Yenny Wahid Pusing Baca Tanggapan Jansen Sitindaon: Muter-muter Kayak Tong Setan di Pasar Malam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid dan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Jansen Sitindaon saling berbalas cuitan di Twitter. Perbincangannya mengenai calon wakil presiden (cawapres) pendamping bakal calon presiden Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan .
Polemik itu berawal ketika Jansen mengomentari pemberitaan media massa tentang pernyataan Yenny Wahid yang mengaku punya kedekatan khusus dengan Anies. “Banyak wartawan nanya saya soal ini. Sekalian di sini saya jawab secara umum untuk semua. Jadi jawaban ini bukan hanya terkait berita Mbak Yenny di bawah saja. Namun sekali lagi sifatnya umum, untuk semua yang berminat mengisi posisi cawapres di Koalisi Perubahan,” cuit Jansen dikutip pada Minggu (13/8/2023).
“Mbak Yenny buat saya bagus. Bahkan lengkap sekali dengan segala atribusi yang melekat dalam diri beliau. Namun untuk posisi wapres di Koalisi Perubahan, buat saya beliau tidak pas, tidak cocok. Mungkin cocoknya di koalisi yang lain,” sambung Jansen.
Karena, kata Jansen, jika Koalisi Perubahan menang, sebagaimana namanya perubahan, banyak hal yang ingin pihaknya ubah. Dia menilai idealnya cawapres perubahan memang yang selama ini wajahnya merepresentasikan hal itu.
“Agar koalisi ini juga semakin kuat posisi dan brandingnya di rakyat yang ingin perubahan. Di mana semakin hari semakin besar dan luas dukungannya. Tentu mereka akan bingung jika koalisi yang katanya mengusung perubahan malah mencalonkan tokoh yang bukan perubahan, apalagi dia tokoh ‘status quo’ atau bagian dari rezim ini. Baik dia bagian inti atau pinggiran rezim ini,” kata Jansen.
“Tentu jikapun saya misalnya jadi Pak Jokowi termasuk para pendukung rezim ini, pasti akan tidak sukalah: ‘Anda selama ini ikut menikmati rezim ini kok malah tiba-tiba mau mengkritiknya dan pindah ke barisan perubahan lagi’. Jadi ini sebenarnya untuk kebaikan bersama,” tambah Jansen.
Dia mempersilakan siapa pun yang selama ini berada dan ikut di rezim saat ini mendukung lanjutkan. “Kami yang di luar mengusung perubahan. Biar nanti rakyat yang menentukan di pemilu siapa yang menang dan mendapat dukungan terbanyak,” tuturnya.
Jansen mengakui dapat memahami karena yang jadi perhatian saat ini adalah soal pengisian posisi cawapres. “Karena tinggal ini yang kosong dan Koalisi Perubahan ini juga sudah cukup syarat berlayar 20 persen. Tentulah banyak peminat dari luar sana yang merasa dirinya pantas dan ingin mengisi posisi itu,” ucapnya.
“Jadi bagi para peminat, jika diri Anda selama ini tidak merepresentasikan perubahan, apalagi jadi bagian dan ikut menikmati rezim ini, saya pribadi berharap Anda cari koalisi lain saja jika mau jadi cawapres. Saya pribadi akan menentang Anda, minimal di rapat-rapat di partai saya Demokrat yang adalah pemegang 9,3 % (persen) dalam Koalisi Perubahan ini,” katanya.
“Soal apakah pendapat saya itu akan menang atau kalah, tidak terlalu penting buat saya. Penting saya akan bersuara menentang dan menolak Anda yang tidak merepresentasikan perubahan namun ingin jadi cawapres di koalisi ini. Selamat menuju pemilu untuk kita semua. NB: tulisan ini adalah pendapat pribadi saya,” pungkasnya.
