Jenderal Polisi yang Mempunyai Gelar S3, Nomor Terakhir Dijuluki Bapak Satpam Indonesia

Senin, 18 September 2023 - 06:00 WIB
loading...
Jenderal Polisi yang Mempunyai Gelar S3, Nomor Terakhir Dijuluki Bapak Satpam Indonesia
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyampaikan orasi ilmiah berjudul Studi Strategis Kajian Kontra Terorisme dalam rapat senat akademik terbuka untuk profesor di STIK-PTIK, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2017). FOTO/SINDOnews/ALI MASDUKI
A A A
JAKARTA - Sejumlah jenderal polisi memiliki pendidikan tinggi hingga menyandang gelar S3. Salah satunya pernah menjabat sebagai Kapolri yang dijuluki Bapak Satpam Indonesia.

Jenderal polisi dikenal sebagai pangkat tertinggi bagi perwira tinggi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Pangkat ini ditandai dengan empat bintang di pundak seragamnya. Jenderal polisi biasanya disandang oleh Kapolri atau perwira tinggi polisi yang mengemban jabatan tertentu.

Beberapa perwira tinggi Polri yang berpangkat jenderal polisi juga menyandang gelar akademik doktoral atau S3 dari pendidikan yang ditempuhnya. Siapa saja mereka?



Berikut ini jenderal polisi yang punya gelar S3:

1. Jenderal Polisi (Purn) Prof Drs Muhammad Tito Karnavian BA, MA, PhD

Jenderal Polisi yang Mempunyai Gelar S3, Nomor Terakhir Dijuluki Bapak Satpam Indonesia

FOTO/DOK.SINDOnews

Muhammad Tito Karnavian termasuk dalam daftar jenderal polisi yang memiliki gelar S3. Kapolri periode 13 Juli 2016–22 Oktober 2019 itu meraih gelar Ph.D dari S Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University (NTU), Singapura.

Tito Karnavian yang saat ini menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) termasuk polisi yang gemar belajar. Setelah lulus SMA Negeri 2 Palembang, Tito melanjutkan pendidikan ke Akademi Angkatan Bersenjata Indonesia (Akabri) bagian Kepolisian. Ia lulus Akabri pada 1987 menyandang penghargaan adhi makayasa atau lulusan terbaik.

Berkarier di Kepolisian, Tito tak melupakan pendidikannya. Polisi kelahiran Palembang, 26 Oktober 1964 ini melanjutkan pendidikan di Universitas Exeter, Inggris dan meraih gelar Master of Arts (MA) di bidang Police Studies pada 1993. Pada 1996, ia juga menyelesaikan pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) dan meraih bintang Wiyata Cendekia sebagai lulusan terbaik. Selanjutnya Tito kemudian mengambil kuliah Strategic Studies di Massey University, Selandia Baru dan meraih gelar Bachelar of Arts (BA) pada 1998.

Bidang terorisme kemudian menjadi fokus Tito. Ia pun meneruskan pendidikan di S Rajaratnam School of International Studies, NTU, Singapura dan mengambil Strategic Studies dengan interes pada Terrorism and Islamist Radicalization. Disertasinya dijadikan buku berjudul Explaining Islamist Insurgencies: The Case of al-Jamaah al-Islamiyah and the Radicalisation of the Poso Conflict, 2000-2007yang diterbitkan pada 2015 oleh penerbit kelas dunia, Imperial College Press, London.

Saat menjabat sebagai Kapolri pada Oktober 2017, Tito dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Kepolisian STIK-PTIK. Dengan pengukuhan itu, Tito Karnavian resmi menyandang gelar profesor.

Dalam orasi ilmiahnya berjudul Peran Polri dalam Penanganan Terorisme di Indonesia, Tito memaparkan perkembangan politik global sejak Perang Dunia I, perkembangan terosimen di Tanah Air, hingga peran Polri dalam penanganan terorisme. Ia juga merekomendasikan agar Polri mempunyai Pusat Pengkajian Radikalisme dan Terorisme yang dapat dijadikan salah satu kajian di STIK-PTIK.

