Menjaga Marwah Masjid
loading...
A
A
A
Ibn Katsir (VII, 188-90) menyebut, masjid Dhirar dibangun oleh 12 (dua belas) orang munafiq (Khidzam bin Khalid, dkk). Riwayat lain menyebut, masjid ini dibangun oleh Bani Ghanim bin Auf. Sejak awal, masjid ini dibangun dengan niat yang tidak baik: membahayakan Nabi Muhammad SAW dan menimbulkan perpecahan umat Islam.
Agar legitimatif, para pendirinya, berharap dan menghendaki agar Nabi Muhammad SAW berkenan shalat di masjid ini. Untungnya Nabi Muhammad SAW menolak, dan menjanjikan pasca peristiwa Tabuk, beliau akan mendatangi masjid tersebut. Di tengah perjalanan pulang, Allah SWT mengingatkannya melalui QS: 9,107-110.
Sejak zaman dulu, masjid merupakan tempat yang ramah untuk semua orang, termasuk non-Islam. Orang bebas keluar-masuk masjid, termasuk tidur dan menginap di dalamnya. Masjid termasuk ‘tempat favorit’ terjadinya kejahatan, apalagi saat shalat berlangsung. Dari kejahatan ringan hingga berat.
Tercatat dalam sejarah, Umar bin Khattab meninggal di masjid pas shalat Shubuh di tangan Abu Lu’luah, sahaya Mughirah bin Syu’bah (Siyar al-salaf al-shalihin: 46). Mughirah merupakan gubernur Kufah yang diangkat oleh Umar bin Khattab. Ali bin Abi Thalib mewarisi kekacauan politik masa sebelumnya, pasca meninggalnya Utsman bin Affan.
Terjadilah perang saudara yang mengenaskan. Perang Jamal terjadi antara Ali bin Abu Thalib melawan Aisyah binti Abu Bakar. Perang Shiffin meletus di mana Ali bin Abu Thalib harus berhadapan dengan Muawiyah bin Abu Sufyan. Perang Nahrawan tak bisa dihindari, di mana kelompok Khawarij melawan Ali bin Abu Thalib). Ali bin Abu Thalib wafat di tangan pendukungnya sendiri, Abdurrahman bin Muljam (seorang ahli ibadah dan al-muqri’) ketika sedang menuju Masjid jelang shalat Subuh pada 17 Ramadhan.
Mimbar Jumat masjid pernah menjadi ajang caci maki kepada para sahabat pada Dinasti Umayyah. Di masa Umar II, tradisi ini dihilangkan, diganti dengan kalimat yang jauh lebih baik. Al-Dasuqi dalam Hasiyah-nya meriwayatkan, Umar II adalah orang pertama yg mengutip QS al-Nahl: 90 sebagai penutup khutbah. Cerita sejarah ini harus diingat oleh umat Islam dan jangan sampai terulang.
Melalui mimbar-mimbarnya, masjid mesti membumi dan merasakan napas kehidupan umat dan bangsa. Masalah masjid merupakan masalah bangsa, dan masalah bangsa juga merupakan masalah masjid. Program MPMB sejatinya untuk mendorong agar masjid menjadi bagian dari solusi persoalan keumatan dan kebangsaan.
Sebagaimana dimaklumi, intoleransi masih menjadi persoalan bangsa ini. Begitu pula dengan radikalisme. Hasil kajian lembaga riset dan temuan beberapa lembaga negara, menunjukkan jemaah masjid tidak tertutup kemungkinan terpapar intoleransi dan radikalisme.
Masjid digunakan untuk menyebarkan ajaran yang justru bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Untuk membuktikannya, tidak sulit. Cukup didengarkan saja bagaimana isi ceramah atau khutbah yang disampaikan oleh khatib di masjid tersebut.
Ceramah yang mengajarkan intoleransi, provokasi dan ujaran kebencian kepada kelompok yang berbeda, dan pemanfaatan masjid untuk kegiatan politik praktis, merupakan beberapa indikasi yang patut kiranya diwaspadai.