Cuitan Jansen tersebut ditanggapi oleh Yenny Wahid. “Saya enggak pernah nyodorin diri jadi cawapres Mas Anies lho. Saya cuma merespons lamaran yang datang. Justru saya mendukung Mas AHY jadi cawapres Mas Anies. Kalau situ belum apa2 udah menolak saya, pas bossmu butuh dukungan, saya emoh lho,” cuit Yenny Wahid dengan emoji tertawa.
Jawaban Yenny Wahid tersebut kemudian ditimpali oleh Jansen. “Hehe. Ampunn Mbakk,” cuit Jansen dengan emoji tertawa.
“Kalau soal dukung mendukung siapa, karena perbebatan ini terkait politik dan pemilu besok, ya kembali pada sikap, keyakinan, dan pilihan jenengan Mbak,” tambah Jansen.
Dia menilai idealnya cawapres pendamping Anies bukan bagian dari rezim sepanjang nama koalisi Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Nasdem adalah Koalisi Perubahan. Jansen mengatakan, nama koalisi itu sejalan dengan hasil Rapimnas Partai Demokrat 2022 yang menghasilkan keputusan tentang Perubahan dan Perbaikan sebagai agenda politik partainya di Pemilu 2024.
“Biar kontras sekalian. Itulah sikap saya. Karena bagi saya itulah gunanya pemilu dan diharapkan terjadi di pemilu. Ada perbedaan jelas antarkandidat. Jika tidak, nama perubahan ini diubah saja. Karena nama/merek itu vital, jadi panduan bagi pemilih, jadi pembeda dalam kebijakan yang akan diambil ke depan,” jelasnya.
Jansen berpendapat, karena ini soal sikap, keyakinan, dan pilihan politik, bukan argumen soal opini atau kebijakan, sebenarnya tidak perlu ada yang diperbedatkan. Dirinya juga mengaku sepenuhnya menghargai sikap yang diambil Yenny Wahid, termasuk soal akan mendukung atau tidak mendukung siapa.
“Soal lain-lainnya saya kira sudah cukup gamblang saya jelaskan di tulisan itu. Itulah keyakinan dan sikap politikku Mbak. Sama dengan sikap dan pilihan saya di Pemilu 2019 lalu mendukung Pak Prabowo/Mas Sandi habis-habisan. Walau kemudian hasilnya kalah dan dampaknya masih saya rasakan sampai sekarang khususnya di kampung,” kata Jansen.
Karena, dia mengungkapkan mayoritas di suku dan kampungnya merupakan pendukung berat Presiden Jokowi. Namun, dia mengaku tak masalah karena itu adalah politik. Dia juga memahami pilihan berbeda pasti terjadi dengan segala konsekuensinya.
“Sekarang Pak Prabowo yang saya dukung dulu sudah jadi bagian rezim dan pemerintahan. Jika koalisi perubahan ini terus lanjut dan maju sampai pendaftaran (tidak bubar di tengah jalan), maka pilihan politik saya berikutnya tentunya berseberangan dengan beliau termasuk dengan banyak kawan-kawan saya yang lain yang dulu satu barisan,” imbuhnya.
Namun, lanjut dia, namanya kawan tetap selamanya kawan, walau pilihan politik sekarang berbeda dan nanti mungkin pihaknya akan berdebat keras tentang banyak hal di banyak tempat. “Terakhir, sehat terus Mbak. Saya juga mendoakan dan mendukung jenengan semoga bisa ikut berkontestasi di pilpres ini, khususnya mengisi posisi cawapres yang masih kosong di beberapa koalisi yang telah terbentuk khususnya di blok lanjutkan,” kata dia.
“Karena sebagaimana telah saya sampaikan juga dalam tulisan itu secara terang benderang, bagi saya, dengan segala atribusi ya g melekat dalam diri jenengan, jenengan itu sangat lengkap. Sama lagi dengan ketumku sama-sama Alumni Harvard juga. Maturnuwun, terima kasih atas percakapan di Twitter ini Mbak, termasuk untuk semua teman-teman yang ikut memberi comment baik yang pro ataupun kontra. Hormatku untuk Mbak Yenny,” pungkasnya.