Seperti anggota Polri lainnya, Tito meniti karier dari bawah. Awalnya ia ditugaskan sebagai Pamapta Polres Metro Jakarta Pusat. Selanjutnya, Tito mengemban sejumlah jabatan strategis, antara lain Kapolsek Metro Cempaka Putih, Sespri Kapolri, Kasat Serse Umum Polda Metro Jaya, Kaden 88 Antiteror Polda Metro Jaya, dan Kapolres Serang.

Selanjutnya, Tito banyak bertugas di Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Bareskrim Polri, dari Kasubden Bantuan, Kasubden Penindak, Kasubden Intelijen, hingga Kepala Densus 88. Tito sempat ditugaskan di luar Polri menjadi Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebelum diangkat menjadi Kapolda Papua.

Dari Papua, Tito ditarik ke Mabes menjadi Asrena Polri. Setahun kemudian ia dipromosikan menjadi Kapolda Metro Jaya, Kepala BNPT, dan akhirnya ditunjuk menjadi Kapolri. Pada 2019, Tito diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga saat ini.

2. Jenderal Polisi (Purn) Prof Dr Budi Gunawan, SH, MSi, PhD

Jenderal Polisi yang Mempunyai Gelar S3, Nomor Terakhir Dijuluki Bapak Satpam Indonesia

FOTO/DOK.SINDOnews

Jenderal polisi yang punya gelar S3 selanjutnya adalah Budi Gunawan. Saat ini, lulusan Akabri bagian Kepolisian itu menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Budi Gunawan menyandang dua gelar doktor. Pertama dari S3 Ilmu Hukum dari Universitas Trisaksi Jakarta. Kedua, PhD bidang Public Administration and Criminal Justice Management dari Lacrosse University, Amerika Serikat.

Gelar S3 Ilmu Hukum Universitas Trisakti diraih Budi Gunawan setelah berhasil mempertahankan disertasinya mengenai peran intelijen negara dalam mendukung penegakan hukum terhadap kejahatan dunia maya (cybercrime) guna terwujudnya keamanan nasional pada 25 Juni 2018. Ia memaparkan dengan didukung teknologi dan sumber daya memadai, maka fungsi intelijen bisa dioptimalkan untuk mengungkap suatu kasus dalam rangka menjaga stabilitas keamanan.

Tak lama setelah meraih gelar S3 Ilmu Hukum, tepatnya 8 Agustus 2018, Budi Gunawan dikukuhkan menjadi Guru Besar Intelijen oleh Senat Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN). Pengukuhan yang dilakukan dalam acara dies natalis ke-15 STIN dan wisuda mahasiswa itu dihadiri sejumlah pejabat negara, antara lain Bambang Soesatyo (Ketua DPR), Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Amien Rais, Menhub Budi Karya Sumadi, dan Wakapolri Komjen Pol Syafruddin.

Dalam riwayat kariernya, Budi Gunawan memiliki banyak pengalaman mengemban sejumlah jabatan. Antara lain Karobinkar SSDM Polri, Kaselapa Lemdiklat Polri, Kapolda Jambi, Kadiv Binkum, Kadiv Propam, Kapolda Bali, dan Kalemdiklat. Budi Gunawan sempat diajukan menjadi calon tunggal Kapolri tapi kemudian batal dan kemudian menjabat sebagai Wakapolri.

Pada 9 September 2016, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Budi Gunawan sebagai Kepala BIN menggantikan Sutiyoso. Atas pengangkatan tersebut, Budi Gunawan naik pangkat menjadi jenderal polisi.

3. Jenderal Polisi (Purn) Dr Drs Dibyo Widodo

Jenderal Polisi yang Mempunyai Gelar S3, Nomor Terakhir Dijuluki Bapak Satpam Indonesia

FOTO/DOK.POLRI

Selanjutnya ada nama Dibyo Widodo, jenderal polisi yang punya gelar S3. Dia merupakan Kapolri periode 15 Maret 1996–28 Juni 1998 di Zaman Presiden Soeharto dan BJ Habibie.

Dibyo Widodo merupakan alumni Akabri Bagian Kepolisian tahun 1968. Pada 1975, polisi kelahiran Purwokerto 26 Mei 1946 itu meraih gelar doktoral (S3) di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK).

