Paksakan Presidential Threshold 20%, Pemerintah Dinilai Keliru

Sabtu, 08 Juli 2017 - 15:32 WIB
Paksakan Presidential...
Paksakan Presidential Threshold 20%, Pemerintah Dinilai Keliru
A A A
JAKARTA - Pandangan pemerintah yang memaksakan ambang batas pencalonan presiden (residential threshold) dinilai keliru. Mulai tahun 2019, pemilu legislatif dan pemilu presiden digelar serentak sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan, pemerintah beralasan tetap mempertahankan presidential threshold 20 persen demi kemajuan demokrasi. Padahal kata dia, ada tafsir lain yang menilai bahwa semakin kecil Presidential Threshold, maka semakin maju demokrasinya.

"Pemerintah punya pandangan yang lain, presidential thresholdnya harus tetap 20%, mundur demokrasinya. Itu yang menurut saya keliru," ujar‎ Lukman saat menghadiri acara halalbihalal di Kediaman Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (8/7/2017).

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyarankan, sebaiknya ambang batas parlemen (parliamentary threshold) diperbesar, sementara presidential threshold diperkecil. Menurutnya ‎penghapusan presidential threshold bisa meningkatkan partisipasi politik. (Baca: Alasan Gerindra Konsisten dengan Presidential Threshold 0%)

"Itu kita anggap kemajuan konsolidasi demokrasi," tutur Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKB ini.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1151 seconds (0.1#10.140)