Pengamat: Isu Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres Peluang Naiknya Elektabilitas Ganjar Pranowo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Politik yang juga Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti menyebut isu gugatan batas usia capres dan cawapres dapat menjadi peluang naiknya elektabilitas Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. Sebab masyarakat sangat concern terhadap isu yang menyalahi nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
Diketahui pengurus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengubah regulasi terkait batas usia tersebut.
Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 169 huruf q tentang Pemilu mengatur batas usia capres dan cawapres paling rendah adalah 40 tahun. Menurut PSI, batas usia tersebut seharusnya tidak berlaku pada Pemilu 2024.
Dalam permohonan kepada Mahkamah Konstitusi (MK), PSI mengajukan uji materi terhadap UU tersebut. Mereka mengajukan perubahan batas usia dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
"Situasi yang seperti sekarang ini menurut saya bisa mendongkrak elektabilitas Ganjar karena di kita pemilihnya pemurah. Kalau dilecehkan, diprank itu simpati publik menguat," ujar Ray dalam diskusi media Para Syndicate di Jakarta, Minggu (15/10/2023).
Sehingga untuk langkah selanjutnya adalah tinggal upaya PDIP dan Ganjar Pranowo untuk mengakapitalisasi isu tersebut.
"Itu soal pandai-pandainya PDIP dan Ganjar makanya saya menyebutkan secara terbuka sekarang karena bisa negatif kepada mereka tapi perlahan-lahan dilakukan sambil terus mengkapitalisasi situasi seolah-olah diprank oleh Pak Jokowi itu," jelas dia.
"Ini soal kapatilasasi sejauh mana, kemampuan kapitalisasinya Ganjar untuk menaikkan elektabilitas mereka tapi peluang itu ada sekarang," sambungnya.
Lebih lanjut, dia memberikan dugaan setidaknya ada lima skenario yang akan diambil oleh PDIP ke depan. Pertama mengevaluasi keanggotaan Gibran Rakabuming Raka di PDIP.
"Pilihannya tetap atau dikeluarkan. Gibran bisa dikeluarkan kerja politik yang enggak jelas. Lalu menolak diangkat tim kampanye oleh Ganjar Pranowo bisa dibuat sanksi," katanya.
Sama halnya dengan menantunya Jokowi akan dibuat mandek dan tidak dicalonkan lagi oleh PDIP dalam pilkada selanjutnya. "Bobby dugaan saya tetap di PDIP dan mandek, besar kemungkinan akan keluar. PDIP berpikir ulang untuk menjadi calon gubernur di Pilkada 2024," jelas dia.
Kedua, keanggotaan Jokowi akan dipasifkan. Bahkan, PDIP ke depan tidak melibatkan Jokowi dan mulai mengeluarkan sosok Jokowi dari hadapan Ganjar Pranowo.
"Pak Jokowi lebih sering berdekatan dengan Prabowo, Ganjar naik kok, tetapi memberi keyakinan Ganjar dan PDIP jalan tanpa ada wajah Jokowi. Besar dugaan saya keanggotaan di PDIP akan dipasifkan, tapi tetap anggota PDIP," paparnya.
Langkah ketiga, menarik satu atau dua kader PDIP dari kabinet Jokowi secara tidak formal. "Misalnya menteri bersangkutan menyatakan mundur dengan alasan sibuk kampanye. Langkah elegan tidak seperti orang ngambek," ucap dia.
Keempat, adanya rekomposisi oposisi dan pendukung Pemerintahan Jokowi. "Kalau terjadi bisa-bisa posisi Pak Jokowi akan lebih sulit sebab kalau rekomposisi terjadi. Artinya akan ada oposisi Pak Jokowi dari 5 parpol, PDIP, PKB, PKS, Nasdem, dan PPP," terangnya.
Terakhir, dia menduga baik keputusan MK sulit dikabulkan karena dibutuhkan persetujuan dari DPR. "Kalau MK memutuskan putusannya mengabulkan permohonan dengan berbagai reaksi belum tentu lolos di DPR. Ada revisi umumnya harus melalui persetujuan DPR," kata dia.
