Mencari Figur Pemimpin Tangguh untuk LPSK
loading...
A
A
A
Hal ini sesungguhnya menjadi tantangan tersendiri bagi LPSK termasuk bagi para pemikir, penggiat, perumus kebijakan, bahkan sesungguhnya secara luas merupakan tantangan bagi sistem peradilan pidana itu sendiri. Terkait dengan sistem peradilan pidana, secara umum yang dipahami di banyak kalangan, bahwa fungsi-fungsi yang terdapat dalam sistem ini hanya sebatas fungsi penyidikan, fungsi penuntutan, fungsi pengadilan, fungsi pembelaan, dan fungsi koreksi atau pemasyarakatan saja. Dengan kata lain, kecuali fungsi perlindungan, fungsi-fungsi tersebut mutlak keberadaanya pada sistem peradilan pidana.
Oleh karena itu, fungsi-fungsi itu menjadi sangat terkenal, sedangkan fungsi perlindungan menjadi fungsi yang jarang didengar orang, dianggap tidak mutlak diperlukan, bahkan nyaris dianggap tak perlu ada dalam sistem peradilan pidana. Namun kini zaman telah berubah dan sejumlah fakta dalam penegakan hukum pidana semakin menunjukkan betapa pentingnya fungsi perlindungan sebagaimana yang dimandatkan negara pada LPSK.
Dengan demikian pengakuan fungsi perlindungan sebagai bagian dari fungsi peradilan adalah sangat penting untuk menjadikan performa sistem peradilan pidana menjadi sebuah sistem peradilan yang excellent. Peradilan pidana menjadi excellent apabila fungsi perlindungan pada sistem peradilan pidana eksis dan dapat berjalan dengan baik, sehingga terdapat kepastian dan keseimbangan antara hak-hak saksi, korban di samping hak-hak tersangka/terdakwa.
Artinya, bagi setiap saksi dan/atau korban terdapat kepastian yang dijamin oleh hukum dalam hal mendapatkan hak-haknya ketika tampil memberikan keterangan sebagai alat bukti dalam proses peradilan pidana. Hak-hak yang akan diperoleh bagi saksi dan/atau korban dalam peradilan pidana yang baik, seimbang dan adil, adalah hak-hak yang terkait dengan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan maupun penghargaan lainnya terkait pemberian informasi atau keterangan yang diberikannya.
baca juga: Ini 4 Fokus Pemerintah untuk Perkuat Perlindungan Saksi dan Korban
Saksi dan/atau korban dalam kondisi terancam secara fisik maupun psikis, tidak dapat dimintakan keterangan sebagai saksi dalam setiap proses peradilan. Keterangan yang diberikan dalam kondisi terganggu kenyamanan dan keselamatannya, bahkan seharusnya dapat dibatalkan. Oleh karena itu implementasi fungsi perlindungan dimaksud akan menjamin dipenuhinya hak perlindungan bagi saksi dan/atau korban. Hal ini akan menjamin pula kepastian keterangan dari seorang saksi sebagai keterangan yang diberikan dalam situasi dan kondisi yang normal, tidak dalam ancaman atau paksaan, tidak dalam tekanan atau kondisi yang terpojok.
Mencermati fungsi yang diemban LPSK, fungsi tersebut jelas tidak merupakan duplikasi dari fungsi institusi penegak hukum dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena itu, kehadiran LPSK dalam ranah sistem peradilan pidana merupakan hal mutlak yang penting, karena selama ini fungsi perlindungan terhadap saksi maupun korban bukan merupakan fungsi dari institusi penegak hukum manapun.
Sementara fungsi perlindungan amat diperlukan untuk kelancaran pengungkapan alat bukti, khususnya alat bukti keterangan saksi, guna mendukung terwujudnya sistem peradilan pidana yang baik, menjaga keseimbangan dan adil. Secara garis besar fungsi perlindungan dari LPSK dapat dilihat dalam beberapa peran yang dimplementasikannya guna menjamin pelaksanaan atas perlindungan terhadap hak-hak saksi dan korban.
Peran-peran dimaksud, misalnya peran dalam memberikan jaminan perlindungan fisik; peran dalam memberikan jaminan hukum yang berkaitan dengan administrasi peradilan pada semua tahapan proses hukum yang dijalankan (hak prosedural); peran dalam pemenuhan penghargaan dan perlakuan khusus bagi pelapor (whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator); peran untuk memberikan dukungan pembiayaan, yakni biaya transportasi, peran untuk memberikan dan memfasilitasi hak-hak reparasi (pemulihan) bagi korban kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia yang berat, yaitu: bantuan medis, bantuan rehabilitasi psiko-sosial, pengajuan dan pemberian kompensasi, serta pengajuan restitusi bagi korban tindak pidana.
