Senjakala Militer Malaysia

Senin, 21 Agustus 2023 - 05:13 WIB
loading...
A A A
Begitupun laporan belanja alutsista SIPRI 2022 tidak mencatat belanja militer signifikan, kecuali melaporkan tentang tuntasnya pesanan 4 LMS dari China, kelarnya hibah 12 ScanEagle, kedatangan helikopter sewa jenis AW 139 dan 6 helikopter ringan MD-530 G. Rencana akuisisi pesawat ATR-72MP untuk anti sub-marine weapon atau ASW dan 3 UAV Anka dari Turki ternyata belum resmi diorder.

Bila ditelusuri, muramnya akuisisi alutsista negara yang berbentuk federal tersebut terjadi sejak mencuatnya kasus korupsi pembelian kapal selam kelas Scorpene buatan Prancis pada 2002. Korupsi belanja alutsista buatan pabrikan DCNS senilai USD1,2 miliar tersebut melibatkan Menteri Pertahanan Najib Rajak yang belakangan menjabat perdana menteri.

Malahan skandal rasuah yang kemudian disebut megakorupsi 1MDB itu dibumbui tewasnya Altantuya Shaariibu, seorang penterjemah asal Mongolia. Mirisnya lagi, kapal selam tersebut ditengarai tidak menyelam hingga harus ditambatkan di pelabuhan dalam kurun waktu cukup lama.

Sedangkan dari sisi kemandirian alutsista, Malaysia tidak memiliki produk yang bisa dibanggakan. Dari catatan belanja pertahanan SIPRI 2021 dan 2022 misalnya, tidak ada catatan mengenai ekspor alutsista Malaysia ke negara lain. Mangkraknya proyek kapal LCS yang diharapkan menjadi jembatan Malaysia membangun kemandirian melalui ToT dari Prancis menunjukkan ketidakmampuan SDM-nya menguasai teknologi pembuatan kapal perang. Boro-boro membuat kapal, negeri tersebut pun tidak memiliki kemampuan membuat senjata serbu. Program senjata VB Berapi LP 06 berdesain aneh yang pernah digagas, kini tidak ada kabar kelanjutannya.

Mengapa daftar belanja militer Malaysia sangat kecil? Jawabannya tidak lain karena keterbatasan anggaran militernya. Mengutip data Lowy Institute seperti dimuat Katadata, pada 2022 lalu Malaysia hanya menganggarkan dana sebesar USD3,96 miliar, beda tipis dengan Myanmar yang memiliki anggaran sebesar USD3,70 miliar. Besaran anggaran militer tersebut jauh dibanding Singapura (USD12 miliar), Indonesia (USD10 miliar), Thailand (USD7,44 miliar), Vietnam (USD7,21 miliar) dan Filipina (USD4,43 miliar).

Selain berdampak minimnya belanja militer, keterbatasan anggaran juga memaksa Malaysia ā€˜kreatifā€™ dalam memenuhi kebutuhan alutsistanya. Kebijakan yang diambil di antaranya menyewa, seperti helikopter AW 139 -sebuah kebijakan yang tidak lazim dalam dunia militer.

Negeri yang dimerdekakan Inggris itu juga terpaksa memilih opsi barang bekas, seperti terkait rencana pembelian 33 pesawat F/A-18C/D Hornet milik Kuwait. Hanya saja, proposal yang disampaikan Malaysia hingga kini belum juga direspons negeri sultan tersebut. Karena itulah, tidak ada pilihan bagi negara dengan penduduk mayoritas etnis Melayu itu selain memperpanjang usia pesawat Hornet-nya hingga 2035.

Melihat realitas di atas, perkembangan kekuatan pertahanan Malaysia menunjukkan indikator suram. Tolok ukur alutsista modern yang dibutuhkan menangkis ancaman tidak terpenuhi karena alutsista sudah uzur, baik untuk angkatan darat, laut dan udara. Dengan begitu harapan adanya superioritas udara sebagai unsur penting untuk memenangkan perang secara keseluruhan sulit terpenuhi. Apalagi dibanding China yang membangun militernya secara besar-besaran dalam dekade ini, dibanding dengan Singapura yang memiliki F-35 dan Indonesia yang sudah memborong Rafale pun Malaysia tertinggal jauh.

Begitu pula kekuatan di darat. Setelah tank Pendekar, misalnya, tidak ada kabar lagi adanya pembelian tank baru. Apalagi kekuatan laut, fregat Gowind yang diharapkan menjadi tulang kekuatan laut hingga kini masih mangkrak. Praktis kekuatan maritim Malaysia saat ini hanya didukung sejumlah kapal perang buatan 90-an, seperti kelas korvet Laksamana dan fregat kelas Lekiu.

Adapun indikator kemandirian alutsista masih jauh dari harapan karena Malaysia belum memiliki kompetensi mengembangkan industri pertahanan. Entah kenapa negara yang memiliki begitu banyak universitas terkemuka dibanding Indonesia, tidak mampu membangun industri pertahanan yang bisa diandalkan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1551 seconds (0.1#10.140)