Jenderal TNI Peraih Adhi Makayasa Ini Dijuluki Jago Perang di Timor Timur karena Selalu Lolos dari Maut
loading...
A
A
A
Pada 22 Desember 1975, gerakan Kompi dilanjutkan ke arah Barat untuk merebut, menduduki dan mempertahankan Kota Manatuto dengan menyusun pemerintahan sementara di kota tersebut. Karena pada pagi hari sudah ada pertempuran maka gerakan pengintaian diubah.
Rencana gerakan berikutnya merebut dan membersihkan Kota Lalea yang diduduki musuh dengan kekuatan 1 Peleton. Setelah melalui proses perkiraan yang cepat, diputuskan akan dilakukan serangan Batalyon dengan serangan pokok di sebelah kiri oleh Kompi C, dan di sebelah kanan dilakukan oleh Kompi B, sedangkan jam "J" pukul 11.00.
Agustadi bergerak dan berada di garis depan. Setelah menyusuri sungai dengan air yang sedang surut, Agustadi dan pasukannya sempat beristirahat di tepi Sungai Lalea. Agustadi kemudian teringat akan pertempuran Normandia yang dilakukan pada siang hari jam 11. Pada jam tersebut musuh menghadap matahari sehingga silau. Pertempuran kembali terjadi, nahas bagi Danton Kompi Senapan (Kipan) C saat melintas Sungai Lalea yang memiliki lebar 500 meter itu gugur tertembak musuh.
Sementara Kipan B berhasil menembus dari sayap kanan sampai masuk kota, puluhan musuh mati tertembak ataupun kena peluru mortir. Dalam perebutan kota Manatuto tidak ada pertempuran di dalam kota, karena lawan telah lari meninggalkan kota dan tidak melakukan perlawanan, sehingga kota Manatuto dapat dikuasai.
Ketika kembali ke Lalea, sekitar jam jam 04.00 pagi, Agustadi bersama anggotanya memergoki 4 orang musuh, di mana sebagian tidur dan sebagian lain sedang makan. Dalam jarak 20 meter mereka terlibat baku tembak. Musuh kocar- kacir dan dapat dikalahkan oleh Agustadi dan pasukannya.
Penugasan Letda Agustadi Sasongko Purnomo pertama ke Timor Timur sebagai Danton 2/A/328/17 berlangsung selama satu tahun lebih tiga bulan. Pada 1976, Agustadi pulang dari penugasan di Timor Leste. Selanjutnya, pada 1977 Agustadi mengikuti pendidikan Sus Ajen/Perwira Personel.
Setelah lulus pendidikan, Agustadi diangkat menjadi Pasipers di Batalyon 328. Bersamaan dengan itu, Wakil Kasum TNI Sanif berencana menghidupkan strategi perang Kujang Teritorial (Kuterimbat). Sebelum dibentuk sekolah, maka dibuat "percobaan" terlebih dahulu di Brigif 17.
Saat itu, Agustadi tiba-tiba dipanggil Panglima ABRI Jenderal TNI Faisal Tanjung. "Agustadi, kau jago perang, ya?" mendapat pertanyaan itu, Agustadi hanya diam tersipu-sipu malu. Jenderal Faisal Tanjung kemudian berujar, "Sopir Danyon, Abdullah bilang, kau bujangan, jago perang, kau ikut seleksi komandan Kuterimbat, berangkat ke Timor Timur!" Agustadi menjawab, "Siap".
Sebagai prajurit TNI, penugasan ke medan operasi merupakan sebuah kehormatan yang harus dijalankan. Agustadi kemudian diminta menjadi Wadanki dengan kekuatan personel sebanyak 160 prajurit yang terdiri dari gabungan tiga Batalyon.
Pada apel pagi, Agustadi mengumpulkan seluruh anggota Batalyon 328 kecuali perwira, di lapangan. "Siapa ingin mati bersama saya di Timor Timur?" kata Agustadi. Ternyata hampir semua tunjuk jari, mulai dari Prada sampai tingkat di atasnya.
Rencana gerakan berikutnya merebut dan membersihkan Kota Lalea yang diduduki musuh dengan kekuatan 1 Peleton. Setelah melalui proses perkiraan yang cepat, diputuskan akan dilakukan serangan Batalyon dengan serangan pokok di sebelah kiri oleh Kompi C, dan di sebelah kanan dilakukan oleh Kompi B, sedangkan jam "J" pukul 11.00.
Agustadi bergerak dan berada di garis depan. Setelah menyusuri sungai dengan air yang sedang surut, Agustadi dan pasukannya sempat beristirahat di tepi Sungai Lalea. Agustadi kemudian teringat akan pertempuran Normandia yang dilakukan pada siang hari jam 11. Pada jam tersebut musuh menghadap matahari sehingga silau. Pertempuran kembali terjadi, nahas bagi Danton Kompi Senapan (Kipan) C saat melintas Sungai Lalea yang memiliki lebar 500 meter itu gugur tertembak musuh.
Sementara Kipan B berhasil menembus dari sayap kanan sampai masuk kota, puluhan musuh mati tertembak ataupun kena peluru mortir. Dalam perebutan kota Manatuto tidak ada pertempuran di dalam kota, karena lawan telah lari meninggalkan kota dan tidak melakukan perlawanan, sehingga kota Manatuto dapat dikuasai.
Ketika kembali ke Lalea, sekitar jam jam 04.00 pagi, Agustadi bersama anggotanya memergoki 4 orang musuh, di mana sebagian tidur dan sebagian lain sedang makan. Dalam jarak 20 meter mereka terlibat baku tembak. Musuh kocar- kacir dan dapat dikalahkan oleh Agustadi dan pasukannya.
Penugasan Letda Agustadi Sasongko Purnomo pertama ke Timor Timur sebagai Danton 2/A/328/17 berlangsung selama satu tahun lebih tiga bulan. Pada 1976, Agustadi pulang dari penugasan di Timor Leste. Selanjutnya, pada 1977 Agustadi mengikuti pendidikan Sus Ajen/Perwira Personel.
Setelah lulus pendidikan, Agustadi diangkat menjadi Pasipers di Batalyon 328. Bersamaan dengan itu, Wakil Kasum TNI Sanif berencana menghidupkan strategi perang Kujang Teritorial (Kuterimbat). Sebelum dibentuk sekolah, maka dibuat "percobaan" terlebih dahulu di Brigif 17.
Saat itu, Agustadi tiba-tiba dipanggil Panglima ABRI Jenderal TNI Faisal Tanjung. "Agustadi, kau jago perang, ya?" mendapat pertanyaan itu, Agustadi hanya diam tersipu-sipu malu. Jenderal Faisal Tanjung kemudian berujar, "Sopir Danyon, Abdullah bilang, kau bujangan, jago perang, kau ikut seleksi komandan Kuterimbat, berangkat ke Timor Timur!" Agustadi menjawab, "Siap".
Sebagai prajurit TNI, penugasan ke medan operasi merupakan sebuah kehormatan yang harus dijalankan. Agustadi kemudian diminta menjadi Wadanki dengan kekuatan personel sebanyak 160 prajurit yang terdiri dari gabungan tiga Batalyon.
Pada apel pagi, Agustadi mengumpulkan seluruh anggota Batalyon 328 kecuali perwira, di lapangan. "Siapa ingin mati bersama saya di Timor Timur?" kata Agustadi. Ternyata hampir semua tunjuk jari, mulai dari Prada sampai tingkat di atasnya.