Jaksa Agung Awasi Politik Uang, Perludem: Harus Benar-benar Serius
loading...
A
A
A
JAKARTA - Praktik jual beli suara masih menjadi momok besar yang menghambat upaya untuk mewujudkan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang jujur, adil dan demokratis. Pada Pemilu 2019, tindak pidana jual beli suara atau politik uang merupakan kasus tertinggi yang diputus inkrah oleh pengadilan.
Karena itu Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem ) Titi Anggraini mendukung Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin mengawasi jalannya Pilkada 2020.
“Saya kira ini adalah prioritas yang tepat. Belajar dari Pemilu 2019, sudah sepantasnya aparat penegak hukum benar-benar serius dan punya komitmen tinggi mengatasi persoalan ini. Politik uang sangat tercela karena bisa mendistorsi kemurnian suara pemilih untuk bisa memilih dengan bebas dan merdeka sesuai pilihan terbaik yang diyakininya,” kata Titi kepada wartawan, Rabu (29/7/2020).
(Baca: Cegah Politik Uang, Perlu Ada Lembaga Peradilan Khusus Pemilu)
Menurut dia, keterpurukan ekonomi akibat dampak dari Pandemi Covid-19 bisa memicu pragmatisme pemilih untuk permisif pada politik uang. Kemudian, calon kepala daerah atau peserta Pemilu yang oportunis bisa memanfaatkan kondisi tersebut untuk mengambil jalan pintas mendapatkan dukungan publik dengan melakukan suap atau politik uang kepada pemilih.
“Maka, mau tidak mau antisipasi kita harus maksimal untuk mencegah terjadinya jual beli suara saat pilkada, memanfaatkan kondisi sulit yang sedang dihadapi masyarakat,’’ ungkapnya.
Selain politik uang, penyebaran hoaks dan politik suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) di Pilkada serentak 2020 juga perlu diwaspadai. Sebab, kampanye dan interaksi daring sangat dianjurkan untuk dilakukan di saat Pandemi Covid-19 ini, dan sangat mungkin disalahgunakan oleh para oknum untuk menyebarkan informasi bohong dan tendensius saat pelaksanaan Pilkada.
“Makanya penggunaan teknologi digital juga harus diimbangin dengan kemampuan kita dalam membatasi penyebaran hoaks dan politisasi SARA,” tuturnya.
(Baca: Uji Materi PT 4%, Perludem Tekankan Proporsionalitas Hasil Pemilu)
Dia juga meminta sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang melibatkan Kejaksaan, Kepolisian dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki kesepahaman yang sama dalam bertugas menindak dugaan pelanggaran dalam gelaran pemilu.
“Gakkumdu perlu dipastikan memiliki kesepahaman yang sama diantara pihak-pihak yang ada di dalamnya. Jangan sampai justru Gakkumdu malah jadi penghambat upaya untuk mewujudkan keadilan pemilihan dalam pilkada serentak 2020 ini,” katanya.
Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelumnya menyatakan tengah menyiapkan jaksa-jaksa khusus untuk menangani bermacam persoalan dan tantangan dalam Pilkada Serentak 2020, seperti mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN), praktik politik uang dan kampanye hitam isu SARA.
Burhanuddin menilai masifnya politik uang sangat memerlukan pengawasan bersama demi terlaksananya Pilkada yang terbuka, bersih dan mencapai pemilihan yang berkualitas.
Karena itu Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem ) Titi Anggraini mendukung Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin mengawasi jalannya Pilkada 2020.
“Saya kira ini adalah prioritas yang tepat. Belajar dari Pemilu 2019, sudah sepantasnya aparat penegak hukum benar-benar serius dan punya komitmen tinggi mengatasi persoalan ini. Politik uang sangat tercela karena bisa mendistorsi kemurnian suara pemilih untuk bisa memilih dengan bebas dan merdeka sesuai pilihan terbaik yang diyakininya,” kata Titi kepada wartawan, Rabu (29/7/2020).
(Baca: Cegah Politik Uang, Perlu Ada Lembaga Peradilan Khusus Pemilu)
Menurut dia, keterpurukan ekonomi akibat dampak dari Pandemi Covid-19 bisa memicu pragmatisme pemilih untuk permisif pada politik uang. Kemudian, calon kepala daerah atau peserta Pemilu yang oportunis bisa memanfaatkan kondisi tersebut untuk mengambil jalan pintas mendapatkan dukungan publik dengan melakukan suap atau politik uang kepada pemilih.
“Maka, mau tidak mau antisipasi kita harus maksimal untuk mencegah terjadinya jual beli suara saat pilkada, memanfaatkan kondisi sulit yang sedang dihadapi masyarakat,’’ ungkapnya.
Selain politik uang, penyebaran hoaks dan politik suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) di Pilkada serentak 2020 juga perlu diwaspadai. Sebab, kampanye dan interaksi daring sangat dianjurkan untuk dilakukan di saat Pandemi Covid-19 ini, dan sangat mungkin disalahgunakan oleh para oknum untuk menyebarkan informasi bohong dan tendensius saat pelaksanaan Pilkada.
“Makanya penggunaan teknologi digital juga harus diimbangin dengan kemampuan kita dalam membatasi penyebaran hoaks dan politisasi SARA,” tuturnya.
(Baca: Uji Materi PT 4%, Perludem Tekankan Proporsionalitas Hasil Pemilu)
Dia juga meminta sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang melibatkan Kejaksaan, Kepolisian dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki kesepahaman yang sama dalam bertugas menindak dugaan pelanggaran dalam gelaran pemilu.
“Gakkumdu perlu dipastikan memiliki kesepahaman yang sama diantara pihak-pihak yang ada di dalamnya. Jangan sampai justru Gakkumdu malah jadi penghambat upaya untuk mewujudkan keadilan pemilihan dalam pilkada serentak 2020 ini,” katanya.
Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelumnya menyatakan tengah menyiapkan jaksa-jaksa khusus untuk menangani bermacam persoalan dan tantangan dalam Pilkada Serentak 2020, seperti mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN), praktik politik uang dan kampanye hitam isu SARA.
Burhanuddin menilai masifnya politik uang sangat memerlukan pengawasan bersama demi terlaksananya Pilkada yang terbuka, bersih dan mencapai pemilihan yang berkualitas.
(muh)