Industri Pertahanan Swasta Aset Strategis Bangsa

Senin, 24 Juli 2023 - 07:02 WIB
loading...
Industri Pertahanan...
Ilustrasi: Win Cahyono/SINDONews
A A A
PADA medio Juli ini, sebuah perusahaan pertahanan swasta, PT Infoglobal Teknologi Semesta, mendapat kunjungan Naval Group Prancis. Kedatangan perusahaan pembuat kapal selam Scorpene dan fregat FREMM untuk membahas peluang kerja sama strategis di bidang teknologi kemaritiman serta menjajaki sejauh mana Infoglobal memiliki kapasitas dan fasilitas workshop dapat mendukung supply chain mereka di kemudian hari. Kehadiran perusahaan raksasa tentu sebuah kehormatan bagi Infoglobal.

baca juga: Terobosan Industri Pertahanan dan Urgensi Dukungan Pemerintah

Di bidang industri alutsista Tanah Air, nama Infoglobal memang sudah tidak asing lagi, dan pantas bila dilirik Naval Grup Prancis untuk dijadikan partner bisnisnya. Hal ini bisa diukur dari prestasi yang telah ditorehkan untuk membantu kemajuan alutsista Indonesia, seperti upgrade avionic system pesawat tempur jenis Hawk 100/200 milik TNI Angkatan Udara ( TNI AU ) dan produk Integrated Electronics Standby Display (IESD) untuk pesawat CN295.

Bukan hanya mendapat kepercayaan dari stake holder Tanah Air, Infoglobal juga sudah mengekspor produk avionik Multi Purpose Cockpit Display (MPCD) ke Malaysia. Sebagai informasi, MPCD merupakan piranti yang menampilkan data penerbangan, data navigasi, data engine, data radar dan sebagainya di kokpit pesawat Hawk 100/200. MPCD made in Indonesia ini memiliki kelebihan pada software-nya yang kompatibel untuk pesawat Hawk 100 dan Hawk 200 tanpa pemrograman ulang. Selain memproduksi piranti lunak, Infoglobal sudah menantang membuat pesawat Gen 4,5 yang dinamai Infoglobal 1-22 Sikatan.

Bila melihat prestasi Infoglobal, bisa disimpulkan ternyata perusahaan industri pertahanan (Inhan) domestik tidak kaleng-kaleng. Selain Infoglobal, masih ada sederet perusahaan swasta yang tak kalah hebatnya. Keberadaan mereka sudah bisa menjadi alternatif bagi Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk memesan kapal perang agar target produksi bisa tercapai lebih cepat.

baca juga: Pinhantanas Promosikan Produk Industri Pertahanan ke Republik Benin

Sebut saja PT Palindo Marine Batam yang sukses memproduksi kapal cepat rudal (KCR) 40 seperti KRI Clurit 641, KRI Kujang 642 dan KRI Beladau 643; PT Daya Radar Utama yang menyelesaikan pesanan kapal landing ship tank (LST) kelas Bintuni dan kini kembali dipercaya Kemenhan membangun kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) dan OPV 90 meter.

Masih di industri perkapalan, Indonesia juga memiliki PT Lundin Invest. Perusahaan berbasis di Banyuwangi ini telah meluncurkan kapal cepat rudal trimaran KRI Golok 688, Tank Boat Antasena, dan sejumlah varian kapal boat. Ada pula PT Tesco Indomaritim yang telah mengerjakan proyek kapal cepat komando, landing craft vehicle Personel 12 Meter, fast patrol boat 28 Meter, dan beberapa jenis kapal untuk TNI AL lainnya. Di bidang perkapalan masih ada nama galangan lain seperti Citra Shipyard, Caputra Mitra Sejati, Karimun Anugrah Sejati, PT Batamec, PT Bandar Abadi dan lainnya.

Selain Infoglobal dan perusahaan swastya yang bergerak di perkapalan, Indonesia masih memiliki banyak inhan swasta yang tergabung dalam Perhimpunan Industri Pertahanan Swasta Nasional Indonesia (Pinhantanas). Kapasitas yang mereka miliki juga sangat beragam, mulai dari produksi kendaraan militer, drone, senjata serbu, bahan peledak, optik, alat komunikasi, pembangkit energi, perlengkapan militer, dan lainnya.

baca juga: Prabowo Dorong Industri Pertahanan Jalankan Manajemen yang Baik

Walaupun masih ada kekurangan, banyaknya inhan swasta nasional dan kapasitas yang dimiliki bisa menjadi aset strategis untuk mengakselereasi target Indonesia masuk 10 besar militer terkuat di dunia. Target ini bukan isapan jempol bila keberadaannya diberdayagunakan dan disinergikan dengan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) kluster militer seperti PT LEN Industri, PT Pindad , PT Dirgantara Indonesia , PT PAL Indonesia serta PT Dahana yang kini disatukan dalam holding Defense Industry Indonesia (Defend ID).

Selain keberadaan inhan swasta dibutuhkan untuk mewujudkan industri pertahanan yang kuat dan berdaya saing, penguasaan teknologi pertahanan, dan mengurangi ketergantungan terhadap produk asing, perannya juga dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan ekonomi, menyerap tenaga kerja, dan menjadi sumber devisa negara.

