Hoaks Invasi China Ikutan Pemilu Dinilai Bisa Rusak Proses Demokrasi Pilpres 2024
loading...
A
A
A
"Nah dari situ maka kelihatan bahwa kalau udah tahu bahwa ada beberapa berita-berita yang hoaks, berita-berita yang benar untuk pemula bisa dipilah-pilah, maka akan muncul satu sikap yang benar. Yang kedua antisipasi untuk hoaks itu tidak menyebar untuk kita, harus mengecek kembali informasi," ungkapnya.
Sementera itu, praktisi komunikasi dari Uhamka Gilang Kumari Putra menyatakan bahwa dalam teori komunikasi yakni bukan bicara baik atau tidak baik melainkan efektif atau tidak efektif dalam menyampaikan pesan kepada khalayak.
"Hoaks di sekitar kita itu jangan-jangan bagi sebagian orang menjadi sebuah komunikasi yang sangat efektif. Nah persoalannya adalah tadi disampaikan juga sama Cak Nas bahwa ini memang ada yang diuntungkan gitu ya,” ujarnya.
“Ada yang menikmati ketika hoaks itu misalnya dia ini pendukung si A, pasti akan senang tuh diberikan informasi-informasi. Ini kita bicara soal komunikasi efektif atau tidak efektif. Nah hoaks hari ini bagi sebagian orang dianggap sebagai komunikasi yang efektif," sambungnya.
Ketika hoaks menjadi sebuah komunikasi yang efektif, ditegaskannya maka tentu akan sangat berbahaya di masyarakat, sehingga hoaks dianggap menjadi suatu yang bias. Hal yang sangat negatif dan di luar perspektif kebenaran justru dianggap hal yang biasa.
"Jadi masyarakat kita itu, lalu ketika menerima informasi informasi negatif dan dia senang dengan informasi itu maka dia sekadar share saja. Dia tidak aware ya tidak peduli itu saya jadi bagian informasi. Dalam sebuah diskusi, saya pernah sampaikan bahwa influencer tidak boleh menjadi buzzer. Terus apa jawaban teman teman ya? Mungkin bagi orang yang menganggap kami buzzer kami influencer, di balik-balik," ujarnya.
"Jadi keluar dari logika berpikir kita bahwa pertama orang menganggap hoaks itu sebagai sebuah komunikasi yang efektif, ada lima ketika bicara komunikasi, bicara komunikator, bicara komunikan, bicara pesan, bicara media, bicara feedback. Jadi orang tuh kadang berpikir yang paling penting feedbacknya, makin benci sama lawan makin bagus. Padahal dalam komunikasi itu ada unsur unsur lain sebelum sampai feedback," pungkasnya.
Di akhir acara, dalam diskusi ini, pemuda yang tergabung dalam Barisan Anak Timur (BAT) melakukan deklarasi dukung pemilu damai yang menyampaikan tiga poin. Pertama, menjaga keutuhan dan persatuan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kedua, sukseskan pemilu 2024 yang bermartabat, aman, damai tanpa hoaks, ujaran kebencian, money politik, politisasi agama dan etnis. Ketiga, lawan hoaks dan disinformasi di medsos seperti hoaks invasi China ikutan pemilu karena dapat merusak proses demokrasi. Saring sebelum sharing.
Sementera itu, praktisi komunikasi dari Uhamka Gilang Kumari Putra menyatakan bahwa dalam teori komunikasi yakni bukan bicara baik atau tidak baik melainkan efektif atau tidak efektif dalam menyampaikan pesan kepada khalayak.
"Hoaks di sekitar kita itu jangan-jangan bagi sebagian orang menjadi sebuah komunikasi yang sangat efektif. Nah persoalannya adalah tadi disampaikan juga sama Cak Nas bahwa ini memang ada yang diuntungkan gitu ya,” ujarnya.
“Ada yang menikmati ketika hoaks itu misalnya dia ini pendukung si A, pasti akan senang tuh diberikan informasi-informasi. Ini kita bicara soal komunikasi efektif atau tidak efektif. Nah hoaks hari ini bagi sebagian orang dianggap sebagai komunikasi yang efektif," sambungnya.
Ketika hoaks menjadi sebuah komunikasi yang efektif, ditegaskannya maka tentu akan sangat berbahaya di masyarakat, sehingga hoaks dianggap menjadi suatu yang bias. Hal yang sangat negatif dan di luar perspektif kebenaran justru dianggap hal yang biasa.
"Jadi masyarakat kita itu, lalu ketika menerima informasi informasi negatif dan dia senang dengan informasi itu maka dia sekadar share saja. Dia tidak aware ya tidak peduli itu saya jadi bagian informasi. Dalam sebuah diskusi, saya pernah sampaikan bahwa influencer tidak boleh menjadi buzzer. Terus apa jawaban teman teman ya? Mungkin bagi orang yang menganggap kami buzzer kami influencer, di balik-balik," ujarnya.
"Jadi keluar dari logika berpikir kita bahwa pertama orang menganggap hoaks itu sebagai sebuah komunikasi yang efektif, ada lima ketika bicara komunikasi, bicara komunikator, bicara komunikan, bicara pesan, bicara media, bicara feedback. Jadi orang tuh kadang berpikir yang paling penting feedbacknya, makin benci sama lawan makin bagus. Padahal dalam komunikasi itu ada unsur unsur lain sebelum sampai feedback," pungkasnya.
Di akhir acara, dalam diskusi ini, pemuda yang tergabung dalam Barisan Anak Timur (BAT) melakukan deklarasi dukung pemilu damai yang menyampaikan tiga poin. Pertama, menjaga keutuhan dan persatuan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kedua, sukseskan pemilu 2024 yang bermartabat, aman, damai tanpa hoaks, ujaran kebencian, money politik, politisasi agama dan etnis. Ketiga, lawan hoaks dan disinformasi di medsos seperti hoaks invasi China ikutan pemilu karena dapat merusak proses demokrasi. Saring sebelum sharing.
(rca)