Ingat! Mantan Napi Korupsi Dilarang Maju di Pilkada
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan kepada semua pihak agar tidak melupakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait mantan narapidana korupsi yang dilarang untuk maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Diketahui, tahapan Pilkada 2020 yang digelar secara serentak di 270 daerah, dilaksanakan meskipun dipertentangkan karena dalam suasana pandemi. Pemungutan suara yang semula dijadwalkan pada September 2020 telah diundur hingga Desember 2020.
"Dalam proses itu, kita tidak boleh melupakan putusan MK yang menyatakan mantan narapidana, termasuk korupsi, untuk maju dalam kontestasi Pilkada," ujar Peneliti ICW Egi Primayogha dalam keterangan tertulis, Kamis (30/7/2020).
(Baca: ICW Tantang Firli Usut Potensi Korupsi Surat Jalan Jenderal Polisi)
MK memutuskan hal tersebut pada Desember 2019 lewat Putusan no. 56/PUU-XVII/2019. Mantan terpidana korupsi diharuskan menunggu hingga 5 tahun setelah keluar dari penjara, baru kemudian diperbolehkan untuk maju sebagai kepala daerah.
Putusan itu mengabulkan permohonan yang diajukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Pemilu). Ketika itu ICW dan Perludem mengajukan uji materi terhadap UU nomor 10/2016 tentang Pilkada.
ICW juga mengingatkan terdapat preseden bahwa mantan napi korupsi yang kembali menduduki jabatan kepala daerah mengulangi perbuatannya. Bupati Kudus nonaktif, Muhammad Tamzil, dua kali terjerat kasus korupsi.
"Pada Desember 2015 ia menyelesaikan hukumannya akibat terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan. Terpilih kembali sebagai kepala daerah pada 2018, di tahun yang sama ia terjerat kasus suap pengisian jabatan," ungkap Egi.
(Baca: Jaksa Agung Awasi Politik Uang, Perludem: Harus Benar-benar Serius)
Pelarangan mantan napi korupsi juga telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) no 1 tahun 2020. Pada peraturan sebelumnya, KPU memang mengizinkan mantan napi korupsi untuk maju. Namun dengan adanya putusan MK, KPU mengubah peraturan tersebut. Peraturan KPU tersebut menegaskan pelarangan bagi seluruh mantan narapidana untuk ikut serta dalam kontestasi pilkada.
Diketahui, tahapan Pilkada 2020 yang digelar secara serentak di 270 daerah, dilaksanakan meskipun dipertentangkan karena dalam suasana pandemi. Pemungutan suara yang semula dijadwalkan pada September 2020 telah diundur hingga Desember 2020.
"Dalam proses itu, kita tidak boleh melupakan putusan MK yang menyatakan mantan narapidana, termasuk korupsi, untuk maju dalam kontestasi Pilkada," ujar Peneliti ICW Egi Primayogha dalam keterangan tertulis, Kamis (30/7/2020).
(Baca: ICW Tantang Firli Usut Potensi Korupsi Surat Jalan Jenderal Polisi)
MK memutuskan hal tersebut pada Desember 2019 lewat Putusan no. 56/PUU-XVII/2019. Mantan terpidana korupsi diharuskan menunggu hingga 5 tahun setelah keluar dari penjara, baru kemudian diperbolehkan untuk maju sebagai kepala daerah.
Putusan itu mengabulkan permohonan yang diajukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Pemilu). Ketika itu ICW dan Perludem mengajukan uji materi terhadap UU nomor 10/2016 tentang Pilkada.
ICW juga mengingatkan terdapat preseden bahwa mantan napi korupsi yang kembali menduduki jabatan kepala daerah mengulangi perbuatannya. Bupati Kudus nonaktif, Muhammad Tamzil, dua kali terjerat kasus korupsi.
"Pada Desember 2015 ia menyelesaikan hukumannya akibat terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan. Terpilih kembali sebagai kepala daerah pada 2018, di tahun yang sama ia terjerat kasus suap pengisian jabatan," ungkap Egi.
(Baca: Jaksa Agung Awasi Politik Uang, Perludem: Harus Benar-benar Serius)
Pelarangan mantan napi korupsi juga telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) no 1 tahun 2020. Pada peraturan sebelumnya, KPU memang mengizinkan mantan napi korupsi untuk maju. Namun dengan adanya putusan MK, KPU mengubah peraturan tersebut. Peraturan KPU tersebut menegaskan pelarangan bagi seluruh mantan narapidana untuk ikut serta dalam kontestasi pilkada.