Optimisme di Tengah Tantangan Transisi Energi
loading...
A
A
A
SEKTOR energi global sedang mengalami transformasi di bawah pengaruh terobosan teknologi di beberapa sektor produksi dan konsumsi, serta perubahan sosial ekonomi yang mendalam dalam pendekatan penggunaan energi. Proses ini kemudian dikenal sebagai transisi energi.
baca juga: Dorong Kepemimpinan Transisi Energi ASEAN dengan Energi Surya
Diskursus transisi energi semakin mencuat tatkala perjanjian Paris diteken pada 2016 silam. Konsensus seluruh negara di dunia itu, merupakan kesepakatan global yang monumental untuk menghadapi perubahan iklim.
Banyak pihak yang menilai, transisi energi akan menghadirkan paradigma baru, bahkan produk baru dalam rangka menjaga kelestarian bumi. Penggunaan energi fosil diyakini akan terus berkurang, mengingat seluruh negara di dunia sudah berkomitmen untuk mendorong penggunaan energi terbarukan.
Namun demikian, prediksi itu agaknya masih belum bisa terwujud dalam kurun satu dekade mendatang. Sumber daya minyak dan gas bumi (migas) dipastikan tetap menjadi elemen penting dalam memenuhi kebutuhan energi di era transisi energi.
Berdasarkan data statistik produksi minyak bumi dunia terus meningkat dari sebesar 88,6 juta barel per hari (bph) pada 2012 menjadi 93,8 juta bph pada 2022. Sementara produksi gas juga meningkat sekitar 20% dalam 10 tahun terakhir dengan rata-rata konsumsi gas meningkat 1,7% per tahun.
baca juga: Peduli Lingkungan, Setiap Pekerja Hulu Migas Tanam Dua Pohon
Fakta inilah yang membuat industri migas di dalam negeri optimistis, bahwa bisnis migas nasional masih menjanjikan. Seolah ingin menunjukkan optimismenya, perusahaan migas nasional menghelat Indonesian Petroleum Association (IPA) kembali menggelar Konvensi dan Pameran IPA ke-47 tahun 2023 (47th IPA Convex 2023).
Menggunakan jargon Enabling Oil & Gas Investment and Energy Transition for Energy Security kalangan industri migas ingin menunjukkan peran penting sektor migas dalam memenuhi kebutuhan energi yang terjangkau, terutama untuk sektor transportasi dan industri seiring dengan pertumbuhan ekonomi terutama negara berkembang, termasuk Indonesia
Kebutuhan energi yang meningkat tentunya perlu diiringi dengan tuntutan perbaikan kualitas lingkungan salah satunya dengan menekan emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan operasi produksi migas. Ketahanan energi tidak hanya tentang kepastian pasokan serta keterjangkauannya namun juga harus lebih aman dan berkelanjutan serta rendah emisi karbon.
baca juga: Dorong Kepemimpinan Transisi Energi ASEAN dengan Energi Surya
Diskursus transisi energi semakin mencuat tatkala perjanjian Paris diteken pada 2016 silam. Konsensus seluruh negara di dunia itu, merupakan kesepakatan global yang monumental untuk menghadapi perubahan iklim.
Banyak pihak yang menilai, transisi energi akan menghadirkan paradigma baru, bahkan produk baru dalam rangka menjaga kelestarian bumi. Penggunaan energi fosil diyakini akan terus berkurang, mengingat seluruh negara di dunia sudah berkomitmen untuk mendorong penggunaan energi terbarukan.
Namun demikian, prediksi itu agaknya masih belum bisa terwujud dalam kurun satu dekade mendatang. Sumber daya minyak dan gas bumi (migas) dipastikan tetap menjadi elemen penting dalam memenuhi kebutuhan energi di era transisi energi.
Berdasarkan data statistik produksi minyak bumi dunia terus meningkat dari sebesar 88,6 juta barel per hari (bph) pada 2012 menjadi 93,8 juta bph pada 2022. Sementara produksi gas juga meningkat sekitar 20% dalam 10 tahun terakhir dengan rata-rata konsumsi gas meningkat 1,7% per tahun.
baca juga: Peduli Lingkungan, Setiap Pekerja Hulu Migas Tanam Dua Pohon
Fakta inilah yang membuat industri migas di dalam negeri optimistis, bahwa bisnis migas nasional masih menjanjikan. Seolah ingin menunjukkan optimismenya, perusahaan migas nasional menghelat Indonesian Petroleum Association (IPA) kembali menggelar Konvensi dan Pameran IPA ke-47 tahun 2023 (47th IPA Convex 2023).
Menggunakan jargon Enabling Oil & Gas Investment and Energy Transition for Energy Security kalangan industri migas ingin menunjukkan peran penting sektor migas dalam memenuhi kebutuhan energi yang terjangkau, terutama untuk sektor transportasi dan industri seiring dengan pertumbuhan ekonomi terutama negara berkembang, termasuk Indonesia
Kebutuhan energi yang meningkat tentunya perlu diiringi dengan tuntutan perbaikan kualitas lingkungan salah satunya dengan menekan emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan operasi produksi migas. Ketahanan energi tidak hanya tentang kepastian pasokan serta keterjangkauannya namun juga harus lebih aman dan berkelanjutan serta rendah emisi karbon.