Cegah Terorisme dan Separatisme, Pengamat Minta Starlink Ikuti Regulasi di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana hadirnya internet provider milik Elon Musk Starlink ke Indonesia menjadi pembahasan sejumlah pihak. Salah satunya mengenai pentingnya keamanan siber dan antisipasi ancaman terorisme.
Ketua Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) Muhamad Syauqillah mempersilahkan jika siapa pun dan perusahaan apa pun dapat berinvestasi di Indonesia. Namun, Syauqillah menekankan harus benar-benar mengikuti aturan yang berlaku.
"Saya tidak mempermasalahkan jika ada investasi (provider internet) Starlink ke Indonesia selama mengikuti aturan-aturan kita, itu yang fundamental," papar Syauqi akrab disapa, Jumat (6/10/2023).
Syauqi mengatakan, Indonesia menjadi salah satu market terbesar dari sisi konsumsi penggunaan internet. Ada sisi positif dalam pemerataan digital seluruh Indonesia jika memang Starlink dapat mewadahinya.
Seperti diketahui, Starlink masuk di Indonesia dengan skema bisnis B2B. Namun, wacana Starlink akan memberikan layanan langsung ke masyarakat menimbulkan pro dan kontra, terutama keamanan siber Indonesia. Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan, pihaknya akan mengkaji secara mendalam aturan-aturan yang harus diikuti oleh Starlink.
Syauqi menambahkan, jika aturan-aturan yang diminta pemerintah diabaikan Starlink maka risiko terbesar yakni bebasnya filterisasi atau pengaturan konten yang menyebabkan riskannya keamanan negara. "Data tahun 2022, tercatat ada 190.000 konten radikal, intoleran, dan bernuansa teror. Bayangkan jika saluran internetnya kita tak punya kendali, itu seperti apa, kita punya kendali saja sangat masif sekali," beber Syauqi.
Pakar terorisme dan siber dari Universitas Indonesia ini tidak menyangkal bahwa ranah siber telah digunakan oleh para pelaku terorisme dan radikalisme untuk mengelola dan mengoordinasikan kegiatan mereka di Indonesia.
Bahkan tidak tanggung-tanggung, kelompok teroris telah memanfaatkan dark web sebagai media penyebaran dana untuk mendukung aksi-aksi teror di Indonesia. “Mereka (teroris) bukan orang yang nggak melek teknologi. Pendanaan teroris sudah ada melalui dark web,” ungkap Syauqi.
Tanpa adanya kendali pemerintah, Starlink dapat menjadi katalis peningkatan meningkatkan aksi terorisme di Indonesia. Tidak hanya aksi terorisme, Syauqi juga menjelaskan bahwa hadirnya Starlink ke masyarakat apalagi tanpa dipagari dengan aturan-aturan tegas, salah satunya melalui kewajiban penempatan gateway di Indonesia dan mekanisme kerja sama dengan pelaku usaha dalam negeri, akan memperbesar risiko separatisme di Papua.
“Tanpa adanya kendali pemerintah atas Starlink, jelas layanan internet ini dapat digunakan separatisme Papua untuk mengoordinasikan serangannya terhadap aparat keamanan, pemerintah dan masyarakat. Sejatinya kita tidak alergi terhadap investasi, karena punya dampak positif bagi negara, tapi Starlink harus taat dengan regulasi yang ada di Indonesia," ucapnya.
Ketua Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) Muhamad Syauqillah mempersilahkan jika siapa pun dan perusahaan apa pun dapat berinvestasi di Indonesia. Namun, Syauqillah menekankan harus benar-benar mengikuti aturan yang berlaku.
"Saya tidak mempermasalahkan jika ada investasi (provider internet) Starlink ke Indonesia selama mengikuti aturan-aturan kita, itu yang fundamental," papar Syauqi akrab disapa, Jumat (6/10/2023).
Syauqi mengatakan, Indonesia menjadi salah satu market terbesar dari sisi konsumsi penggunaan internet. Ada sisi positif dalam pemerataan digital seluruh Indonesia jika memang Starlink dapat mewadahinya.
Seperti diketahui, Starlink masuk di Indonesia dengan skema bisnis B2B. Namun, wacana Starlink akan memberikan layanan langsung ke masyarakat menimbulkan pro dan kontra, terutama keamanan siber Indonesia. Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan, pihaknya akan mengkaji secara mendalam aturan-aturan yang harus diikuti oleh Starlink.
Syauqi menambahkan, jika aturan-aturan yang diminta pemerintah diabaikan Starlink maka risiko terbesar yakni bebasnya filterisasi atau pengaturan konten yang menyebabkan riskannya keamanan negara. "Data tahun 2022, tercatat ada 190.000 konten radikal, intoleran, dan bernuansa teror. Bayangkan jika saluran internetnya kita tak punya kendali, itu seperti apa, kita punya kendali saja sangat masif sekali," beber Syauqi.
Baca Juga
Pakar terorisme dan siber dari Universitas Indonesia ini tidak menyangkal bahwa ranah siber telah digunakan oleh para pelaku terorisme dan radikalisme untuk mengelola dan mengoordinasikan kegiatan mereka di Indonesia.
Bahkan tidak tanggung-tanggung, kelompok teroris telah memanfaatkan dark web sebagai media penyebaran dana untuk mendukung aksi-aksi teror di Indonesia. “Mereka (teroris) bukan orang yang nggak melek teknologi. Pendanaan teroris sudah ada melalui dark web,” ungkap Syauqi.
Tanpa adanya kendali pemerintah, Starlink dapat menjadi katalis peningkatan meningkatkan aksi terorisme di Indonesia. Tidak hanya aksi terorisme, Syauqi juga menjelaskan bahwa hadirnya Starlink ke masyarakat apalagi tanpa dipagari dengan aturan-aturan tegas, salah satunya melalui kewajiban penempatan gateway di Indonesia dan mekanisme kerja sama dengan pelaku usaha dalam negeri, akan memperbesar risiko separatisme di Papua.
“Tanpa adanya kendali pemerintah atas Starlink, jelas layanan internet ini dapat digunakan separatisme Papua untuk mengoordinasikan serangannya terhadap aparat keamanan, pemerintah dan masyarakat. Sejatinya kita tidak alergi terhadap investasi, karena punya dampak positif bagi negara, tapi Starlink harus taat dengan regulasi yang ada di Indonesia," ucapnya.
(cip)