Membangun Indonesia dari Desa

Senin, 14 Agustus 2023 - 09:08 WIB
loading...
Membangun Indonesia dari Desa
Candra Fajri Ananda. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

PEMBANGUNAN perdesaan merupakan bagian integral yang mendasar dari pembangunan nasional, melihat mayoritas warga Negara Indonesia tinggal di perdesaan. Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian proses perubahan yang dilakukan secara terus menerus untuk mencapai suatu tingkat kehidupan masyarakat yang sejahtera, lahir dan batin.

Secara teknis, pembangunan harus menjamin lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat dan terus menjalankan kehidupan yang produktif. Pembangunan yang baik tentu dimulai dari tingkat bawah yaitu pembangunan yang dimulai dari tingkat terkecil seperti desa.

Pembangunan dari bawah (bottom-up) diyakini mampu memberikan kesempatan kepada masyarakat (bawah) untuk berinisiatif sejak dimulainya perencanaan, dengan asumsi bahwa masyarakat memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, kebutuhan, serta cara terbaik yang sesuai dengan kondisi yang ada di setiap wilayah.

Ketertinggalan desa merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap permasalahan pembangunan, seperti tingginya angka stunting pada balita dan kemiskinan. Desa tertinggal seringkali ditunjukkan dalam ketersediaan makanan bergizi yang beragam, termasuk aksesnya.

Di beberapa daerah perdesaan tertinggal, pengetahuan tentang gizi dan cara menyusun pola makan seimbang juga masih rendah. Orang tua atau penjaga anak tidak sepenuhnya menyadari pentingnya memberikan makanan dengan kualitas gizi yang baik kepada anak-anak. Tak hanya itu, kondisi kesehatan dan sanitasi yang buruk akibat kurangnya akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak dan lingkungan yang bersih juga memicu penyebaran penyakit dan infeksi sehingga menghambat penyerapan nutrisi dalam tubuh anak-anak.

Kompleksitas problematika desa tertinggal terhadap terjadinya stunting tersebut juga kian diperparah dengan rumah tangga yang miskin tidak dapat memenuhi asupan gizi untuk anaknya, sehingga memicu terjadinya stunting. Alhasil, kompleksitas tersebut mengakibatkan tumbuh kembang anak menjadi terhambat sehingga menghasilkan SDM yang tidak berkualitas.

Peran penting pembangunan negara melalui desa sejatinya telah menjadi prioritas pembangunan negara sejak era otonomi daerah. Hal tersebut merupakan amanah yang tertuang dalam UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Selama Presiden Jokowi mulai menjabat, pada Oktober 2014, Program Nawacita telah mengusung visi-misi UU tersebut.

Setidaknya terdapat hal penting yang telah dilakukan Presiden Jokowi dalam mewujudkan visi misi pemerataan pembangunan desa hingga saat ini, di antaranya adalah pembentukan lembaga baru Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), serta adanya anggaran khusus Desa yang dikenal dengan dana desa. Data Kemendagri RI mencatat bahwa pada periode 2015 – 2022, total dana desa yang telah dialokasikan telah mencapai Rp468,65 triliun.

Alokasi anggaran besar pada desa tersebut merupakan bentuk perhatian besar pemerintah bagi 74.961 desa yang diharapkan bisa meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa, mengurangi ketimpangan antara desa dan kota, serta melahirkan sentra-sentra ekonomi baru yang tidak hanya berorientasi di perkotaan tetapi desa. Adapun pemanfaatan dana desa di antaranya adalah untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan desa, jembatan, pasar, badan usaha milik desa (BUMDes), tambatan perahu, irigasi embung, hingga turap penahan tanah di pinggir jalan desa yang seluruhnya dikerjakan oleh warga desa sendiri untuk bisa memberikan efek guliran ekonomi.

Selain itu, sebagian lainnya dari anggaran digunakan untuk keperluan pengadaan sarana yang berguna bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat desa. Berdasarkan data Kemendagri RI, tercatat bahwa sepanjang 2015 – 2021 telah terwujud pembangunan sarana olahraga sebanyak 29.210 unit, (saluran) air bersih sebanyak 1.307.403 unit, mandi cuci kakus (MCK) 473.884 unit. Selain itu, telah terbangun juga pondok bersalin desa (polindes) sebanyak 14.041 unit, drainase sepanjang 45 kilometer, pendidikan anak usia dini (PAUD) 6.430, posyandu 42.000 lebih, dan sumur 74.000 lebih.

