Hoaks Invasi China Ikutan Pemilu Dinilai Bisa Rusak Proses Demokrasi Pilpres 2024

Kamis, 26 Oktober 2023 - 21:48 WIB
loading...
Hoaks Invasi China Ikutan...
Hoaks mengenai invansi warga negara asing (WNA) asal China bisa ikut pesta demokrasi Pilpres 2024 dinilai dapat merusak persatuan bangsa di tahun politik. Foto/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Hoaks mengenai invansi warga negara asing (WNA) asal China bisa ikut pesta demokrasi Pilpres 2024 dinilai dapat merusak persatuan bangsa di tahun politik. Informasi hoaks yang menciptakan disinformasi tersebut mencuat di ruang publik maupun ruang digital.

Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando EMaS mengaku mempelajari sejak lama negara-negara berdiri misalnya seperti perang dunia kedua itu ternyata muncul karena hoaks.

“Di mana diawali dari antara Jerman dan Polandia. Jadi ketika itu Jerman memprovokasi bahwa Polandia akan menyerang Jerman, padahal dilakukan oleh tentara Jerman sendiri, sehingga terjadilah perang dunia kedua," kata Fernando dalam diskusi Barisan Anak Timur (BAT) bertajuk 'Hoaks Ancaman Serius Persatuan Bangsa di Tahun Politik' di Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2023).

Dia menegaskan, banyak negara di belahan dunia terjadi konflik karena banyak hoaks, sehingga ada yang diuntungkan dari maraknya informasi-informasi yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut dinilai berdampak pada timbulnya perpecahan di negara-negara itu sendiri.

Apalagi, kata dia, Indonesia saat ini telah memasuki tahun politik. "Apalagi di tahun tahun politik ini kan masing-masing tim ini membuat tim siber. Jadi kalau kita pelajari dari pemilu-pemilu sebelumnya, ternyata mereka bukan sekadar memproduksi hoaks,” katanya.

“Bukan sekadar memproduksi kepentingan-kepentingan untuk mempromosikan calon presiden wakil presiden yang akan mereka usung, tetapi juga bagaimana memanage dari lawan-lawannya dengan memberi memberikan informasi-informasi yang tidak tepat terkait dengan capres dan cawapres lawan politiknya," sambungnya.

Dia mengungkapkan ada pihak yang diuntungkan dalam masalah tersebut. Dia menuturkan, hoaks semakin banyak menyebar dan semakin bisa dinikmati.

“Jadi hidup dan mati manusia itu bukan hanya pada mulutnya saja sekarang, tetapi pada jempolnya, karena ada di tangannya sekarang. Jadi tinggal sekali klik dia bisa menyebarkan informasi yang benar atau juga bisa menyebarkan informasi yang tidak benar itu," imbuhnya.

Memasuki tahun politik, kata dia, publik kini kembali dihadapi dengan banyaknya berita-berita hoaks khususnya warga China bisa ikut pemilu. Ia menilai ada suatu agenda tersembunyi mengapa isu ini kerap diproduksi ulang.

Padahal, menurutnya, isu hoaks ini sudah pernah muncul sejak lama bahkan sejak tahun-tahun sebelumnya. "Kalau kita lihat ini persaingan negara-negara kuat. Di dunia ini kan ada 2 kutub sekarang ini kan kalau kita lihat ada Amerika ada China. Ya kita tidak bisa menutup mata kita tidak bisa memungkiri bagaimana negara negara adidaya ini juga memberikan pengaruhnya di negara seperti kita Indonesia melalui pemilu,” tegasnya.

“Dan kita tidak bisa menutup mata juga bagaimana pemerintah saat ini kalau kita lihat lebih cenderung banyak bekerja sama dengan China, makanya ini produksi hoaks ini oleh lawan politiknya Pak Jokowi. Sehingga seperti tadi mungkin banyak hoaks TKA China, (WNA China dapat) KTP," tambahnya.

Namun, lanjut dia, tidak bisa dibuktikan kebenaran itu. “Jadi inilah memang karena untuk kepentingan-kepentingan menjatuhkan lawan politiknya sehingga hoaks itu diproduksi termasuk saat ini karena yang lebih mudah dimanfaatkan adalah karena Pak Jokowi lebih dianggap kepada China," tegasnya.

Sementara itu, Cendekiawan Nahdlatul Ulama Nur Ahmad Satria atau kerap disapa Gus Nas menilai para penebar kebohongan memiliki kelihaian baik secara psikologi maupun logika berpikir untuk memberikan harapan kepada audiens dengan serangan-serangan berita hoaks yang diproduksinya. Sehingga para penerima itu seolah-olah merasa puas dengan informasi tersebut.

"Fenomena munculnya hoaksi ini memang ada unsur pandangan negatif kepada siapa pun yang dianggap beda dengan dirinya. Contoh ada orang yang tidak pro dengan Pak Jokowi tahu pasarnya itu pasar orang yang tidak cocok dengan Jokowi, yang anti Jokowi," katanya.