Pertama kali Dibyo Widodo bertugas di Kepolisian sebagai Perwira Operasi 1012 Surabaya. Sebanyak 32 jabatan harus ia jalani untuk mencapai posisi puncak di Polri, mulai dari Kapolsek Medan Barum Kapolda Metro Jaya, hingga Kapolri.

Saat menjabat Kapolda Metro Jaya, Dibyo Widodo berhasil mengungkap misteri kasus-kasus besar di Ibu Kota Jakarta, antara lain kasus pembunuhan mahasiswa PTIK Lettu Budi Prasetyo, pembunuhan Kapolsek Pademangan Mayor Polisi Drs Noenang Kohar, perampokan disertai perkosaan keluarga Acan, dan pembantaian keluarga Rohadi.

Dibyo Widodo meninggal dunia di RS Gleneagles, Singapura pada 15 Maret 2012 karena menderita penyakit jantung dan komplikasi. Jenazah Dibyo langsung dibawa ke Indonesia dan di sholatkan di Masjid Daarul Ilmi. Dibyo Widodo kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta pada 16 Maret 2012. Dalam prosesi pemakamannya itu, ratusan orang pelayat hadir untuk memberikan penghormatan terakhir kepada sang jenderal.

4. Jenderal Polisi (Purn) Prof Dr Drs Awaloedin Djamin, MPA

Jenderal Polisi yang Mempunyai Gelar S3, Nomor Terakhir Dijuluki Bapak Satpam Indonesia

FOTO/DOK.MABES POLRI

Jenderal polisi yang juga punya gelar S3 adalah Awaloedin Djamin. Dia merupakan Kapolri periode 26 September 1978–3 Desember 1982 di Zaman Presiden Soeharto.

Awaloedin Djamin juga termasuk jenderal polisi yang gemar belajar. Setamat SMA, polisi kelahiran Padang, Sumatera Barat, 26 September 1927 ini kuliah di Fakultas Ekonomi (1949-1950). Setelah itu, Awaloedin memutuskan bergabung dengan Korps Bhayangkara dan bersekolah di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) dan lulus pada 1955.

Setelah bertugas di bagian Sekretariat Jawatan Kepolisian Negara (1955) dan menjabat Kasi Umum Sekretariat Jawatan Kepolisian Negara (1958), Awaloedin Djamin mengikuti program Graduate School of Public and International Affair di Universitas Pittsburg, Amerika Serikat. Ia lalu meraih gelar doktor (PhD) dari School of Public Administration, Universitas California Selatan pada 1963.

Pulang ke Tanah Air, Awaloedin Djamin menjadi lektor luar biasa di PTIK. Namun tak lama kemudian, ia malah ditarik ke pemerintahan, ditunjuk menjadi Menteri Tenaga Kerja (Menaker) (1966-1968). Kemudian pada 1970 dipindah menjadi Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) (1970-1976), dan Duta Besar Indonesia untuk Jerman Barat (1976-1978).

Pada 1978, Presiden Soeharto memanggil Awaloedin Djamin kembali ke Tanah Air. Ia ditunjuk menjadi Kapolri. Dalam situasi yang tidak menentu, Awaloedin Djamin mengarahkan Polri menjadi lembaga yang dinamis dan profesional. Ia juga mengeluarkan beragam kebijakan untuk meningkatkan keamanan masyarakat.

Salah satu kebijakan peninggalannya yang masih ada hingga saat ini adalah Satpam. Keberadaan satuan pengamanan dari unsur masyarakat umum ini didasarkan Surat Keputusan SKEP/126/XII/1980 tentang Pola Pembinaan Satuan Pengamanan yang diterbitkan Kapolri Jenderal Awaloedin Djamin pada 30 Desember 1980. Karena itulah, Awaloedin Djamin dijuluki sebagai Bapak Satpam Indonesia.

Setelah tak lagi menjabat Kapolri, Awaloedin Djamin menjadi Dekan PTIK. Ia kemudian dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia pada 1986.

Awaloedin Djamin meninggal dunia pada 31 Januari 2019 di usia 91 tahun. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama (TMPNU) Kalibata, Jakarta Selatan.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4321 seconds (0.1#10.140)