Konversi BBG, Sebuah PR

Selasa, 21 Maret 2017 - 07:29 WIB
Konversi BBG, Sebuah PR
Konversi BBG, Sebuah PR
A A A
SELAMA ini bajaj dan bus TransJakarta dikenal sebagai pemakai setia bahan bakar gas (BBG). Adapun mobil pribadi masih sangat terbatas yang menggunakan gas. Padahal, mobil pribadi yang seharusnya mendapat porsi terbesar untuk mengonsumsi BBG sebagai upaya menekan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang semakin tinggi di tengah terus menurunnya produksi minyak mentah Indonesia.

Masalah pemanfaatan BBG secara maksimal memang telah menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah yang tak pernah terselesaikan. Semangat pemerintah mengonversi pemakaian BBM ke BBG tak pernah surut, tetapi implementasi di lapangan cenderung tidak bergerak alias stagnan.

Persoalannya terletak pada arah kebijakan selama ini yang masih tumpul, dalam artian tak pernah ada ketegasan harus dimulai dari mana program konversi tersebut. Para pemakai kendaraan/mobil pribadi diimbau beralih menggunakan BBG dengan berbagai iming-iming yang menguntungkan, tetapi hanya sebatas bayangan.

Tengok saja, di satu sisi infrastruktur pengisian BBG sangat terbatas. Di sisi lain, harga converter kit untuk mobil pribadi masih mahal. Kedua persoalan tersebut bertemu pada titik yang sama. Jadi, sebenarnya untuk mengurai ”benang kusut” konversi BBG sangat transparan, tinggal menunggu keseriusan pemerintah.

Sejak dua pekan lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai menyentuh ”benang kusut” tersebut. Pemerintah fokus mendorong konversi BBM ke BBG, demikian ditegaskan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam sebuah acara kampanye pemanfaatan BBG di Jakarta. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sebagaimana dibeberkan Arcandra, mantan Menteri ESDM itu telah menembus level 13% per tahun dengan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5%.

Karena itu, Kementerian ESDM sedang menyiapkan kebijakan baru yang akan mewajibkan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) memiliki satu dispenser BBG. Selain itu, kendaraan milik pemerintah dan angkutan umum akan dibagikan converter kit gratis.

Jujur, sebuah pertanyaan sederhana mengapa mesti masyarakat atau mobil pribadi mengonsumsi BBG? Dari penjelasan versi Kementerian ESDM bahwa setidaknya terdapat tiga alasan dilakukan konversi BBM ke BBG, khususnya untuk sektor transportasi. Pertama, harga BBG lebih murah ketimbang BBM. Kedua, dari sisi lingkungan pemanfaatan BBG jauh lebih baik (ramah lingkungan) dibandingkan dengan penggunaan BBM. Ketiga, produksi harian gas bumi tergolong cukup besar.

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, rata-rata produksi gas menembus sebanyak 1,3 juta barel hingga 1,4 juta barel setara minyak per hari. Bandingkan produksi minyak mentah yang semakin menurun pada level 800.000 hingga 820.000 barel per hari.

Sebagai tindak lanjut dari program konversi BBM ke BBG, converter kit akan dibagikan secara gratis untuk kendaraan instansi pemerintah dan angkutan umum. Kementerian ESDM akan menganggarkan sebanyak 5.000 converter kit seharga sekitar Rp23 juta per unit pada tahun ini.

Saat ini, Kementerian ESDM sedang menggodok regulasi yang mewajibkan pengusaha SPBU menyiapkan satu dispenser khusus BBG. Tentu kebijakan ini tidak bisa hanya sepihak atau hanya dari pihak Kementerian ESDM, tetapi semua kementerian terkait harus bergerak bersama sesuai fungsi dan kewenangan.

Di antaranya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harus menerbitkan kebijakan penggunaan BBG dan uji instalasi kendaraan bermotor. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyelaraskan kebijakan spesifikasi produksi kendaraan dengan BBG kepada produsen. Sementara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diharapkan menerbitkan aturan yang ”memaksa” kendaraan instansi pemerintah menggunakan BBG. Kementerian ESDM mematok sekitar 5.000 unit dispenser SPBG tersedia dalam waktu dua tahun ke depan.

Selain membenahi infrastruktur dan menyatukan kebijakan instansi pemerintah terkait untuk menyukseskan konversi BBM ke BBG, pemerintah berharap kepada produsen kendaraan dalam negeri untuk memproduksi mobil berbahan bakar gas. Barangkali permintaan pemerintah tidak masalah, sepanjang fokus dan konsisten dengan kebijakan konversi BBM ke BBG, maka sektor swasta terutama produsen mobil akan mengikuti keinginan pemerintah karena tersedia ceruk pasar yang pasti. Jadi, kuncinya tetap pemerintah yang pegang.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.3079 seconds (0.1#10.140)