TNI AL Siapkan Taktik Gerilya?

Senin, 14 Agustus 2023 - 05:14 WIB
loading...
TNI AL Siapkan Taktik...
Ilustrasi: Masyudi/SINDOnews
A A A
BEBERAPA pekan lalu sebuah kanal youtube yang fokus pada informasi dunia militer memberitakan langkah TNI AL memesan fast missile boat (selanjutnya disingkat FMB) dari PT Lundin Industry Invest. Kapal dengan spesifikasi baru tersebut merupakan hasil garapan bareng Lundin dengan PT PAL dan Kongsberg Defence & Aerospace (KDA).

baca juga: Hari Pancasila, TNI AL Kukuhan Kapal Perang KRI Bung Karno-369

Keputusan TNI AL menggunakan alutsista buatan Lundin bukan kali ini saja. Perusahaan berbasis di Banyuwangi memang dikenal memiliki keunggulan untuk kapal jenis boat. Combat Boat Type X-8 Catamaran dan Speed Boat jenis rigid inflatable boat (RIB) buatannya, misalnya, sudah lama menjadi andalan pasukan khusus TNI AL , bahkan juga digunakan militer beberapa negara lain.

Produk perusahaan milik John Lundin dan Lizza Lundin lain yang populer adalah kapal perang trimaran KRI Golok dan tank boat Antasena. Hanya saja, keberlanjutan dua produk inovatif tersebut masih belum jelas. Sedangkan FMB dikabarkan dipesan sebanyak 120 unit. Jumlah pesanan itu merupakan terbesar untuk jenis kapal yang selama ini dilakukan TNI AL.

Sebenarnya, adanya proyek baru yang melibatkan kolaborasi PT PAL, Lundin, dan Kongsberg sudah muncul awal 2022 lalu saat Laksamana TNI Yudo Margono yang masih menjabat Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) mengadakan rapat paparan dengan ketiga perusahaan tersebut di Wisma Elang Laut (WEL) Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat. Fokus pembahasan di antaranya adalah tentang Naval Strike Missile (Nasams), dan pengadaan FMB. Hanya berapa besar FMB yang bakal dipesan belum terungkap.

baca juga: Mengenal KRI Nagapasa (403), Kapal Selam Andalan TNI AL dengan Kemampuan Menakjubkan

Pada momen tersebut pihak Kongsberg menjelaskan spesifikasi Nasams yang diklaim sangat cocok untuk TNI AL karena bisa mencakup daya tembak 250 km, mudah digerakkan ke tempat terpencil, serta bisa dikendalikan dari kapal utama. Dalam konteks inilah dibutuhkan keberadaan FMB yang berukuran kecil, memiliki panjang 19 meter, lebar 4 meter, dan berkecepatan 55 Knot sebagai platfom pengusung.

Dengan spek demikian FMB dianggap akan sangat efektif digunakan dalam pertempuran karena kecil, taktis, sulit dideteksi musuh, dan tidak mudah diserang rudal exocet namun sangat mematikan. Hebatnya, kapal yang memiliki bobot 33 ton dan mampu berlayar sejauh 500 selama 2 minggu itu tidak bersuara, tidak terdeteksi radar, dan tentu saja mampu bergerak cepat.

Selain keunggulannya, dipaparkan pula sistem rudal dioperasikan dengan terlebih dahulu mengambil foto target dan lokasinya dengan menggunakan inframerah. Selanjutnya data dimasukan dalam data sistem persenjataan, lalu eksekusi penembakan dilaksanakan dari komando yang berasal dari kapal utama. Selain sebagai pusat komando, kapal utama yang digunakan bisa memuat 6 FMB. Selain itu FMB juga bisa berlayar secara mandiri.

baca juga: Dua Kapal Cepat Rudal KRI Kapak dan Panah Perkuat Armada TNI AL

CEO PT PAL Kaharuddin Djenod meyakinkan FMB sangat cocok untuk Indonesia. Digambarkan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah perairan. Karena itu untuk menjaganya bukan hanya dibutuhkan kapal-kapal besar, tapi juga kapal kecil berkecepatan tinggi, mampu mengakses wilayah perairan dangkal, dan memiliki kemampuan tembak besar. Admin chanel youtube menyebutnya kapal jenis ini tepat untuk gerilya laut.