Salah satu peran LPSK yang memerlukan penguatan dan komitmen dari para penegak hukum adalah bahwa LPSK berdasarkan Pasal 10A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 memiliki kewenangan dalam memberikan rekomendasi berupa penghargaan atas kesaksian yang telah diberikan oleh seorang Justice Collaborator (JC). Rekomendasi LPSK ini termasuk di dalamnya adalah penilaian LPSK terhadap peran seseorang dalam status JC yang disandangnya, sekaligus kebutuhan perlindungannya.
Oleh karena itu, fungsi-fungsi itu menjadi sangat terkenal, sedangkan fungsi perlindungan menjadi fungsi yang jarang didengar orang, dianggap tidak mutlak diperlukan, bahkan nyaris dianggap tak perlu ada dalam sistem peradilan pidana. Namun kini zaman telah berubah dan sejumlah fakta dalam penegakan hukum pidana semakin menunjukkan betapa pentingnya fungsi perlindungan sebagaimana yang dimandatkan negara pada LPSK.
Dengan demikian pengakuan fungsi perlindungan sebagai bagian dari fungsi peradilan adalah sangat penting untuk menjadikan performa sistem peradilan pidana menjadi sebuah sistem peradilan yang excellent. Peradilan pidana menjadi excellent apabila fungsi perlindungan pada sistem peradilan pidana eksis dan dapat berjalan dengan baik, sehingga terdapat kepastian dan keseimbangan antara hak-hak saksi, korban di samping hak-hak tersangka/terdakwa.
Artinya, bagi setiap saksi dan/atau korban terdapat kepastian yang dijamin oleh hukum dalam hal mendapatkan hak-haknya ketika tampil memberikan keterangan sebagai alat bukti dalam proses peradilan pidana. Hak-hak yang akan diperoleh bagi saksi dan/atau korban dalam peradilan pidana yang baik, seimbang dan adil, adalah hak-hak yang terkait dengan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan maupun penghargaan lainnya terkait pemberian informasi atau keterangan yang diberikannya.
baca juga: Ini 4 Fokus Pemerintah untuk Perkuat Perlindungan Saksi dan Korban
Saksi dan/atau korban dalam kondisi terancam secara fisik maupun psikis, tidak dapat dimintakan keterangan sebagai saksi dalam setiap proses peradilan. Keterangan yang diberikan dalam kondisi terganggu kenyamanan dan keselamatannya, bahkan seharusnya dapat dibatalkan. Oleh karena itu implementasi fungsi perlindungan dimaksud akan menjamin dipenuhinya hak perlindungan bagi saksi dan/atau korban. Hal ini akan menjamin pula kepastian keterangan dari seorang saksi sebagai keterangan yang diberikan dalam situasi dan kondisi yang normal, tidak dalam ancaman atau paksaan, tidak dalam tekanan atau kondisi yang terpojok.
Mencermati fungsi yang diemban LPSK, fungsi tersebut jelas tidak merupakan duplikasi dari fungsi institusi penegak hukum dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena itu, kehadiran LPSK dalam ranah sistem peradilan pidana merupakan hal mutlak yang penting, karena selama ini fungsi perlindungan terhadap saksi maupun korban bukan merupakan fungsi dari institusi penegak hukum manapun.
Sementara fungsi perlindungan amat diperlukan untuk kelancaran pengungkapan alat bukti, khususnya alat bukti keterangan saksi, guna mendukung terwujudnya sistem peradilan pidana yang baik, menjaga keseimbangan dan adil. Secara garis besar fungsi perlindungan dari LPSK dapat dilihat dalam beberapa peran yang dimplementasikannya guna menjamin pelaksanaan atas perlindungan terhadap hak-hak saksi dan korban.
Peran-peran dimaksud, misalnya peran dalam memberikan jaminan perlindungan fisik; peran dalam memberikan jaminan hukum yang berkaitan dengan administrasi peradilan pada semua tahapan proses hukum yang dijalankan (hak prosedural); peran dalam pemenuhan penghargaan dan perlakuan khusus bagi pelapor (whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator); peran untuk memberikan dukungan pembiayaan, yakni biaya transportasi, peran untuk memberikan dan memfasilitasi hak-hak reparasi (pemulihan) bagi korban kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia yang berat, yaitu: bantuan medis, bantuan rehabilitasi psiko-sosial, pengajuan dan pemberian kompensasi, serta pengajuan restitusi bagi korban tindak pidana.
Salah satu peran LPSK yang memerlukan penguatan dan komitmen dari para penegak hukum adalah bahwa LPSK berdasarkan Pasal 10A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 memiliki kewenangan dalam memberikan rekomendasi berupa penghargaan atas kesaksian yang telah diberikan oleh seorang Justice Collaborator (JC). Rekomendasi LPSK ini termasuk di dalamnya adalah penilaian LPSK terhadap peran seseorang dalam status JC yang disandangnya, sekaligus kebutuhan perlindungannya.