Soal Turunan UU Kesehatan, Kemenkes Diminta Terapkan Prinsip Keadilan
loading...
A
A
A
Secara terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS), Sunny Ummul Firdaus, mengatakan, materi muatan PP adalah untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya.
"Kata-kata dari kalimat ‘sebagaimana mestinya’ menurut saya diartikan materi muatan PP tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dan bersangkutan," terangnya.
Oleh karena itu, jika amanah UU-nya adalah pengaturan, maka PP sebagai aturan pelaksananya menjabarkan pengaturan yang dimaksud, bukan lantas berdiri sendiri menjadi bersifat melarang.
"Kuncinya cuma satu, yang dibuat di PP tidak boleh bertentangan dengan UU omnibus Kesehatan. Tapi, (seharusnya) mengatur bagaimana cara melaksanakannya, bukan membuat aturan yang bertentangan," tutupnya.
Sebelumnya, Kemenkes membeberkan urgensi dari UU Kesehatan yang baru disahkan oleh DPR. Undang-undang ini dibuat sebagai solusi dari permasalahan sektor kesehatan selama ini.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengungkapkan, UU Kesehatan dibuat berawal dari berbagai temuan fakta di lapangan yang berhubungan dengan masalah-masalah kesehatan. Misalnya, tingginya biaya pengobatan beberapa penyakit yang kasusnya cukup tinggi di Indonesia, sehingga menyedot banyak anggaran.
"Kenapa undang-undang ini dibuat, karena berawal dari masalah-masalah kesehatan, dengan fakta-fakta di lapangan," ujar Syahril dalam diskusi polemik Trijaya FM bertajuk 'Menanti Arah Baru Layanan Kesehatan Masyarakat', Sabtu (15/7/2023).
"Sebagai contoh, begitu tingginya pembiayaan di bidang pengobatan. Angka penyakit jantung, diabetes, itu sangat tinggi, menyedot hampir 60 persen anggaran," lanjutnya.
Untuk itu, kata Syahril, kehadiran UU Kesehatan ini diharapkan bisa membawa angin segar di tengah berbagai masalah bidang kesehatan yang ada di Indonesia. Khususnya agar bisa lebih fokus untuk upaya preventif dan promotif.
"Sekarang kita akan ubah, bagaimana masyarakat bisa aware melalui promotif dan preventif sekaligus skrining agar mereka dapat mengetahui (penyakitnya) lebih awal. Sehingga anggaran ini lebih besar kita anggarkan ke preventif dan promotif," tuturnya.
"Kata-kata dari kalimat ‘sebagaimana mestinya’ menurut saya diartikan materi muatan PP tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dan bersangkutan," terangnya.
Oleh karena itu, jika amanah UU-nya adalah pengaturan, maka PP sebagai aturan pelaksananya menjabarkan pengaturan yang dimaksud, bukan lantas berdiri sendiri menjadi bersifat melarang.
"Kuncinya cuma satu, yang dibuat di PP tidak boleh bertentangan dengan UU omnibus Kesehatan. Tapi, (seharusnya) mengatur bagaimana cara melaksanakannya, bukan membuat aturan yang bertentangan," tutupnya.
Sebelumnya, Kemenkes membeberkan urgensi dari UU Kesehatan yang baru disahkan oleh DPR. Undang-undang ini dibuat sebagai solusi dari permasalahan sektor kesehatan selama ini.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengungkapkan, UU Kesehatan dibuat berawal dari berbagai temuan fakta di lapangan yang berhubungan dengan masalah-masalah kesehatan. Misalnya, tingginya biaya pengobatan beberapa penyakit yang kasusnya cukup tinggi di Indonesia, sehingga menyedot banyak anggaran.
"Kenapa undang-undang ini dibuat, karena berawal dari masalah-masalah kesehatan, dengan fakta-fakta di lapangan," ujar Syahril dalam diskusi polemik Trijaya FM bertajuk 'Menanti Arah Baru Layanan Kesehatan Masyarakat', Sabtu (15/7/2023).
"Sebagai contoh, begitu tingginya pembiayaan di bidang pengobatan. Angka penyakit jantung, diabetes, itu sangat tinggi, menyedot hampir 60 persen anggaran," lanjutnya.
Untuk itu, kata Syahril, kehadiran UU Kesehatan ini diharapkan bisa membawa angin segar di tengah berbagai masalah bidang kesehatan yang ada di Indonesia. Khususnya agar bisa lebih fokus untuk upaya preventif dan promotif.
"Sekarang kita akan ubah, bagaimana masyarakat bisa aware melalui promotif dan preventif sekaligus skrining agar mereka dapat mengetahui (penyakitnya) lebih awal. Sehingga anggaran ini lebih besar kita anggarkan ke preventif dan promotif," tuturnya.