Mengenai hoaks WNA China, Gus Nas teringat proxy war bagaimana kemudian negara adidaya mengadu domba suatu bangsa dengan tidak menggunakan tangannya sendiri, namun menggunakan tangan orang atau negara lain. "Cuma kita enggak menyadari bahwa kita diadu domba. Ini kepentingan Amerika kepentingan China bermain di Pemilu tahun 2024, pasti,” katanya.

“Maka saya bilang siapa yang didukung oleh Amerika, siapa yang didukung oleh China juga mulai terlihat. Makanya kalau isu-isu yang dilemparkan kelompok yang mengatakan pro dengan China itu pasti grupnya yang dibeking oleh Amerika itu atau sebaliknya," jelasnya.

Dia mengimbau jangan terjebak oleh permainan global yang menguntungkan pihak global. “Kasus di Syria seperti Arab Spring itu jelaskan gara-gara hoaks sampai detik ini kan berantakan di Suriah. Ini betul betul perlu diantisipasi perlu diseret perlu disaring perlu dipahami bahwa ini apakah ada agenda di balik sebauh pandangan negatif,” jelasnya.

Kemudian, lanjut Gus Nas, ada istilah yang namanya troling, yakni ada pihak yang sangat senang kalau melihat lawan atau orang menderita. Hal ini kata dia, orang punya memiliki karakter biadab.

"Suka kalau ada orang susah. Ini kan payah, bangsa apa kita ini? Oleh karena itu perlu ada ketegasan. Hoaks itu cara yang paling murah untuk menjatuhkan lawan. Apalagi kalau musim ini kecerdasan buatan itu yang berbahaya. Kalau kita enggak aktif betul memahami mana betul mana yang tidak," ujarnya.

Dia menambahkan, bangsa Indonesia harus kritis terhadap apa pun yang punya kecenderungan provokasi, cara-cara provokasi yang kemudian dibuat untuk memancing banyak pihak di tahun politik.

"Nah dari situ maka kelihatan bahwa kalau udah tahu bahwa ada beberapa berita-berita yang hoaks, berita-berita yang benar untuk pemula bisa dipilah-pilah, maka akan muncul satu sikap yang benar. Yang kedua antisipasi untuk hoaks itu tidak menyebar untuk kita, harus mengecek kembali informasi," ungkapnya.

Sementera itu, praktisi komunikasi dari Uhamka Gilang Kumari Putra menyatakan bahwa dalam teori komunikasi yakni bukan bicara baik atau tidak baik melainkan efektif atau tidak efektif dalam menyampaikan pesan kepada khalayak.

"Hoaks di sekitar kita itu jangan-jangan bagi sebagian orang menjadi sebuah komunikasi yang sangat efektif. Nah persoalannya adalah tadi disampaikan juga sama Cak Nas bahwa ini memang ada yang diuntungkan gitu ya,” ujarnya.

“Ada yang menikmati ketika hoaks itu misalnya dia ini pendukung si A, pasti akan senang tuh diberikan informasi-informasi. Ini kita bicara soal komunikasi efektif atau tidak efektif. Nah hoaks hari ini bagi sebagian orang dianggap sebagai komunikasi yang efektif," sambungnya.

Ketika hoaks menjadi sebuah komunikasi yang efektif, ditegaskannya maka tentu akan sangat berbahaya di masyarakat, sehingga hoaks dianggap menjadi suatu yang bias. Hal yang sangat negatif dan di luar perspektif kebenaran justru dianggap hal yang biasa.

"Jadi masyarakat kita itu, lalu ketika menerima informasi informasi negatif dan dia senang dengan informasi itu maka dia sekadar share saja. Dia tidak aware ya tidak peduli itu saya jadi bagian informasi. Dalam sebuah diskusi, saya pernah sampaikan bahwa influencer tidak boleh menjadi buzzer. Terus apa jawaban teman teman ya? Mungkin bagi orang yang menganggap kami buzzer kami influencer, di balik-balik," ujarnya.

"Jadi keluar dari logika berpikir kita bahwa pertama orang menganggap hoaks itu sebagai sebuah komunikasi yang efektif, ada lima ketika bicara komunikasi, bicara komunikator, bicara komunikan, bicara pesan, bicara media, bicara feedback. Jadi orang tuh kadang berpikir yang paling penting feedbacknya, makin benci sama lawan makin bagus. Padahal dalam komunikasi itu ada unsur unsur lain sebelum sampai feedback," pungkasnya.

Di akhir acara, dalam diskusi ini, pemuda yang tergabung dalam Barisan Anak Timur (BAT) melakukan deklarasi dukung pemilu damai yang menyampaikan tiga poin. Pertama, menjaga keutuhan dan persatuan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Kedua, sukseskan pemilu 2024 yang bermartabat, aman, damai tanpa hoaks, ujaran kebencian, money politik, politisasi agama dan etnis. Ketiga, lawan hoaks dan disinformasi di medsos seperti hoaks invasi China ikutan pemilu karena dapat merusak proses demokrasi. Saring sebelum sharing.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2102 seconds (0.1#10.140)