MK Puji Gugatan Dosen PTS yang Perjuangkan Gaji Setara dengan PTN
loading...
A
A
A
Gugatan dilakukan karena terjadinya perlakuan yang berbeda terhadap dalam lingkup profesi dosen. Di mana sebagai dosen PTS, pengaturan upah mengikuti besaran UMK dan UU Ketenagakerjaan. Hal itu berbeda-beda penetapan besaran gaji pokoknya di setiap daerah. Sementara terhadap dosen pada PTN memiliki pengaturan terhadap besaran upah yang sama dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2019 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.
"Artinya ada perlakuan yang tidak sama terhadap profesi dosen yang dialami oleh pemohon di mana sebagai dosen padaPTS menjadi tidak ada jaminan terhadap besaran upah yang sama di setiap daerah karena terhadap dosen swasta tidak memiliki aturan yang seragam sebagaimana aturan terhadap dosen PNS sebagaimana diatur pada PP 15/2019," beber Viktor Santoso Tandiasa kuasa hukum Teguh Satya Bhakti.
Viktor menegaskan pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam suatu bangsa. Karena pendidikan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan ini merupakan salah satu tujuan dan cita-cita dari bangsa Indonesia, yang telah tercantum dalam alinea ke-empat pembukaan UUD 1945.
"Untuk mewujudkan dari cita-cita bangsa ini, maka pemerintah dapat menjalankannya dengan membuat peraturan untuk mengatur pengelolaan, penyelengaraan pendidikan, selain itu masyarakat juga mempunyai kewajiban yang dapat diterapkan melalui pendirian dan penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta," ungkap Viktor.
Namun, Pasal 70 ayat (3) UU 12/2012 yang menyebutkan "Badan penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberikan gaji pokok serta tunjangan kepada Dosen dan tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
"Ketentuan ini tidak memberikan jaminan dan kepastian hukum yang adil karna tidak dapat menjamin pemberian gaji pokok serta tunjangan oleh badan penyelenggara kepada dosen dan tenaga kependidikan dapat dipenuhi secara layak dan optimal," urai Viktor.
Termasuk Pasal 89 ayat (1) huruf b UU 12/2012 yang berbunyi "Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dialokasikan untuk PTS, sebagai bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan".
Oleh sebab itu, Teguh meminta MK menyatakan Pasal 70 ayat (3) UU Pendidikan Tinggi sepanjang frasa 'sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan' adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'Yang dananya bersumber dari dana Pendidikan Tinggi yang disubsidi oleh pemerintah kepada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat'
"Menyatakan Pasal 89 ayat (1) huruf b UU Pendidikan Tinggi sepanjang frasa 'sebagai bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan' bertentangan dengan UU 1945 sepanjang tidak dimaknai 'sebagai bantuan biaya gaji pokok Dosen, tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan'," katanya.
"Artinya ada perlakuan yang tidak sama terhadap profesi dosen yang dialami oleh pemohon di mana sebagai dosen padaPTS menjadi tidak ada jaminan terhadap besaran upah yang sama di setiap daerah karena terhadap dosen swasta tidak memiliki aturan yang seragam sebagaimana aturan terhadap dosen PNS sebagaimana diatur pada PP 15/2019," beber Viktor Santoso Tandiasa kuasa hukum Teguh Satya Bhakti.
Viktor menegaskan pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam suatu bangsa. Karena pendidikan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan ini merupakan salah satu tujuan dan cita-cita dari bangsa Indonesia, yang telah tercantum dalam alinea ke-empat pembukaan UUD 1945.
"Untuk mewujudkan dari cita-cita bangsa ini, maka pemerintah dapat menjalankannya dengan membuat peraturan untuk mengatur pengelolaan, penyelengaraan pendidikan, selain itu masyarakat juga mempunyai kewajiban yang dapat diterapkan melalui pendirian dan penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta," ungkap Viktor.
Namun, Pasal 70 ayat (3) UU 12/2012 yang menyebutkan "Badan penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberikan gaji pokok serta tunjangan kepada Dosen dan tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
"Ketentuan ini tidak memberikan jaminan dan kepastian hukum yang adil karna tidak dapat menjamin pemberian gaji pokok serta tunjangan oleh badan penyelenggara kepada dosen dan tenaga kependidikan dapat dipenuhi secara layak dan optimal," urai Viktor.
Termasuk Pasal 89 ayat (1) huruf b UU 12/2012 yang berbunyi "Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dialokasikan untuk PTS, sebagai bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan".
Oleh sebab itu, Teguh meminta MK menyatakan Pasal 70 ayat (3) UU Pendidikan Tinggi sepanjang frasa 'sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan' adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'Yang dananya bersumber dari dana Pendidikan Tinggi yang disubsidi oleh pemerintah kepada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat'
"Menyatakan Pasal 89 ayat (1) huruf b UU Pendidikan Tinggi sepanjang frasa 'sebagai bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan' bertentangan dengan UU 1945 sepanjang tidak dimaknai 'sebagai bantuan biaya gaji pokok Dosen, tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan'," katanya.
(cip)