Pemuda Episentrum Persatuan

Rabu, 16 Agustus 2023 - 15:56 WIB
loading...
Pemuda Episentrum Persatuan
Muh Jusrianto, Wakil Sekretaris Jenderal Eksternal HI PB HMI. Foto/Dok. Pribadi
A A A
Muh Jusrianto
Wakil Sekretaris Jenderal Eksternal HI PB HMI
Mahasiswa S3 Research in Management UPH

DALAM lintasan sejarah pergerakan bangsa Indonesia senantiasa mengukir peranan golongan muda yang spektakuler. Berjejer nama-nama terkenal yang pemikiran serta semangat kepeloporannya selalu tumbuh membersamai perjalanan bangsa hingga memasuki usianya yang ke-78 tahun - "17 Agustus 1945-17 Agustus 2023". Dari Tjokroaminoto, Soekarno, Hatta, Ahmad Dahlan, Hasyim Asy'ari, Syahrir dan para pelopor-pelopor lainnya berkiprah sejak usia muda untuk mencapai kemerdekaan.

Peristiwa bersejarah pada medio 1928, yang oleh disebut banyak sejarawan dalam leksikon bangsa Indonesia merupakan puncak dari kebangkitan nasional, terpotret menjadi sangat monumental, lantaran pada masa ini, golongan muda dengan penuh keberanian - dan visioner - merumuskan manifesto politik terkait persatuan nasional. Kaum pemuda bersumpah setia untuk bertanah Air satu, berbangsa satu, berbahasa satu: Indonesia!

Manifesto politik 1928 datang dari kesadaran revolusioner kaum muda yang diucap secara jujur dan sukarela tanpa paksaan. Ikrar sumpah pemuda ini menjadi perekat yang makin mengokohkan langkah perjuangan kolektif dari segenap elemen bangsa dari berbagai latar kalangan untuk mewujudkan kemerdekaan sebagai suatu etalase menuju peradaban bangsa yang lebih berkeadilan dan bermartabat.

Para pemuda mampu keluar dari kelemekatannya atas identitas-identitas primordial, dimana diferensiasi yang “kontras” dilebur menjadi totalitas kesatuan yang koheren, atas dasar kesamaan nasib sebagai bangsa yang terjajah. Alih-alih perjuangan kaum muda terbentur ke dalam impase, justru yang ada malah sebaliknya: kesadaran yang tumbuh melampaui zamannya telah membawa perjuangan golongan muda menuju Indonesia sebagai rumah berbangsa dan bernegara.

Pemuda mampu menegaskan nasionalisme ke dalam identitas baru yang bernama Indonesia. Sejalan dengan apa yang dijelaskan R.E Elson (2009), melalui The Idea of Indonesia, bahwa semenjak medio akhir 1920-an, term Indonesia mengorbit jadi sebuah teks hegemonik, dimana gagasan-gagasan mengenai Indonesia diterima luas di kalangan kaum Bumiputera. Sehingga nilai-nilai keindonesiaan dapat dimengerti sebagai titik temu dari kemajemukan.

Secara prinsipil, nilai-nilai keindonesiaan merupakan resapan dari nilai dan cita-cita etis dan moral yang terkandung dalam budaya dan agama. Hal ini terpotret dari nilai luhur yang khas dan membudaya di dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia, seperti gotong royong, sikap saling tolong-menolong, sopan santun, toleran dan peduli terhadap sesama tanpa menegasi yang berbeda. Nilai-nilai luhur inilah yang merupakan sandaran dari persatuan nasional.

Reinventing Kaum Muda
Kolonialisme telah lama lenyap dari bumi Nusantara. Kolonialisme kini tidak lagi menjadi problem yang hendak menghalangi perjalanan Indonesia dalam mencapai tujuan luhur yang didambakan oleh segenap komponen bangsa, yakni social justice. Social justice bukan hanya berkenaan dengan urusan ekonomi atau hukum an-sich, melainkan dimaknai secara luas dalam konteks kehidupan sosial masyarakat yang di dalamnya mencakup banyak hal: budaya hingga agama.

Kiprah kaum muda, tentunya, bukan semata cerita yang terpotret di literatur-literatur sejarah. Sebaliknya, membincangkan peran generasi muda tidak berarti dimaknai sebagai romantisme dari trayektori sejarah bangsa ini.

Membincangkan pemuda merupakan upaya menelaah pemikiran dan legacy yang dapat dijadikan titik tolak bagi generasi hari ini. Dengan demikian, membincangkan kaum muda adalah untuk menggali dan menemukan relevansinya untuk menuju satu abad Indonesia merdeka pada 2045.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5108 seconds (0.1#10.140)