Mendekap Para Korban Terorisme Seutuhnya

Kamis, 06 Agustus 2020 - 07:04 WIB
loading...
A A A
Kesyukuran itu, kata dia, karena dua hal. Pertama, Vivi dan para penyintas telah menunggu lama sekitar lebih 10 tahun. Kedua, dalam PP Nomor 35/2020 sudah jelas tertuang bahwa untuk mendapatkan layanan kompensasi bagi para korban masa lalu tidak perlu menunggu putusan pengadilan. “Jadi, saya dan teman-teman korban bom masa lalu sedang menunggu realisasi dari layanan kompensasi tersebut. Doakan kami, ya Pak agar prosesnya bisa cepat,” katanya.

Vivi mengatakan, layanan kompensasi yang sudah diatur melalui PP Nomor 35/2020 sebagai turunan dari UU Nomor 5/2018 adalah harapan terbesar semua para korban terorisme masa lalu. Dia berpandangan, PP itu sebagai bentuk negara bertanggung jawab atas kerugian yang dialami para penyintas, baik kerugian material, immaterial, dan psikologi.

“Semoga dalam waktu dekat kami bisa menerima layanan kompensasi dari negara melalui lembaga negara LPSK. Agar bantuan tersebut nanti dapat membantu saya dan teman-teman menata kembali kehidupan perekonomian kami sebagai modal nantinya. Mohon doanya ya,” ucapnya.

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo menyatakan, pihaknya sangat bersyukur atas terbitnya PP Nomor 35/2020. Dengan PP tersebut, menurutnya, menunjukkan bukti kuatnya komitmen pemerintah untuk hadir bagi para korban tindak pidana khusus korban tindak pidana terorisme.

Dia menegaskan, Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme maupun PP Nomor 35 Tahun 2020 sebagai turunannya merupakan salah satu aturan di dunia yang komprehensif dalam penanganan terorisme.

“Setelah PP 35 tahun 2020 terbit, LPSK akan langsung mengambil langkah cepat. PP diharapkan bisa menjadi jalan untuk mengoptimalkan pemenuhan hak korban, khususnya para korban terorisme seperti yang telah LPSK lakukan selama ini,” kata Hasto.

Hasto mengatakan, hakikatnya PP ini merupakan kesempatan sangat berharga khususnya bagi korban tindak pidana terorisme masa lalu untuk mendapatkan hak-haknya di luar proses peradilan. Sebabnya, putusan hakim dalam mengadili perkara terorisme pada masa lalu belum banyak menyentuh pemenuhan hak bagi para korban. Dalam praktiknya, melalui UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sebenarnya LPSK telah memberikan perlindungan kepada korban terorisme yang terjadi di masa lalu dalam bentuk bantuan medis, psikologis, dan psikososial.

“LPSK mencatat cukup banyak korban terorisme masa lalu belum menerima kompensasi dari negara. Patut diakui PP ini merupakan terobosan besar dalam sistem hukum Indonesia karena biasanya kompensasi baru didapatkan melalui putusan pengadilan,” ujarnya.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Boy Rafli Amar menyatakan, dalam konteks perlindungan dan pemulihan korban tindak pidana terorisme, maka BNPT senantiasa semaksimal mungkin berusaha memberikan dukungan kepada penyintas. Dia mengatakan, selain perlindungan dan pemulihan bagi para penyintas, maka hak mereka untuk mendapatkan kompensasi juga harus dipenuhi negara.

“Berbagai upaya telah dilaksanakan BNPT kepada para penyintas dengan bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melalui berbagai pendampingan, seperti layanan psikososial, pemberian bantuan medis, rehabilitasi, hingga kompensasi,” ungkap Boy. (Sabir Laluhu)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2354 seconds (0.1#10.140)