ORI, Simbol Kemerdekaan Negara

Senin, 30 Oktober 2023 - 14:28 WIB
loading...
A A A
“Kekalutan yang ditinggalkan oleh Jepang di atas lapangan ekonomi, bukan kepalang. Kekalutan warisan Jepang di atas lapangan keuangan, tiada hingganya. Beribu juta uang Jepang beredar di dalam Republik, dan beribu juta uang Jepang ini menghambat segala usaha untuk memulai pembersihan ekonomi.”

Penggalan pidato Presiden pertama RI di atas menggambarkan betapa beratnya perjuangan pemerintah dan bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan. Bukan hanya perjuangan fisik menghadapi tentara Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia setelah Jepang menyatakan menyerah kepada Sekutu. Bahkan upaya untuk membangun ekonomi melalui penggunaan mata uang asli Indonesia menemui tantangan yang berat.

Satu tahun kemudian, pada tanggal 17 Agustus 1947 (DBR Jilid II halaman 26) Bung Karno mengatakan, “Di dalam segala pergeseran kekuatan dan percobaan yang kita deritai, untuk menempatkan Republik kita di dunia internasional, maka kemajuan tenaga di dalam, terus-menerus berjalan. Konferensi Pemuda Perbagai Bangsa dilangsungkan di Yogyakarta. Uang Republik pada tanggal 26 Oktober 1946 jam 24.00 mulai beredar, pengendalian harga dicoba dengan berbagai aturan.”

Menteri Keuangan melalui keputusan tanggal 29 Oktober 1946 menetapkan berlakunya ORI secara sah mulai 30 Oktober 1946 pukul 00.00. Jadi, sebetulnya meskipun ORI mulai beredar sejak 26 Oktober 1946, uang tersebut baru sah digunakan tanggal 30 Oktober 1946. Momen tanggal 30 Oktober inilah yang kemudian diperingati sebagai Hari Oeang Republik Indonesia (HORI).

Pada detik-detik diluncurkankannya ORI, Wakil Presiden Mohammad Hatta memberikan pidatonya pada 29 Oktober 1946 melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta yang menggelorakan semangat bangsa Indonesia sebagai negara berdaulat dengan diterbitkannya mata uang ORI.

“Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi tanah air kita. Rakyat kita menghadapi penghidupan baru. Besok mulai beredar Oeang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah.”

Bung Hatta melanjutkan,” Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang sah, tidak laku lagi. Beserta uang Jepang itu ikut pula tidak laku uang Javasche Bank. Dengan ini, tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Uang sendiri itu adalah tanda kemerdekaan Negara.”



Selain sebagai alat tukar, uang juga menunjukkan identitas suatu bangsa. Ia melambangkan kedaulatan. Setiap negara mempunyai uang yang tentunya lekat dengan sejarah bangsa itu sendiri. Hal tersebut tecermin, antara lain, melalui gambar atau lambang yang tertera dalam uang baik logam maupun kertas. Oleh karenanya, kita tentu menolak upaya merusak uang dengan maksud untuk merendahkan kehormatannya.

Pasal 25 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menyatakan, “Setiap orang dilarang merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara.”
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2041 seconds (0.1#10.140)