Agar legitimatif, para pendirinya, berharap dan menghendaki agar Nabi Muhammad SAW berkenan shalat di masjid ini. Untungnya Nabi Muhammad SAW menolak, dan menjanjikan pasca peristiwa Tabuk, beliau akan mendatangi masjid tersebut. Di tengah perjalanan pulang, Allah SWT mengingatkannya melalui QS: 9,107-110.
Sejak zaman dulu, masjid merupakan tempat yang ramah untuk semua orang, termasuk non-Islam. Orang bebas keluar-masuk masjid, termasuk tidur dan menginap di dalamnya. Masjid termasuk ‘tempat favorit’ terjadinya kejahatan, apalagi saat shalat berlangsung. Dari kejahatan ringan hingga berat.
Tercatat dalam sejarah, Umar bin Khattab meninggal di masjid pas shalat Shubuh di tangan Abu Lu’luah, sahaya Mughirah bin Syu’bah (Siyar al-salaf al-shalihin: 46). Mughirah merupakan gubernur Kufah yang diangkat oleh Umar bin Khattab. Ali bin Abi Thalib mewarisi kekacauan politik masa sebelumnya, pasca meninggalnya Utsman bin Affan.
Terjadilah perang saudara yang mengenaskan. Perang Jamal terjadi antara Ali bin Abu Thalib melawan Aisyah binti Abu Bakar. Perang Shiffin meletus di mana Ali bin Abu Thalib harus berhadapan dengan Muawiyah bin Abu Sufyan. Perang Nahrawan tak bisa dihindari, di mana kelompok Khawarij melawan Ali bin Abu Thalib). Ali bin Abu Thalib wafat di tangan pendukungnya sendiri, Abdurrahman bin Muljam (seorang ahli ibadah dan al-muqri’) ketika sedang menuju Masjid jelang shalat Subuh pada 17 Ramadhan.
Mimbar Jumat masjid pernah menjadi ajang caci maki kepada para sahabat pada Dinasti Umayyah. Di masa Umar II, tradisi ini dihilangkan, diganti dengan kalimat yang jauh lebih baik. Al-Dasuqi dalam Hasiyah-nya meriwayatkan, Umar II adalah orang pertama yg mengutip QS al-Nahl: 90 sebagai penutup khutbah. Cerita sejarah ini harus diingat oleh umat Islam dan jangan sampai terulang.
Menjaga Marwah
Sebagai tempat ibadah dan tempat berkumpulnya umat Islam untuk berbagai keperluan yang positif, masjid harus dijaga sesuai titahnya. Secara manajemen, masjid harus dikelola secara profesional. Pada akhirnya, masjid dapat mendatangkan kemaslahatan bagi umat Islam. Masjid harus menyatukan dan ikut menyelesaikan berbagai masalah, bukan malah memecah belah umat dan membuat berbagai masalah.Melalui mimbar-mimbarnya, masjid mesti membumi dan merasakan napas kehidupan umat dan bangsa. Masalah masjid merupakan masalah bangsa, dan masalah bangsa juga merupakan masalah masjid. Program MPMB sejatinya untuk mendorong agar masjid menjadi bagian dari solusi persoalan keumatan dan kebangsaan.
Sebagaimana dimaklumi, intoleransi masih menjadi persoalan bangsa ini. Begitu pula dengan radikalisme. Hasil kajian lembaga riset dan temuan beberapa lembaga negara, menunjukkan jemaah masjid tidak tertutup kemungkinan terpapar intoleransi dan radikalisme.
Masjid digunakan untuk menyebarkan ajaran yang justru bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Untuk membuktikannya, tidak sulit. Cukup didengarkan saja bagaimana isi ceramah atau khutbah yang disampaikan oleh khatib di masjid tersebut.
Ceramah yang mengajarkan intoleransi, provokasi dan ujaran kebencian kepada kelompok yang berbeda, dan pemanfaatan masjid untuk kegiatan politik praktis, merupakan beberapa indikasi yang patut kiranya diwaspadai.