Yenny pun membalas cuitan Jansen tersebut secara singkat. “Saya pusing Mas Jansen, baca tanggapannya. Muter-muter kayak tong setan di pasar malam,” jawab Yenny Wahid.
Polemik itu berawal ketika Jansen mengomentari pemberitaan media massa tentang pernyataan Yenny Wahid yang mengaku punya kedekatan khusus dengan Anies. “Banyak wartawan nanya saya soal ini. Sekalian di sini saya jawab secara umum untuk semua. Jadi jawaban ini bukan hanya terkait berita Mbak Yenny di bawah saja. Namun sekali lagi sifatnya umum, untuk semua yang berminat mengisi posisi cawapres di Koalisi Perubahan,” cuit Jansen dikutip pada Minggu (13/8/2023).
“Mbak Yenny buat saya bagus. Bahkan lengkap sekali dengan segala atribusi yang melekat dalam diri beliau. Namun untuk posisi wapres di Koalisi Perubahan, buat saya beliau tidak pas, tidak cocok. Mungkin cocoknya di koalisi yang lain,” sambung Jansen.
Karena, kata Jansen, jika Koalisi Perubahan menang, sebagaimana namanya perubahan, banyak hal yang ingin pihaknya ubah. Dia menilai idealnya cawapres perubahan memang yang selama ini wajahnya merepresentasikan hal itu.
“Agar koalisi ini juga semakin kuat posisi dan brandingnya di rakyat yang ingin perubahan. Di mana semakin hari semakin besar dan luas dukungannya. Tentu mereka akan bingung jika koalisi yang katanya mengusung perubahan malah mencalonkan tokoh yang bukan perubahan, apalagi dia tokoh ‘status quo’ atau bagian dari rezim ini. Baik dia bagian inti atau pinggiran rezim ini,” kata Jansen.
“Tentu jikapun saya misalnya jadi Pak Jokowi termasuk para pendukung rezim ini, pasti akan tidak sukalah: ‘Anda selama ini ikut menikmati rezim ini kok malah tiba-tiba mau mengkritiknya dan pindah ke barisan perubahan lagi’. Jadi ini sebenarnya untuk kebaikan bersama,” tambah Jansen.
Dia mempersilakan siapa pun yang selama ini berada dan ikut di rezim saat ini mendukung lanjutkan. “Kami yang di luar mengusung perubahan. Biar nanti rakyat yang menentukan di pemilu siapa yang menang dan mendapat dukungan terbanyak,” tuturnya.
Jansen mengakui dapat memahami karena yang jadi perhatian saat ini adalah soal pengisian posisi cawapres. “Karena tinggal ini yang kosong dan Koalisi Perubahan ini juga sudah cukup syarat berlayar 20 persen. Tentulah banyak peminat dari luar sana yang merasa dirinya pantas dan ingin mengisi posisi itu,” ucapnya.
“Jadi bagi para peminat, jika diri Anda selama ini tidak merepresentasikan perubahan, apalagi jadi bagian dan ikut menikmati rezim ini, saya pribadi berharap Anda cari koalisi lain saja jika mau jadi cawapres. Saya pribadi akan menentang Anda, minimal di rapat-rapat di partai saya Demokrat yang adalah pemegang 9,3 % (persen) dalam Koalisi Perubahan ini,” katanya.
“Soal apakah pendapat saya itu akan menang atau kalah, tidak terlalu penting buat saya. Penting saya akan bersuara menentang dan menolak Anda yang tidak merepresentasikan perubahan namun ingin jadi cawapres di koalisi ini. Selamat menuju pemilu untuk kita semua. NB: tulisan ini adalah pendapat pribadi saya,” pungkasnya.
Cuitan Jansen tersebut ditanggapi oleh Yenny Wahid. “Saya enggak pernah nyodorin diri jadi cawapres Mas Anies lho. Saya cuma merespons lamaran yang datang. Justru saya mendukung Mas AHY jadi cawapres Mas Anies. Kalau situ belum apa2 udah menolak saya, pas bossmu butuh dukungan, saya emoh lho,” cuit Yenny Wahid dengan emoji tertawa.