Bila pembelian dilakukan dengan jumlah yang sangat besar, pembelian FMB tentu memantik pertanyaan apakah benar TNI AL menyiapkan taktik gerilya untuk menghadapi peperangan di laut? Bila konsep gerilya selama ini dipahami untuk medan darat, apakah mungkin diimplementasikan di medan laut? Dalam konteks Indonesia, apakah gerilya tersebut tepat digunakan untuk memenangkan pertempuran?

Pemikiran Nasution dan Proyeksi Kekuatan Laut

Konsep dan implementasi taktik gerilya dan antigerilya sudah menyatu dalam filosopi TNI dan sistem pertahanan Indonesia secara luas. Adalah Jenderal AH Nasution yang membuat panduan taktik tersebut melalui buku Pokok-Pokok Gerilya atau "Fundamental of Guerilla Warfare”. Pemikirannya dipelajari dan menjadi panduan pendidikan militer di seluruh dunia, dan secara sempurna dimanifestasikan dalam perang Vietnam yang berhasil melumpuhkan kekuatan adidaya Amerika Serikat (AS).

baca juga: Mengenal KRI Bung Karno-369, Kapal Perang Baru yang Diresmikan TNI AL

Secara garis besar, gerilya muncul dari pemahaman bahwa perang bukan semata tugas angkatan bersenjata, tapi juga rakyat semesta dengan berbagai sektor kehidupan yang melingkupinya. Perang gerilya mutlak dilakukan untuk menghadapi musuh yang jauh lebih kuat, terorganisir dan modern atau si lemah versus si kuat.

Taktik gerilya diarahkan untuk mengikat musuh sebanyak-banyaknya; membuat lelah, memeras darah, keringat dan urat saraf sebanyak mungkin. Tujuan ini dilakukan dengan taktik muncul dan menghilang atau hit and run, sehingga musuh tidak mudah menemukan posisi, tapi sebaliknya merasakan serangan dari banyak tempat. Gerilya juga meyakini musuh yang besar harus dihindari, atau diganggu dari banyak posisi, sedangkan musuh yang kecil harus dikepung dan dihancurkan serta alat-alatnya dirampas.

Agar dapat secara cepat muncul, menghilang, sulit ditemukan dan seolah berada di banyak tempat, taktik gerilya membutuhkan pangkalan yang dekat kedudukan musuh. Pangkalan ideal adalah sulit didatangi musuh, bisa menjadi tempat persembunyian dan bisa untuk menyingkir secara aman aman dari serbuan besar-besaran. Tentu saja pangkalan tersebut harus dipahami secara baik dan ditempati oleh rakyat yang bersemangat mendukung perjuangan yang kemudian memunculkan istilah kemanunggalan TNI-Rakyat dan menjadi pokok gerilya.

baca juga: TNI AL Bakal Kedatangan Kapal Perang Penyapu Ranjau dari Jerman Akhir Tahun Ini

Dari pihak TNI AL sudah menyiapkan kekuatan alutsista untuk menghadapi ancaman perang ke depan. Kekuatan dimaksud merupakan bagian dari konsep Perisai Trisula Nusantara seperti disampaikan Menhan Prabowo Subianto dalam ‘’Dialog Kebangsaan Merajut Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Kebhinekaan’’ saat memberi sambutan di Sespim Lemdiklat Polri pada 16 Juni lalu.

Perisai Samudra Nusantara yang merupakan bagian Perisai Trisula Nusantara untuk matra laut rencananya akan dilengkapi alutsista berupa 12 fregat Merah Putih yang dibekali surface to air missile (SAM) dengan daya jangkau hingga 120 km, surface to surface missile (SSM) 180 km, kapal cepat rudal atau KCR (14 unit). Selain itu TNI juga akan dibekali kapal selam serbu indonesia atau KSSI (2 unit) yang dilengkapi sub misil 12 km dan torpedo 17 km, kapal selam taktis Indonesia atau KSTI (7 unit), kapal selam autonomos (20 unit) dengan torpedo, submarine rescue vehicle (2 unit).

