Jelang Pemilu 2024, KPK Diminta Tidak Menjadi Alat Politik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta menjaga indenpendensinya dalam proses demokrasi. Sebagai lembaga penegak hukum, KPK tidak boleh menjadi alat politik.
Presidium Aliansi Nasional Aktivis 98 untuk Anies-Muhaimin (AMIN 98) Andreas Marbun menjelaskan, revisi UU KPK salah satunya bertujuan agar pemerintah bisa mensupervisi kinerja KPK lewat Dewan Pengawas (Dewas) yang ditunjuk Presiden. "Tujuannya bukan untuk menjadikan KPK sebagai alat politik, tapi untuk mensupervisi KPK. Bukan untuk meminta atau mengatur KPK menyidik si ini dan itu," kata Marbun, Kamis (6/9/2023).
Marbun mencontohkan pemanggilan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga bakal calon wakil presiden (cawapres) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) oleh KPK. Menurut Marbun, sangat sulit tidak mengaitkan pemanggilan itu dengan politik. Di saat yang sama kasus-kasus besar yang masih sangat aktual belum ada tindakan serius dari KPK.
"Begitu-begitu saja, ini kasus 11 tahun lalu malah dipermainkan. Kalau memang bersalah, ada alat bukti, silakan saja proses, masalahnya kita mencium bau-bau politisasi penegakan hukum," ujar Marbun.
Seperti diketahui selang beberapa hari setelah dideklarasikan sebagai bakal cawapres pendamping Anies Baswedan di Pilpres 2024, publik dikagetkan dengan pemanggilan Cak Imin oleh KPK. Cak Imin akan dimintai keterangan mengenai dugaan rasuah pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang terjadi pada 2012 silam. Pemanggilan Cak Imin oleh KPK dinilai kental dengan kepentingan politik karena menjelang pelaksaan Pemilu 2024. Apalagi kasus tersebut sudah sangat lama. Terhitung sudah 11 tahun.
"Kenapa baru sekarang? Kalau KPK mengklaim prosesnya sudah berlangsung lama, kenapa surat pemanggilan dikirimkan sehari sebelum Muhaimin mendeklarasikan diri sebagai cawapresnya Anies? Buat apa surat pemanggilannya itu dikirimkan ke Muhaimin, ke ibunya Muhaimin, sampai mertuanya juga dikirimin. Semua dilakukan sehari menjelang deklarasi," katanya.
Mengutip pernyataan mantan Komisioner KPK Saut Situmorang, Marbun menyebut kasus kardus duren yang sebelumnya dialamatkan ke Cak Imin tidak pernah terbukti, karena dalam perkembangannya tidak ada alat bukti dan lain-lain.
"Sudah betul itu Pak Saut bilang tentang cost and benefit dalam setiap pengambilan kebijakan KPK. KPK mesti berhenti menjadi alat politik. Jangan amputasi proses politik yang demokratis dengan menjadikan penegak hukum sebagai tukang gebuk," ucapnya.
Presidium Aliansi Nasional Aktivis 98 untuk Anies-Muhaimin (AMIN 98) Andreas Marbun menjelaskan, revisi UU KPK salah satunya bertujuan agar pemerintah bisa mensupervisi kinerja KPK lewat Dewan Pengawas (Dewas) yang ditunjuk Presiden. "Tujuannya bukan untuk menjadikan KPK sebagai alat politik, tapi untuk mensupervisi KPK. Bukan untuk meminta atau mengatur KPK menyidik si ini dan itu," kata Marbun, Kamis (6/9/2023).
Marbun mencontohkan pemanggilan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga bakal calon wakil presiden (cawapres) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) oleh KPK. Menurut Marbun, sangat sulit tidak mengaitkan pemanggilan itu dengan politik. Di saat yang sama kasus-kasus besar yang masih sangat aktual belum ada tindakan serius dari KPK.
"Begitu-begitu saja, ini kasus 11 tahun lalu malah dipermainkan. Kalau memang bersalah, ada alat bukti, silakan saja proses, masalahnya kita mencium bau-bau politisasi penegakan hukum," ujar Marbun.
Seperti diketahui selang beberapa hari setelah dideklarasikan sebagai bakal cawapres pendamping Anies Baswedan di Pilpres 2024, publik dikagetkan dengan pemanggilan Cak Imin oleh KPK. Cak Imin akan dimintai keterangan mengenai dugaan rasuah pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang terjadi pada 2012 silam. Pemanggilan Cak Imin oleh KPK dinilai kental dengan kepentingan politik karena menjelang pelaksaan Pemilu 2024. Apalagi kasus tersebut sudah sangat lama. Terhitung sudah 11 tahun.
"Kenapa baru sekarang? Kalau KPK mengklaim prosesnya sudah berlangsung lama, kenapa surat pemanggilan dikirimkan sehari sebelum Muhaimin mendeklarasikan diri sebagai cawapresnya Anies? Buat apa surat pemanggilannya itu dikirimkan ke Muhaimin, ke ibunya Muhaimin, sampai mertuanya juga dikirimin. Semua dilakukan sehari menjelang deklarasi," katanya.
Mengutip pernyataan mantan Komisioner KPK Saut Situmorang, Marbun menyebut kasus kardus duren yang sebelumnya dialamatkan ke Cak Imin tidak pernah terbukti, karena dalam perkembangannya tidak ada alat bukti dan lain-lain.
"Sudah betul itu Pak Saut bilang tentang cost and benefit dalam setiap pengambilan kebijakan KPK. KPK mesti berhenti menjadi alat politik. Jangan amputasi proses politik yang demokratis dengan menjadikan penegak hukum sebagai tukang gebuk," ucapnya.
(cip)