Anwar Usman Dilaporkan ke Bareskrim terkait Dugaan Nepotisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Persatuan Advokat Demokrasi Indonesia (PADI) melaporkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bareskrim Polri. Paman Gibran Rakabuming Raka itu dilaporkan atas dugaan nepotisme terkait putusan batasan usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).
"Jadi hari ini kami melaporkan hakim konstitusi atau eks Ketua Mahkamah Konstitusi Bapak Anwar Usman sehubungan dengan dugaan tindak pidana nepotisme sebagaimana diatur di dalam Pasal 22 UU Nomor 28 Tahun 1999," kata Koordinator PADI Charles Situmorang kepada wartawan, Rabu (15/11/2023).
"Jadi tadi kita selain melaporkan ke KPK juga ke Bareskrim Polri, tadi laporan kita sudah diterima dan akan ditindaklanjuti," sambungnya.
Charles menjelaskan, landasan laporannya tersebut adalah putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran kode etik berat.
"Jadi alasan kami melaporkan anwar usman ini kemarin kami Persatuan Advokat Demokrasi Indonesia (PADI) telah mengajukan laporan ke MKMK kemudian diputus bahwa Anwar Usman terbukti melanggar kode etik berat," katanya.
Charles mengatakan, pihaknya juga melampirkan bukti-bukti ke KPK dan Bareskrim Polri terkait dugaan nepotisme tersebut.
"Ada bukti yang kami diserahkan perkara 90/PUU-XXI/2023 yang pertama, yang kedua Putusan MKMK Nomor 2 Tahun 2023, yang ketiga 3 hasil investigasi Majalah Tempo," katanya.
"Yang keempat itu berita tangkapan layar soal pemberitaan saudara Gibran Rakabuming Raka dideklarasikan sebagai cawapres, dan didaftarkan ke KPU dan telah dinyatakan salah satu calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan presiden 2024," sambungnya.
Charles mengungkap laporannya tersebut akan diterima oleh Bareskrim Polri terlebih dahulu sebelum diproses lebih lanjut. Sebab laporan terkait nepotisme itu, kata Charles, baru pertama kali diterima.
"Hanya tadi pihak SPKT menyatakan begini, mereka bingung ini ditangani oleh direktorat mana, karena belum pernah. Jadi ternyata informasi yang kita dapat, sejak era reformasi belum ada tindak pidana nepotisme yang ditangani," katanya.
"Makanya tadi pihak SPKT sampai berkonsultasi ke Direktorat Tipikor, mereka juga bingung. Makanya dalam kesempatan tadi disampaikan bersurat laporan informasi pengaduannya diterima, disampaikan ke Kabareskrim, nanti Kabareskrim akan dibentuk tim atau melakukan penelitian direktorat mana yang berwenang," katanya.
"Jadi hari ini kami melaporkan hakim konstitusi atau eks Ketua Mahkamah Konstitusi Bapak Anwar Usman sehubungan dengan dugaan tindak pidana nepotisme sebagaimana diatur di dalam Pasal 22 UU Nomor 28 Tahun 1999," kata Koordinator PADI Charles Situmorang kepada wartawan, Rabu (15/11/2023).
"Jadi tadi kita selain melaporkan ke KPK juga ke Bareskrim Polri, tadi laporan kita sudah diterima dan akan ditindaklanjuti," sambungnya.
Charles menjelaskan, landasan laporannya tersebut adalah putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran kode etik berat.
"Jadi alasan kami melaporkan anwar usman ini kemarin kami Persatuan Advokat Demokrasi Indonesia (PADI) telah mengajukan laporan ke MKMK kemudian diputus bahwa Anwar Usman terbukti melanggar kode etik berat," katanya.
Charles mengatakan, pihaknya juga melampirkan bukti-bukti ke KPK dan Bareskrim Polri terkait dugaan nepotisme tersebut.
"Ada bukti yang kami diserahkan perkara 90/PUU-XXI/2023 yang pertama, yang kedua Putusan MKMK Nomor 2 Tahun 2023, yang ketiga 3 hasil investigasi Majalah Tempo," katanya.
"Yang keempat itu berita tangkapan layar soal pemberitaan saudara Gibran Rakabuming Raka dideklarasikan sebagai cawapres, dan didaftarkan ke KPU dan telah dinyatakan salah satu calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan presiden 2024," sambungnya.
Charles mengungkap laporannya tersebut akan diterima oleh Bareskrim Polri terlebih dahulu sebelum diproses lebih lanjut. Sebab laporan terkait nepotisme itu, kata Charles, baru pertama kali diterima.
"Hanya tadi pihak SPKT menyatakan begini, mereka bingung ini ditangani oleh direktorat mana, karena belum pernah. Jadi ternyata informasi yang kita dapat, sejak era reformasi belum ada tindak pidana nepotisme yang ditangani," katanya.
"Makanya tadi pihak SPKT sampai berkonsultasi ke Direktorat Tipikor, mereka juga bingung. Makanya dalam kesempatan tadi disampaikan bersurat laporan informasi pengaduannya diterima, disampaikan ke Kabareskrim, nanti Kabareskrim akan dibentuk tim atau melakukan penelitian direktorat mana yang berwenang," katanya.
(abd)