Percepat Penanganan Perkara, MA Bentuk Tim Pemilah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) membentuk Tim Pemilah Perkara yang terdiri atas para hakim tinggi karir. Tim ini merupakan terobosan MA untuk mempercepat penanganan dan penyelesaian perkara yang setiap tahun menunjukkan tren peningkatan jumlah.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah mengungkapkan, pada 2019 MA menangani 20.000 perkara. Pada 2020, kendati dalam kondisi pandemi, jumlah perkara yang ditangani MA diperkirakan mencapai 22.000. Di sisi lain, jumlah hakim agung saat ini sebanyak 47 orang yang tersebar di kamar perdata, pidana, tata usaha negara (TUN), agama, dan militer.
Jika diambil rata-rata, pada 2019 MA harus memutus sekitar 1.666 perkara dalam satu bulan. Artinya, satu hakim agung menangani sekitar 35 perkara dalam sebulan atau 425 perkara selama setahun. Satu perkara ditangani tiga hakim, baik kasasi maupun peninjauan kembali (PK).
"Jadi kalau kita disuruh cepat, bisa-bisa saja. Tapi perkara yang masuk MA kan tidak sedikit. Apalagi sekarang ada Covid-19, paling tidak menambah jumlah tunggakan perkara. Karena apa? Produktivitas menurun. Tapi tetap disemangati supaya tidak turun prestasinya dari tahun lalu," ujar Abdullah kepada SINDO Media di ruang kerjanya.
(Baca: Alasan MA Bangun 24 Gedung Baru: Banyak Pengadilan Ngontrak Ruko)
Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Malang ini mengatakan, menyiasati minimnya jumlah hakim agung dan mempercepat penanganan perkara, MA pada 2020 membentuk Tim Pemilah Perkara. Saat ini sedang dilakukan rekrutmen calon anggota tim dan telah memasuki tahap profile assessment pada 28 Juli 2020.
"Kebijakan Mahkamah Agung yang sekarang akan diterapkan yaitu ada membentuk Tim Pemilah Perkara. Jadi hakim Tim Pemilah Perkara, itu direkrut dari hakim tinggi," ujarnya.
Abdullah membeberkan, hakim tinggi yang masuk Tim Pemilah Perkara memiliki tiga tugas. Pertama, membaca berkas perkara sebelum diserahkan kepada hakim agung. Tim akan memastikan alasan kasasi, apakah question of fact yaitu mengulang kembali fakta atau question of law (kesamaan dasar hukum) yang sudah diputus pengadilan sebelumnya atau judex facti atau apakah benar-benar ada masalah hukum yang baru.
"Kalau yang dijadikan alasan kasasi itu hanya mengulang kembali alasan yang sudah diputus dalam putusan judex facti, yaitu nanti tidak akan lanjut. Nanti hakim agung memutus menyatakan tidak dapat diterima," bebernya.
(Baca: PN Jaksel Jelaskan Tahapan Sidang PK Djoko Tjandra)
Kedua, tim bertugas mempercepat proses memutus perkara sampai tahapan minutasi. Ketiga, tim dibentuk untuk mengurangi beban perkara karena MA tidak boleh menolak perkara. Ditambah lagi, hukum acara tidak mengatur mana perkara yang bisa diajukan ke MA atau tidak bisa.
"Perkara yang masuk di Mahkamah Agung itu kan tidak ada batasan. Mulai dari nol rupiah sampai tak terhingga. Itu dari angka. Kemudian tidak ada batasan klasifikasi ini boleh kasasi atau tidak boleh kasasi," ungkap Abdullah.
28 Nama Lolos Administrasi
Abdullah mengungkapkan, syarat pertama calon anggota Tim Pemilah Perkara adalah hakim tinggi karir alias bukan hakim adhoc. Tapi, MA akan mengutamakan calon yang pernah bertugas sebagai asisten hakim agung di MA. Alasannya, calon yang pernah menjadi asisten hakim agung mengetahui betul karakter perkara yang ditangani MA. Jika calon tersebut lolos, statusnya menjadi hakim tinggi yang diperbantukan di MA.
