Pandemi Covid-19 Belum Usai, Karhutla Sudah Mengintai
loading...
A
A
A
JAKARTA - Saat ini Indonesia sedang memasuki masa transisi ke musim kemarau. Pada Juli ini, separuh wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau , yang puncaknya diprediksi pada Agustus-Oktober 2020. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah mengeluarkan peringatan kepada seluruh kepala daerah agar waspada terhadap ancaman rutin pada musim kemarau, yaitu kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Hutan hujan di Kalimantan dikenal sebagai paru-paru dunia. Paru-paru ini sedang sesak napas, karena ia ditebang dan dibakar setiap tahun. Di banyak tempat di Indonesia, hutan telah berubah menjadi perkebunan untuk memenuhi permintaan global akan minyak kelapa sawit.” kata Monica Nirmala, dokter ahli kesehatan masyarakat di Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI), dalam diskusi webinar bertajuk “Covid-19 & Kebakaran Hutan dan Lahan”, pada Selasa (28/7).
Monica mengungkapkan, titik api umumnya mulai meningkat seiring dengan dimulainya musim kemarau. Karhutla di Indonesia pernah mencapai titik terparah pada Oktober 2015. Monica bahkan masih sangat ingat, saat itu untuk bernafas saja sulit.
(Baca: BMKG: 64% Wilayah Tanah Air Sudah Memasuki Musim Kemarau)
"Bukit berjarak 500 meter persis di belakang klinik kami pun tidak terlihat karena tertutup asap. Di klinik kami saat itu jumlah pasien sesak napas meningkat 48%, dan kebutuhan oksigen meningkat tiga kali lipat. Bahkan, peneliti di Harvard dan Columbia menunjukan bahwa kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 2015 mengakibatkan lebih dari 100.000 kematian di Indonesia, Malaysia, dan Singapura,” tuturnya.
Tak bisa ditampik, asap karhutla sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Salah satu komponen asap berupa partikel kecil yang berukuran kurang dari 2.5 mikrometer (PM 2.5), bersifat toksik bagi tubuh manusia. Sejumlah riset telah membuktikan asap karhutla menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, kekurangan oksigen, asma berat, pemicu kanker, dan sejumlah penyakit lainnya.
Monica juga mengingatkan, bahwa tahun 2020 adalah tahun pandemi Covid-19. Dia tak bisa membayangkan bencana ganda asap karhutla dan Covid-19 menyerang paru-paru manusia dan makhluk hidup lainnya di waktu bersamaan.
"Dan jangan lupa, paru-paru masyarakat kita sudah banyak tergerus kualitasnya oleh polusi dan rokok. Berapa banyak lagi penderitaan dan kematian jika kita terpapar dua musibah asap dan Covid sekaligus pada tahun ini? Apalagi sekarang ini adalah awal musim kemarau dan Indonesia belum mencapai puncak perkiraan kasus Covid. Oleh karena itu, selain cegah Covid, mari cegah karhutla, berapapun harganya. Demi keselamatan kita,” tekannya.
(Baca: BNPB Catat 1.663 Kejadian Bencana Telah Melanda Indonesia Sepanjang 2020)
Ancam Kesehatan
Covid-19 dan karhutla memiliki kaitan erat. Asap karhutla dapat menambah kerentanan tertular (susceptibility) dan keparahan (severity) seseorang yang terinfeksi Covid-19. Polusi udara menurunkan kekebalan tubuh manusia terhadap virus, sehingga orang yang terpapar asap karhutla akan lebih rentan terinfeksi Covid-19.
“Hutan hujan di Kalimantan dikenal sebagai paru-paru dunia. Paru-paru ini sedang sesak napas, karena ia ditebang dan dibakar setiap tahun. Di banyak tempat di Indonesia, hutan telah berubah menjadi perkebunan untuk memenuhi permintaan global akan minyak kelapa sawit.” kata Monica Nirmala, dokter ahli kesehatan masyarakat di Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI), dalam diskusi webinar bertajuk “Covid-19 & Kebakaran Hutan dan Lahan”, pada Selasa (28/7).
Monica mengungkapkan, titik api umumnya mulai meningkat seiring dengan dimulainya musim kemarau. Karhutla di Indonesia pernah mencapai titik terparah pada Oktober 2015. Monica bahkan masih sangat ingat, saat itu untuk bernafas saja sulit.
(Baca: BMKG: 64% Wilayah Tanah Air Sudah Memasuki Musim Kemarau)
"Bukit berjarak 500 meter persis di belakang klinik kami pun tidak terlihat karena tertutup asap. Di klinik kami saat itu jumlah pasien sesak napas meningkat 48%, dan kebutuhan oksigen meningkat tiga kali lipat. Bahkan, peneliti di Harvard dan Columbia menunjukan bahwa kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 2015 mengakibatkan lebih dari 100.000 kematian di Indonesia, Malaysia, dan Singapura,” tuturnya.
Tak bisa ditampik, asap karhutla sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Salah satu komponen asap berupa partikel kecil yang berukuran kurang dari 2.5 mikrometer (PM 2.5), bersifat toksik bagi tubuh manusia. Sejumlah riset telah membuktikan asap karhutla menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, kekurangan oksigen, asma berat, pemicu kanker, dan sejumlah penyakit lainnya.
Monica juga mengingatkan, bahwa tahun 2020 adalah tahun pandemi Covid-19. Dia tak bisa membayangkan bencana ganda asap karhutla dan Covid-19 menyerang paru-paru manusia dan makhluk hidup lainnya di waktu bersamaan.
"Dan jangan lupa, paru-paru masyarakat kita sudah banyak tergerus kualitasnya oleh polusi dan rokok. Berapa banyak lagi penderitaan dan kematian jika kita terpapar dua musibah asap dan Covid sekaligus pada tahun ini? Apalagi sekarang ini adalah awal musim kemarau dan Indonesia belum mencapai puncak perkiraan kasus Covid. Oleh karena itu, selain cegah Covid, mari cegah karhutla, berapapun harganya. Demi keselamatan kita,” tekannya.
(Baca: BNPB Catat 1.663 Kejadian Bencana Telah Melanda Indonesia Sepanjang 2020)
Ancam Kesehatan
Covid-19 dan karhutla memiliki kaitan erat. Asap karhutla dapat menambah kerentanan tertular (susceptibility) dan keparahan (severity) seseorang yang terinfeksi Covid-19. Polusi udara menurunkan kekebalan tubuh manusia terhadap virus, sehingga orang yang terpapar asap karhutla akan lebih rentan terinfeksi Covid-19.