Alasan Jaksa KPK Tolak Wahyu Setiawan Jadi Justice Collaborator

Senin, 03 Agustus 2020 - 18:01 WIB
loading...
Alasan Jaksa KPK Tolak...
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menolak JC (Justice Collaborator) yang diajukan terdakwa mantan Komisioner Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak JC (Justice Collaborator) yang diajukan terdakwa mantan Komisioner Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.

(Baca juga: Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan Dituntut 8 Tahun Penjara)

"Kami selaku Penuntut Umum menilai bahwa, Terdakwa I tidak layak untuk dapat ditetapkan sebagai JC (Justice Collaborator) karena yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam SEMA Nomor 04 tahun 2011," ujar Jaksa Sigit Waseso dalam persidangan, Senin (3/8/2020).

(Baca juga: Satgas Corona Sebut Persentase Kematian Turun Jadi 4,7%)

Jaksa KPK memberikan pendapat dengan berpedoman pada ketentuan SEMA Nomor 04 Tahun 2011 yang mengatur tata cara penetapan terhadap 'saksi pelaku yang bekerja sama' (Justice Collaborator), yaitu harus memenuhi syarat-syarat.

Syarat itu antara lain, yang bersangkutan bukanlah pelaku utama (perannya sangat kecil), bersikap kooperatif dalam membuka tindak pidana yang melibatkan dirinya maupun pihak-pihak lain yang mempunyai peranannya lebih besar.

"Berdasarkan fakta-fakta hukum persidangan sebagaimana uraian pembahasan sebelumnya, telah dapat dibuktikan bahwa Terdakwa (Wahyu) merupakan 'pelaku utama' dalam penerimaan uang (suap) dari Saiful Bahri terkait permohonan penggantian Caleg DPR RI dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku di KPU RI," jelasnya.

"Demikian pula telah dapat dibuktikan, bahwa Terdakwa I merupakan 'pelaku utama' dalam penerimaan uang (suap) dari Rosa Muhammad Thamrin Payapo terkait proses seleksi Calon Anggota KPU Provinsi Papua Barat periode tahun 2020 - 2025," tambahnya.

Selain terbukti sebagai pelaku utama, Wahyu dinilai tidak terlalu kooperatif. Karena Wahyu tidak mengakui perbuatannya dan dinilai memberikan keterangan yang berbelit-belit dengan sejumlah bantahan.

"Seperti bantahan 'hanya bercanda' menuliskan ucapan '1.000', bantahan mengenai uang yang diterima dari Saeful Bahri tidak terkait dengan surat permohonan penggantian caleg Harun Masiku di KPU RI. Bantahan mengenai uang yang ditransfer Rosa Muhammad Thamrin Payapo adalah untuk bisnis property, dimana bantahan-bantahan tersebut sama sekali tidak beralasan karena bertentangan dengan keterangan saksi-saksi maupun alat bukti lainnya," ungkapnya.

KPU Wahyu Setiawan dituntut hukuman penjara delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sementara Agustiani Tio Fridelina yang juga merupakan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), ia dituntut dengan pidana 4,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1347 seconds (0.1#10.140)