Kini jumlah desa mandiri pun telah mencapai 3.269 desa, meningkat dari sebelumnya 174 desa di tahun 2016. Desa mandiri yang sering disebut desa swasembada adalah desa yang sudah mampu mengembangkan dirinya sendiri dengan baik. Artinya, desa mandiri tidak mengandalkan hanya dari dana transfer, tetapi pemerintah desa tersebut telah mampu meningkatkan kapasitas fiskalnya melalui peningkatan secara signifikan Pendapatan Asli Desa, dimana penggunaannya tidak diatur oleh pemerintah pusat, tetapi betul-betul untuk kepentingan dan prioritas desa sendiri.

Potret Pembangunan Desa di Indonesia
Membangun dari pinggiran. Begitulah salah satu butir dalam program Nawacita dari Presiden Joko Widodo. Setelah berjalan hampir satu dekade, terlihat bahwa langkah-langkah yang dilaksanakan telah memberikan hasil-hasil yang nyata.

Pembangunan dilakukan secara berkelanjutan di berbagai kawasan pedesaan dengan melibatkan segenap potensi desa. Anggaran yang dikucurkan melalui dana desa telah terbukti bisa memberikan manfaat bagi perekonomian dan peningkatan kualitas hidup warga desa.

Alhasil, pembangunan yang semula lebih terkonsentrasi di daerah perkotaan (urban oriented), kini digeser ke pedesaan, termasuk di dalamnya termasuk desa-desa di perbatasan. Sebanyak 122 desa berstatus sangat tertinggal lompat status menjadi desa mandiri sepanjang periode 2015 hingga 2022. Lompatan ini paling banyak terjadi pada desa-desa di luar Pulau Jawa.

Upaya pemerintah dalam meningkatkan pemerataan ekonomi di Indonesia kian membuahkan hasil. Pertumbuhan serta pembangunan ekonomi daerah saat ini telah menunjukan perbaikan yang signifikan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Perbaikan tersebut tak lain dipicu oleh pembangunan desa dan infrastruktur yang masif di berbagai wilayah Indonesia. Bahkan, di kuartal awal tahun ini, dua provinsi di luar Jawa dan Sumatera, mencatatkan pertumbuhan double digit yakni Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.

Kedua wilayah tersebut berhasil tumbuh kencang ditopang oleh hilirisasi. Maluku Utara menjadi provisi dengan pertumbuhan tertinggi yakni 16,5%, dan Sulawesi Tengah tumbuh sebesar 13,18% pada kuartal I-2023. Selain itu, Data BPS (2023) juga mencatat bahwa di pertumbuhan kuartal I-2023 ini Pulau Sulawesi merupakan wilayah yang paling banyak menyumbang PDRB Indonesia. Sementara itu, DKI Jakarta hanya tumbuh 4,95% atau hanya naik tipis dibandingkan pada kuartal IV-2022. Hal ini membuktikan bahwa pembangunan kian merata dan tidak Jawa sentris.

Di masa mendatang, melalui kebijakan penguatan Desa, diharapkan mampu menghasilkan pusat – pusat pertumbuhan ekonomi baru, termasuk munculnya hubungan – hubungan (supply chain) desa-kota-pasar sehingga pemerataan pembangunan yang kita inginkan lebih cepat terwujud. Dalam upaya penanganan stunting misalnya, Desa akan lebih cocok menyelesaikan program penanganan stunting dengan ala desa, dimana Budaya, kekeluargaaan menjadi asas dalam menjalankan program. Posyandu dan kumpulan Desa, bisa menjadi ujung layanan dalam penanganan stunting.

Hal lainnya yang bisa diambil contoh adalah penjagaaan inflasi. Bagaimana koordinasi dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten kota, desa/kelurahan bekerjasama dalam penanganan produksi, distribusi telah mampu mencapai target inflasi (3,1% s.d. bulan Juli 2023). Begitu juga dalam penanganan covid-19 selama ini, koordinasi dan harmonisasi kebijakan dari pusat dan daerah serta desa, telah menghasilkan penanganan pandemi yang sangat baik.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4007 seconds (0.1#10.140)