Ada pula pagar nusantara green juku wahana bawah air yang akan mengawasi kapal selam, orange juku berbentuk buoy pintar untuk memantau kapal selam dan permukaan, yellow juku kapal yang merupakan selam otonom dengan kercerdasan buatan. Yang menarik, Perisai Samudra Nusantara juga akan dilengkapi pertahanan pantai rudal brahmos yang bisa menjangkau target pada jarak 300 km (8 unit baterai).

baca juga: Prabowo Ingin Jumlah Kapal Perang TNI AL yang Dimodernisasi Bertambah

Strategi,taktik dan alutsista seperti apa yang perlu dimiliki TNI, khususnya TNI AL, sudah barang tentu menyesuaikan dengan tantangan dan kondisi geografis. Dari sisi tantangan, kawasan laut di sekitar Indonesia sudah masuk zona kuning karena munculnya dinamika di kawasan Indo Pasifik akibat agresifitas klaim China atas wilayah tersebut, yang diikuti pergeseraan kekuatan AS dan sekutunya di kawasan tersebut –termasuk terbentuknya aliansi AS, Inggris dan Australia dalam Aukus.

Adapun secara geografis, Indonesia berada di antara Benua Asia dan Australia, terletak di persimpangan lalu lintas laut dunia; serta diapit Samudra Hindia, Laut China Selatan dan Samudra Pasifik. Sebagai negara kepulauan, per 2021 Indonesia tercatat memiliki sekitar 17.000 pulau, menguasai perairan laut seluas 6.400.000 km2 -sebagian di antaranya laut dangkal. Selain itu, negeri ini memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, yakni sepanjang 81.290 km.

Bila memahami kondisi geografis Indonesia yang dibatasi lautan luas yang membentengi pulau-pulau utama Indonesia, maka keberadaan kekuatan laut akan sangat mempengaruhi pertahanan Indonesia secara keseluruhan. Strategi pertempuran tepat - termasuk taktik gerilya- dan dukungan alutsista gahar yang mampu menghentikan serbuan musuh lewat wilayah laut, sama halnya mereduksi serangan yang menusuk langsung ke jantung pertahanan Indonesia di daratan seperti ibu kota negara dan tempat-tempat strategis lain.

Bagaimana Taktik Gerilya Dilakukan?

Tentu kita tidak bisa membayangkan taktik gerilya dilakukan seperti era perang kemerdekaan dimana alutsista TNI sangat minimalis, dengan mayoritas senjata yang dibawa prajurit dan laskar kala itu berupa bambu runcing. Implementasi gerilya di medan laut tentu sangat berbeda dengan daratan. Karena itu, definisi tentang variabel yang dibutuhkan untuk mendukung taktik gerilya berbeda satu sama lain.

baca juga: Panglima TNI Perintahkan Para Kepala Staf Modernisasi Alutsista sesuai Anggaran

Pembelian 120 FMB dari Lundin merupakan bagian dari keseluruhan alutsista matra laut yang sudah disiapkan Kemhan untuk merespons segala kemungkinan ancaman wilayah NKRI ke depan. Tentu saja, alutsista yang menjadi andalan adalah yang memiliki kemampuan strategis seperti fregat dengan SAM dan SSM yang memiliki daya jangka 120 km dan 180 km, kapal selam, dan pertahanan pantai rudal brahmos. Alutsista inilah yang memiliki kemampuan ofensif untuk menghancurkan kekuatan lawan dan memenangkan pertarungan di laut.

Namun untuk alutsista lain, seperti kapal selam taktis, kapal selam autonomos, KCR, green juku, orange juku, yellow juku serta FMB sangat relevan untuk mendukung taktik gerilya di wilayah laut. Kapal selam berukuran mini dan kapal perang yang kecil dan mampu bergerak cepat yang dibekali rudal maupun torpedo sangat tepat untuk mendukung taktik hit and run untuk menghadapi kekuatan musuh yang lebih besar, seperti dilengkapi fregat, kapal selam, bahkan hingga kapal induk.

