Pemilu 2024 Jadi Ujian Netralitas Lembaga Negara

Jum'at, 10 November 2023 - 17:27 WIB
loading...
Pemilu 2024 Jadi Ujian...
Keikutsertaan Gibran Rakabuming Raka dikhawatirkan berpotensi memengaruhi netralitas alat negara. Potensi itu tidak harus disengaja, tetapi secara tidak langsung. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
JAKARTA - Keikutsertaan putra sulung Presiden Joko Widodo ( Jokowi ), Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 dikhawatirkan berpotensi memengaruhi netralitas lembaga negara. Potensi itu tidak harus disengaja (by intention), tetapi secara tidak langsung.

Analis politik Exposit Strategic Arif Susanto mengatakan, tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang bekerja di instansi pemerintah mengidolakan Jokowi dan kemudian merasa bahwa membantu Jokowi adalah sesuai dengan keinginan dia.

"Problemnya, kalau itu dilakukan maka bukan tidak mungkin mulai dari netralitas birokrasi, netralitas TNI- Polri itu bisa terganggu," katanya di Jakarta, Jumat (10/11/2023).

Arif mengkhawatirkan pencalonan Gibran jika diteruskan akan membuat bangsa Indonesia kehilangan ruh politik berkeadilan. "Kalau ini dibiarkan nanti kita akan terjebak pada gaya-gaya lama, ketika nepotisme dianggap normal, ketika pelanggaran etika dianggap bisa diterima sejauh tidak melanggar hukum. Nanti lama-lama politik dan hukum kita terjebak pada formalisme dan kalau itu terjadi, negara ini kehilangan ruh politik yang berkeadilan," tegasnya.

Hal itu bisa dihindari ketika Jokowi adalah negarawan dan mau menghindari potensi konflik kepentingan. "Itu seharusnya bisa dihindari seandainya Jokowi adalah seorang negarawan," sambungnya.

Menurutnya, majunya Gibran menjadi capres ketika Jokowi masih sedang menjabat sebagai presiden melanggar keutamaan. Arif membedakan antara tuntutan kepantasan bagi rakyat biasa dan keutamaan bagi para pemimpin.

"Terhadap pemimpin itu tuntutannya lebih dari sekadar kepantasan, yaitu keutamaan. Termasuk dalam keutamaan adalah kalau para pemimpin bersedia menghindari sesuatu yang punya potensi konflik kepentingan," sambungnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khairunnisa Nur Agustyati mengatakan, Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) harus lebih aktif lagi mengawasi potensi penyalahgunaan alat-alat negara. “Menurut saya Bawaslu harus lebih aktif lagi mengawasi soal ini, karena potensinya bukan hanya di masa kampanye saja. Tapi juga sebelum masa kampanye seperti hari-hari ini,” katanya.

Meskipun masa kampanye baru akan dimulai 28 November 2023, sambung Khairunnisa, namun potensi-potensi penyalahgunaan kewenangannya sudah terjadi sebelum masa kampanye resmi dimulai. “Selama ini Bawaslu selalu berdalih bahwa peserta pemilu belum ditetapkan dan juga belum masuk masa kampanye sehingga tidak bisa dilakukan penindakan,” ujarnya.

Padahal jelas tertulis dalam Tugas dan Wewenang Bawaslu, salah satunya pencegahan dan penindakan jika terjadi pelanggaran. “Seharusnya dengan segala kewenangannya saat ini, Bawaslu tidak sekadar menunggu saat masa kampanye saja. Sebelum masa kampanye harusnya sudah dilakukan juga untuk memastikan proses pemilu berjalan fair,” tuturnya.

Keprofesionalitasan dan independensi Bawaslu begitu diharapkan masyarakat. “Saya rasa publik sudah banyak mengingatkan Bawaslu soal tugas dan fungsinya saat ini, karena Bawaslu kita sudah bertransformasi menjadi lembaga yang memiliki kewenangan yang besar,” tandasnya.

Sebelumnya, beredar dugaan turut campurnya aparat negara dalam proses kandidasi politik. Hal itu disuarakan Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Ammarsjah Purba terkait dugaan penggunaan aparat untuk memonitor kegiatan politik peserta pemilu.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1791 seconds (0.1#10.140)