"Kenyataannya jalannya secara politik tak mudah lagi, komposisi dan oposisi Pak Jokowi secara informal besar kemungkinan sudah berubah dengan kondisi politik sekarang," tutup dia.
Diketahui pengurus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengubah regulasi terkait batas usia tersebut.
Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 169 huruf q tentang Pemilu mengatur batas usia capres dan cawapres paling rendah adalah 40 tahun. Menurut PSI, batas usia tersebut seharusnya tidak berlaku pada Pemilu 2024.
Dalam permohonan kepada Mahkamah Konstitusi (MK), PSI mengajukan uji materi terhadap UU tersebut. Mereka mengajukan perubahan batas usia dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
"Situasi yang seperti sekarang ini menurut saya bisa mendongkrak elektabilitas Ganjar karena di kita pemilihnya pemurah. Kalau dilecehkan, diprank itu simpati publik menguat," ujar Ray dalam diskusi media Para Syndicate di Jakarta, Minggu (15/10/2023).
Sehingga untuk langkah selanjutnya adalah tinggal upaya PDIP dan Ganjar Pranowo untuk mengakapitalisasi isu tersebut.
"Itu soal pandai-pandainya PDIP dan Ganjar makanya saya menyebutkan secara terbuka sekarang karena bisa negatif kepada mereka tapi perlahan-lahan dilakukan sambil terus mengkapitalisasi situasi seolah-olah diprank oleh Pak Jokowi itu," jelas dia.
"Ini soal kapatilasasi sejauh mana, kemampuan kapitalisasinya Ganjar untuk menaikkan elektabilitas mereka tapi peluang itu ada sekarang," sambungnya.
Lebih lanjut, dia memberikan dugaan setidaknya ada lima skenario yang akan diambil oleh PDIP ke depan. Pertama mengevaluasi keanggotaan Gibran Rakabuming Raka di PDIP.
"Pilihannya tetap atau dikeluarkan. Gibran bisa dikeluarkan kerja politik yang enggak jelas. Lalu menolak diangkat tim kampanye oleh Ganjar Pranowo bisa dibuat sanksi," katanya.
Sama halnya dengan menantunya Jokowi akan dibuat mandek dan tidak dicalonkan lagi oleh PDIP dalam pilkada selanjutnya. "Bobby dugaan saya tetap di PDIP dan mandek, besar kemungkinan akan keluar. PDIP berpikir ulang untuk menjadi calon gubernur di Pilkada 2024," jelas dia.
Kedua, keanggotaan Jokowi akan dipasifkan. Bahkan, PDIP ke depan tidak melibatkan Jokowi dan mulai mengeluarkan sosok Jokowi dari hadapan Ganjar Pranowo.
"Pak Jokowi lebih sering berdekatan dengan Prabowo, Ganjar naik kok, tetapi memberi keyakinan Ganjar dan PDIP jalan tanpa ada wajah Jokowi. Besar dugaan saya keanggotaan di PDIP akan dipasifkan, tapi tetap anggota PDIP," paparnya.
Langkah ketiga, menarik satu atau dua kader PDIP dari kabinet Jokowi secara tidak formal. "Misalnya menteri bersangkutan menyatakan mundur dengan alasan sibuk kampanye. Langkah elegan tidak seperti orang ngambek," ucap dia.
Keempat, adanya rekomposisi oposisi dan pendukung Pemerintahan Jokowi. "Kalau terjadi bisa-bisa posisi Pak Jokowi akan lebih sulit sebab kalau rekomposisi terjadi. Artinya akan ada oposisi Pak Jokowi dari 5 parpol, PDIP, PKB, PKS, Nasdem, dan PPP," terangnya.
Terakhir, dia menduga baik keputusan MK sulit dikabulkan karena dibutuhkan persetujuan dari DPR. "Kalau MK memutuskan putusannya mengabulkan permohonan dengan berbagai reaksi belum tentu lolos di DPR. Ada revisi umumnya harus melalui persetujuan DPR," kata dia.
Baca Juga
"Kenyataannya jalannya secara politik tak mudah lagi, komposisi dan oposisi Pak Jokowi secara informal besar kemungkinan sudah berubah dengan kondisi politik sekarang," tutup dia.
(kri)