat dari tidaknya adanya sosok pemimpin yang lahir dari Indonesia bagian timur.