Alutsista kecil dan lincah akan dengan mudah muncul dan menghilang di pangkalan, dalam ini di gugusan pulau-pulau atau karang yang tersebar di wilayah laut Indonesia. Begitu pun kapal selam mini akan mudah muncul dan menghilang di semua medan dasar laut, termasuk laut dangkal. Bila dalam persektif matra darat dukungan rakyat memunculkan konsep kemanunggalan TNI-rakyat, maka dalam gerilya laut kemanunggulan yang terjadi adalah kemanunggalan TNI AL dengan kondisi alam dan laut.

baca juga: Membangun Otot TNI AL

Dengan kapasitas tersebut dan dukungan kondisi geografis lautan Indonesia, taktik gerilya yang dilakukan TNI AL akan mampu menebar ancaman dan menghancurkan kekuatan musuh di banyak tempat, membuat musuh kewalahan, terkuras tenaganya, hingga terpukul psikologisnya karena tidak pernah merasa aman.

Keberadaan green juku, orange juku dan yellow juku akan sangat membantu kapal utama untuk mendukung serangan karena jenis alutsista tersebut berperan menjadi mata telinga untuk mengawasi keberadaan kapal musuh, baik di permukaan maupun di bawah laut. Tentu itu tidak cukup untuk melakukan pengawasan lebih luas. Karena itulah TNI juga memiliki maritime partrol aircraft (MPA) dan merencanakan akusisi pesawat intai strategis untuk mendukung pengawasan dari udara.

Dari berbagai jenis alutsista yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung taktik gerilya, keberadaan FMB sangat penting. Betapa tidak, kapal tersebut memiliki kapasitas yang sangat diandalkan: dibekali rudal Nasams dengan daya tembak mencapai 250 km, memiliki kecepatan 55 knot, mampu berlayar sejauh 500 selama 2 minggu secara senyap tanpa bisa terdeteksi radar.

baca juga: Arti dan Sejarah Doktrin TNI AL Jalesveva Jayamahe

Kemampuannya tersebut bisa dimanfaatkan untuk melaksanakan perang asimetris menghadapi kekuatan lebih besar. Bayangkan, kapal sekelas fregat bisa disergap oleh FMB yang sangat lincah dan dibekali dua rudal buatan Norwegia yang disematkan di setiap kapal.

Posisi penting FMB mengingatkan langkah yang diambil Iran. Negeri mullah tersebut telah menimbun ribuan kapal jenis sama untuk menghadapi berbagai ancaman serbuan di wilayah laut yang mengelilingi negara mereka -di Teluk Persia, Laut Oman dan Selat Hormuz-, termasuk menghadapi kapal perang Amerika Serikat.Di antara kapal dimaksud adalah Seraj-1 yang diadaptasi dari kapal cepat British Bladerunner 51 made in Afrika Selatan. Seraj yang mampu melaju 55 hingga 72 knot itu dibekalisistem peluncur roket ganda dan senapan mesin anti-pesawat berat di haluan.

Satu lagi adalah Zolfaghar. Kapal rancangan domestik tersebut mampu melaju hingga 70 knot, mampu berlayar hingga lebih dari 500 km, dan dilengkapi tabung peluncur rudal Nasr-1dan roket di buritan. Sebagai informasi, rudal tersebut merupakan pengembangan dari rudal C704 buatan China.Dengan keberadaan Seraj dan Zolfaghar dengan rudal yang disematkan padanya, Iran menjadikan Teluk Persia, Laut Oman dan Selat Hormuz sebagai red zone yang tidak menoleransi segala bentuk ancaman dan oleh siapapun, termasuk AS.

Dukungan FMB dan alutsista lain bisa dimanfaatkan TNI AL untuk mendukung taktik gerilya laut. Mengingat wilayah laut yang sangat luas, FMB yang dibutuhkan tidak cukup hanya 120 unit. Bila pemerintah bersungguh-sungguh mengamankan wilayah laut dan menyiapkan taktik gerilya laut, pembelian kapal tersebut harus terus dilakukan di tiap tahun anggaran, sampai TNI AL memiliki FMB yang mencukupi untuk membentengi wilayah laut NKRI. (*)
(hdr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1416 seconds (0.1#10.140)