"Itu (Tim Pemilah Perkara) betul-betul dituntut menjadi seorang intelektual. Tidak hanya bisa membaca (berkas perkara), tapi juga bisa baca cepat, bisa mengerti cepat, bisa ngonsep cepat. Jumlahnya proporsional. Yang dicari kan orang pintar atau intelektual dan benar. Karena kan ada orang yang pintar tapi belum tentu benar, ada yang benar tapi belum tentu pintar, belum tentu intelektual," tegas Abdullah
MA masih memiliki sisa tunggakan perkara pada 2019. Sisa tunggakan perkara ditambah beban perkara yang kian meningkat setiap tahun bisa terjadi karena tidak ada penambahan signifikan jumlah hakim agung. Misalnya pada 2019, lanjut Abdullah, Komisi Yudisial (KY) melakukan rekrutmen calon hakim agung dan ada banyak pendaftar, tapi yang dipilih dan disetujui Komisi III hanya sekitar lima orang.
(Baca: MA Gelontorkan Rp904 Miliar untuk 33 Pengadilan, Ini Rinciannya)
"Setiap nambah, ada yang meninggal, sakit. Tapi bagaimana, kalau toh sakit dan mati itu kan wajar-wajar saja, rata-rata kan sudah di atas 60 (tahun). Nah sekarang tahun ini juga sedang dilakukan rekrutmen oleh KY," katanya.
Saat ini sudah ada 28 nama calon anggota tim yang lulus seleksi administrasi sebagaimana pengumuman Nomor: 48/TuakaBin/VII/2020 yang ditandatangani Ketua Kamar Pembinaan MA Takdir Rahmadi selaku Ketua Panitia Seleksi tertanggal 22 Juli 2020.
Mereka terdiri atas 4 orang perkara pidana khusus, 3 orang pidana umum, 9 orang perdata, 5 orang perdata khusus, 3 orang perkara agama, 1 orang perkara militer, dan 3 orang perkara TUN.
Setelah profile assessment dan tes kemampuan penggunaan teknologi informasi pada 28 Juli, tes berikutnya adalah tes tulis yang digelar secara online pada 29 Juli serta wawancara pada 11 Agustus 2020.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah mengungkapkan, pada 2019 MA menangani 20.000 perkara. Pada 2020, kendati dalam kondisi pandemi, jumlah perkara yang ditangani MA diperkirakan mencapai 22.000. Di sisi lain, jumlah hakim agung saat ini sebanyak 47 orang yang tersebar di kamar perdata, pidana, tata usaha negara (TUN), agama, dan militer.
Jika diambil rata-rata, pada 2019 MA harus memutus sekitar 1.666 perkara dalam satu bulan. Artinya, satu hakim agung menangani sekitar 35 perkara dalam sebulan atau 425 perkara selama setahun. Satu perkara ditangani tiga hakim, baik kasasi maupun peninjauan kembali (PK).
"Jadi kalau kita disuruh cepat, bisa-bisa saja. Tapi perkara yang masuk MA kan tidak sedikit. Apalagi sekarang ada Covid-19, paling tidak menambah jumlah tunggakan perkara. Karena apa? Produktivitas menurun. Tapi tetap disemangati supaya tidak turun prestasinya dari tahun lalu," ujar Abdullah kepada SINDO Media di ruang kerjanya.
(Baca: Alasan MA Bangun 24 Gedung Baru: Banyak Pengadilan Ngontrak Ruko)
Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Malang ini mengatakan, menyiasati minimnya jumlah hakim agung dan mempercepat penanganan perkara, MA pada 2020 membentuk Tim Pemilah Perkara. Saat ini sedang dilakukan rekrutmen calon anggota tim dan telah memasuki tahap profile assessment pada 28 Juli 2020.
"Kebijakan Mahkamah Agung yang sekarang akan diterapkan yaitu ada membentuk Tim Pemilah Perkara. Jadi hakim Tim Pemilah Perkara, itu direkrut dari hakim tinggi," ujarnya.
