Soal Turunan UU Kesehatan, Kemenkes Diminta Terapkan Prinsip Keadilan

Jum'at, 22 September 2023 - 15:10 WIB
loading...
Soal Turunan UU Kesehatan,...
Kemenkes diminta menerapkan prinsip keadilan saat partisipasi publik dalam penyusunan RPP sebagai aturan turunan UU Kesehatan. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta menerapkan prinsip keadilan saat menjalankan partisipasi publik dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan Undang-Undang (UU) Kesehatan . Hal ini dikatakan oleh Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI).

"Seharusnya ada kesetaraan perlakuan dalam melibatkan para pemangku kepentingan yang terdampak saat proses penyusunan aturan," kata Ketua APTI Pamekasan, Samukrah dalam keterangannya, Jumat (22/9/2023).

Menurutnya, sorotan ini terutama berkaitan dengan pembahasan pasal zat adiktif berupa produk tembakau yang diyakini akan berdampak negatif pada banyak pihak, termasuk para petani tembakau.



Kata dia, ketidaksetaraan ini tercermin dari public hearing penyusunan RPP UU Kesehatan tentang Penyakit Tidak Menular, Penglihatan/Pendengaran, dan Zat Adiktif yang digelar Kemenkes pada Rabu 20 September 2023.

Di public hearing tersebut terdapat setidaknya 10 pihak dari posisi yang kontra terhadap industri hasil tembakau, sebaliknya hanya ada sekitar lima pihak dari sisi pelaku IHT.

"Kita sepakat kok untuk aturan yang prinsip, seperti tidak merokok di kendaraan umum, melarang anak di bawah umur tidak merokok, itu (kita) sepakat. Tapi, kalau kita dikekang dengan aturan-aturan yang tidak rasional, ya kami juga manusia. Kami juga punya kesabaran," tegasnya.

Aturan yang tidak rasional atau tidak masuk akal yang dimaksud Samukrah adalah sejumlah larangan tertulis yang terdapat pada RPP UU Kesehatan terkait produk tembakau, yang terdiri dari larangan penjualan rokok eceran, larangan iklan rokok di ruang publik dan internet, dan larangan lainnya.

Ia melanjutkan berbagai larangan tersebut dinilai seperti berupaya membunuh petani tembakau secara perlahan. "Kalau produk olahan tembakau ini dilarang berarti kan kami dibunuh petani ini," terangnya.

Sementara lanjutnya, di Madura khususnya dan secara umum di Jawa Timur, belum ada pengganti yang setara bagi para petani tembakau. "Sampai detik ini belum ada komoditas yang bisa menggantikan komoditas tembakau. Kalau industrinya hancur, maka petaninya juga hancur," imbuhnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2237 seconds (0.1#10.140)