Jawaban Yenny Wahid tersebut kemudian ditimpali oleh Jansen. “Hehe. Ampunn Mbakk,” cuit Jansen dengan emoji tertawa.
“Kalau soal dukung mendukung siapa, karena perbebatan ini terkait politik dan pemilu besok, ya kembali pada sikap, keyakinan, dan pilihan jenengan Mbak,” tambah Jansen.
Dia menilai idealnya cawapres pendamping Anies bukan bagian dari rezim sepanjang nama koalisi Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Nasdem adalah Koalisi Perubahan. Jansen mengatakan, nama koalisi itu sejalan dengan hasil Rapimnas Partai Demokrat 2022 yang menghasilkan keputusan tentang Perubahan dan Perbaikan sebagai agenda politik partainya di Pemilu 2024.
“Biar kontras sekalian. Itulah sikap saya. Karena bagi saya itulah gunanya pemilu dan diharapkan terjadi di pemilu. Ada perbedaan jelas antarkandidat. Jika tidak, nama perubahan ini diubah saja. Karena nama/merek itu vital, jadi panduan bagi pemilih, jadi pembeda dalam kebijakan yang akan diambil ke depan,” jelasnya.
Jansen berpendapat, karena ini soal sikap, keyakinan, dan pilihan politik, bukan argumen soal opini atau kebijakan, sebenarnya tidak perlu ada yang diperbedatkan. Dirinya juga mengaku sepenuhnya menghargai sikap yang diambil Yenny Wahid, termasuk soal akan mendukung atau tidak mendukung siapa.
“Soal lain-lainnya saya kira sudah cukup gamblang saya jelaskan di tulisan itu. Itulah keyakinan dan sikap politikku Mbak. Sama dengan sikap dan pilihan saya di Pemilu 2019 lalu mendukung Pak Prabowo/Mas Sandi habis-habisan. Walau kemudian hasilnya kalah dan dampaknya masih saya rasakan sampai sekarang khususnya di kampung,” kata Jansen.
Karena, dia mengungkapkan mayoritas di suku dan kampungnya merupakan pendukung berat Presiden Jokowi. Namun, dia mengaku tak masalah karena itu adalah politik. Dia juga memahami pilihan berbeda pasti terjadi dengan segala konsekuensinya.
“Sekarang Pak Prabowo yang saya dukung dulu sudah jadi bagian rezim dan pemerintahan. Jika koalisi perubahan ini terus lanjut dan maju sampai pendaftaran (tidak bubar di tengah jalan), maka pilihan politik saya berikutnya tentunya berseberangan dengan beliau termasuk dengan banyak kawan-kawan saya yang lain yang dulu satu barisan,” imbuhnya.
Namun, lanjut dia, namanya kawan tetap selamanya kawan, walau pilihan politik sekarang berbeda dan nanti mungkin pihaknya akan berdebat keras tentang banyak hal di banyak tempat. “Terakhir, sehat terus Mbak. Saya juga mendoakan dan mendukung jenengan semoga bisa ikut berkontestasi di pilpres ini, khususnya mengisi posisi cawapres yang masih kosong di beberapa koalisi yang telah terbentuk khususnya di blok lanjutkan,” kata dia.
“Karena sebagaimana telah saya sampaikan juga dalam tulisan itu secara terang benderang, bagi saya, dengan segala atribusi ya g melekat dalam diri jenengan, jenengan itu sangat lengkap. Sama lagi dengan ketumku sama-sama Alumni Harvard juga. Maturnuwun, terima kasih atas percakapan di Twitter ini Mbak, termasuk untuk semua teman-teman yang ikut memberi comment baik yang pro ataupun kontra. Hormatku untuk Mbak Yenny,” pungkasnya.
Yenny pun membalas cuitan Jansen tersebut secara singkat. “Saya pusing Mas Jansen, baca tanggapannya. Muter-muter kayak tong setan di pasar malam,” jawab Yenny Wahid.
(rca)