Abdullah membeberkan, hakim tinggi yang masuk Tim Pemilah Perkara memiliki tiga tugas. Pertama, membaca berkas perkara sebelum diserahkan kepada hakim agung. Tim akan memastikan alasan kasasi, apakah question of fact yaitu mengulang kembali fakta atau question of law (kesamaan dasar hukum) yang sudah diputus pengadilan sebelumnya atau judex facti atau apakah benar-benar ada masalah hukum yang baru.
"Kalau yang dijadikan alasan kasasi itu hanya mengulang kembali alasan yang sudah diputus dalam putusan judex facti, yaitu nanti tidak akan lanjut. Nanti hakim agung memutus menyatakan tidak dapat diterima," bebernya.
(Baca: PN Jaksel Jelaskan Tahapan Sidang PK Djoko Tjandra)
Kedua, tim bertugas mempercepat proses memutus perkara sampai tahapan minutasi. Ketiga, tim dibentuk untuk mengurangi beban perkara karena MA tidak boleh menolak perkara. Ditambah lagi, hukum acara tidak mengatur mana perkara yang bisa diajukan ke MA atau tidak bisa.
"Perkara yang masuk di Mahkamah Agung itu kan tidak ada batasan. Mulai dari nol rupiah sampai tak terhingga. Itu dari angka. Kemudian tidak ada batasan klasifikasi ini boleh kasasi atau tidak boleh kasasi," ungkap Abdullah.
28 Nama Lolos Administrasi
Abdullah mengungkapkan, syarat pertama calon anggota Tim Pemilah Perkara adalah hakim tinggi karir alias bukan hakim adhoc. Tapi, MA akan mengutamakan calon yang pernah bertugas sebagai asisten hakim agung di MA. Alasannya, calon yang pernah menjadi asisten hakim agung mengetahui betul karakter perkara yang ditangani MA. Jika calon tersebut lolos, statusnya menjadi hakim tinggi yang diperbantukan di MA.
"Itu (Tim Pemilah Perkara) betul-betul dituntut menjadi seorang intelektual. Tidak hanya bisa membaca (berkas perkara), tapi juga bisa baca cepat, bisa mengerti cepat, bisa ngonsep cepat. Jumlahnya proporsional. Yang dicari kan orang pintar atau intelektual dan benar. Karena kan ada orang yang pintar tapi belum tentu benar, ada yang benar tapi belum tentu pintar, belum tentu intelektual," tegas Abdullah
MA masih memiliki sisa tunggakan perkara pada 2019. Sisa tunggakan perkara ditambah beban perkara yang kian meningkat setiap tahun bisa terjadi karena tidak ada penambahan signifikan jumlah hakim agung. Misalnya pada 2019, lanjut Abdullah, Komisi Yudisial (KY) melakukan rekrutmen calon hakim agung dan ada banyak pendaftar, tapi yang dipilih dan disetujui Komisi III hanya sekitar lima orang.
(Baca: MA Gelontorkan Rp904 Miliar untuk 33 Pengadilan, Ini Rinciannya)
"Setiap nambah, ada yang meninggal, sakit. Tapi bagaimana, kalau toh sakit dan mati itu kan wajar-wajar saja, rata-rata kan sudah di atas 60 (tahun). Nah sekarang tahun ini juga sedang dilakukan rekrutmen oleh KY," katanya.
Saat ini sudah ada 28 nama calon anggota tim yang lulus seleksi administrasi sebagaimana pengumuman Nomor: 48/TuakaBin/VII/2020 yang ditandatangani Ketua Kamar Pembinaan MA Takdir Rahmadi selaku Ketua Panitia Seleksi tertanggal 22 Juli 2020.
Mereka terdiri atas 4 orang perkara pidana khusus, 3 orang pidana umum, 9 orang perdata, 5 orang perdata khusus, 3 orang perkara agama, 1 orang perkara militer, dan 3 orang perkara TUN.
Setelah profile assessment dan tes kemampuan penggunaan teknologi informasi pada 28 Juli, tes berikutnya adalah tes tulis yang digelar secara online pada 29 Juli serta wawancara pada 11 Agustus 2020.
(muh)