Mengharukan, Jenderal Kopassus Ini Bertemu Bekas Musuh Paling Ditakuti di Medan Operasi Kalimantan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jenderal TNI (Purn) A.M Hendropriyono merupakan tokoh militer yang sangat dikenal di TNI AD khususnya di Korps Baret Merah Kopassus. Selain karena pernah menduduki sejumlah jabatan strategis, Hendropriyono juga dikenal sebagai prajurit pemberani di medan operasi.
Dalam operasi penumpasan kelompok bersenjata Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS)/Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) pimpinan Boong Kee Chok alias Yusuf Said di belantara hutan Kalimantan, Hendropriyono memperoleh keberhasilan yang gilang gemilang.
Abituren Akademi Militer Nasional (AMN) sekarang bernama Akademi Militer (Akmil) 1967 ini selain mampu membongkar jaringan perlawanan di Kalimantan yang berhaluan komunis juga berhasil menghabisi nyawa salah seorang pimpinan pasukan Barisan Rakyat (Bara) Sukirjan alias Siauw Ah San, kelompok bersenjata dari PGRS/Paraku pada 1973.
Dikutip dalam buku biografinya berjudul “Operasi Sandi Yudha” Hendropriyono yang kala itu berpangkat Kapten harus merayap di belantara hutan Kalimantan yang sangat lebat menuju markas Sukirjan alias Siauw Ah San. ”Jarak ke sasaran sejauh 4,5 kilometer. Kami harus merayap pada pukul 16.00 melewati semak belukar yang lebat,” kenangnya dikutip SINDOnews, Kamis (5/10/2023).
Agar tiba di sasaran tepat waktu, Hendropriyono selaku Komandan Prayudha Halilintar Kopasandha kini bernama Kopassus mengatur kecepatan merayap. Kode hijau kecepatan merayap 10 meter/menit. Kode kuning, kecepatan merayap 5 meter/menit dan kode merah yang berarti berhenti.
Namun, baru setengah jam merayap pria yang di kemudian hari menjabat kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini mendengar suara mendesis yang cukup keras. Suara tersebut ternyata berasal dari seekor ular Cobra cukup besar yang berada tak jauh dari posisinya. Setelah membeku tak bergerak beberapa saat, ular Cobra pun melintas di depannya.
Setelah merayap selama lima jam di tengah malam yang dingin dan gelap gulita, mertua dari mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa ini akhirnya bisa mendekati sasaran. “Tak terasa sudah lebih lima jam lamanya kami merayap. Saya lihat arloji menunjukkan waktu pukul 22.25 berarti masih jauh untuk membuka serangan pada jam 04.00. Berarti kami harus membeku lumayan lama di malam hari yang gelap dan dingin,” tuturnya.
Prajurit Kopassus melakukan patroli di pedalaman hutan Kalimantan. Foto/istimewa
Dalam operasi penumpasan kelompok bersenjata Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS)/Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) pimpinan Boong Kee Chok alias Yusuf Said di belantara hutan Kalimantan, Hendropriyono memperoleh keberhasilan yang gilang gemilang.
Abituren Akademi Militer Nasional (AMN) sekarang bernama Akademi Militer (Akmil) 1967 ini selain mampu membongkar jaringan perlawanan di Kalimantan yang berhaluan komunis juga berhasil menghabisi nyawa salah seorang pimpinan pasukan Barisan Rakyat (Bara) Sukirjan alias Siauw Ah San, kelompok bersenjata dari PGRS/Paraku pada 1973.
Dikutip dalam buku biografinya berjudul “Operasi Sandi Yudha” Hendropriyono yang kala itu berpangkat Kapten harus merayap di belantara hutan Kalimantan yang sangat lebat menuju markas Sukirjan alias Siauw Ah San. ”Jarak ke sasaran sejauh 4,5 kilometer. Kami harus merayap pada pukul 16.00 melewati semak belukar yang lebat,” kenangnya dikutip SINDOnews, Kamis (5/10/2023).
Agar tiba di sasaran tepat waktu, Hendropriyono selaku Komandan Prayudha Halilintar Kopasandha kini bernama Kopassus mengatur kecepatan merayap. Kode hijau kecepatan merayap 10 meter/menit. Kode kuning, kecepatan merayap 5 meter/menit dan kode merah yang berarti berhenti.
Namun, baru setengah jam merayap pria yang di kemudian hari menjabat kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini mendengar suara mendesis yang cukup keras. Suara tersebut ternyata berasal dari seekor ular Cobra cukup besar yang berada tak jauh dari posisinya. Setelah membeku tak bergerak beberapa saat, ular Cobra pun melintas di depannya.
Setelah merayap selama lima jam di tengah malam yang dingin dan gelap gulita, mertua dari mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa ini akhirnya bisa mendekati sasaran. “Tak terasa sudah lebih lima jam lamanya kami merayap. Saya lihat arloji menunjukkan waktu pukul 22.25 berarti masih jauh untuk membuka serangan pada jam 04.00. Berarti kami harus membeku lumayan lama di malam hari yang gelap dan dingin,” tuturnya.
Prajurit Kopassus melakukan patroli di pedalaman hutan Kalimantan. Foto/istimewa