Harapan Tangguh dan Mandiri

Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia meruipakan salah satu amanat Konstitusi yang harus diwujudkan dalam kehidupan bernegara. Untuk tujuan tersebut dibutuhkan sistem pertahanan dan keamanan negara kemampuan inhan tangguh dan mandiri. Fakta saat ini, negeri ini masih memiliki ketergantungan dengan produk alutsista asing, hingga membuka ruang kerawanan seperti terjadinya embargo yang pernah dialami negeri ini.

Keberadaan UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan menjadi panduan bangsa ini untuk mewujudkan amanat yang terkandung preambule UUD 1945 itu. Melalui undang-undang inilah diharapkan terbangun Inhan nasional yang tangguh dan mandiri seperti dicitakan, baik industri milik negara atau BUMNIS dan swasta.

baca juga: Hasilkan Produk Unggulan, Prabowo Undang Pimpinan Industri Pertahanan

Demi mengawal impelentasi UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan dibentuklah Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Lembaga inilah yang mewakili Pemerintah mengoordinasikan kebijakan nasional dalam perencanaan, perumusan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi inhan. Dengan demikian, peran KKIP sangat memengaruhi sejauh mana inhan bisa tangguh dan mandiri.

Secara faktual tidak mudah untuk bisa mewujudkan harapan besar tersebut. Pengamat militer Alman Helvas menyebut keberadaan inhan nasional masih partikelir atau memainkan peran pinggiran dalam program akuisisi sistem senjata. Mereka juga masih dihadapkan persoalan finansial, sumber daya manusia, penguasaan teknologi dan fasilitas produksi. Eksistensinya pun masih bergantung pada pengadaan domestik yang dibiayai anggaran rutin Kementerian Pertahanan maupun Pinjaman Dalam Negeri (PDN).

Untuk inhan swasta, Alman Helvas menilai sulit bersaing di level internasional karena kualitas produk tidak kompetitif. Di sisi lain, mereka hanya menerima porsi kecil dari kebijakan prasyarat kandungan lokal, offset atau bentuk kerjasama lain dari akusisi alutsista yang dilakukan pemerintah dibanding BUMNIS. Dengan berbagai fakta itu, paripurna lah segala kelemahan inhan swasta Tanah Air.

Butuh Kepercayaan

Saat meluncurkan holding dan program strategis Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Inhan Nasional (20/4/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengharapkan kehadiran Defense ID bisa sebagai lompatan untuk bertransformasi dalam membangun ekosistem inhan modern di masa depan yang kompetitif dan menguntungkan.

baca juga: Menhan Prabowo Berkomitmen Hapus Budaya Korupsi di Industri Pertahanan

Pada momen tersebut, mantan wali kota Solo itu menggarisbawahi janji Defense ID menjadi top 50 perusahaan pertahanan terbaik dunia dalam beberapa tahun ke depan, terus meningkatkan penggunaan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) menjadi 50% untuk teknologi kunci, dan terus berupaya menurunkan impor alat pertahanan dan keamanan.

Bukan hanya Jokowi, anak bangsa yang mendambakan kapabilitas militer ini kuat hingga bisa memberikan perlindungan maksimal kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia pasti memiliki harapan sama. Bahkan kalau perlu, yang tangguh dan mandiri bukan hanya inhan BUMN saja, tapi juga swasta. Sebab keduanya sama-sama merupakan komponen inhan nasional seperti disebut UU No 16 Tahun 2012.

Untuk itulah, perhatian pemerintah-dalam hal ini Kemenhan dan KKIP- terhadap tumbuh kembangnya inhan nasional jangan hanya sebatas pada BUMNIS, tapi juga swasta. Pemerintah bahkan harus menyelaraskan dan menyinergikan keduanya agar bisa saling bahu-membahu mewujudkan inhan tangguh dan mandiri demi memperkuat pertahanan, mengembangkan teknologi industri pertahanan, mewujudkan kemandirian alutsista, mendukung pertumbuhan ekonomi, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.

baca juga: Ketemu Jokowi dan Prabowo, Erick Thohir: Soal Industri Pertahanan

Walaupun posisi industri pertahanan masih lemah seperti penilaian Alman Helvas, sebenarnya secara faktual kapasitas-baik dari sisi penguasaan teknologi, bisnis, dan SDM- cukup mumpuni. Dalam segala keterbatasan, banyak di antara perusahaan alutsista yang berada di bawah naungan Pinhantanas mampu survive dan berkembang secara bisnis, hingga melakukan berbagai inovasi.

Nama perusahaan seperti Infoglobal, PT Daya Radar Utama, PT Jala Berikat Nusantara Perkasa, PT Komodo Armament Indonesia, PT Sari Bahari, PT Bhimasena Global Teknologi Industri, PT Hariff Daya Tunggal Engineering, CV Maju Mapan merupakan contoh inhan swasta yang sukses dalam bisnis dan mampu menjawab kebutuhan TNI.

Sejauh ini, Kemhan juga telah memberi perhatian dan mendorong perusahaan swasta dengan membagi proyek-proyek alutsista, mulai dari berbagai jenis kapal perang kepada PT Daya Radar Utama dkk, pembuatan bom kepada PT Sari Bahari, proyek kendaraan militer kepada PT Jala Berikat Nusantara dkk, proyek alat komunikasi kepada PT Hariff Daya Tunggal Engineering. Dengan demikian, proyek alutsista tidak menjadi monopoli PT PAL, PT Pindad, PT Dahana dan BUMNIS lainnya saja. Selain itu, pemerintah juga menyinergikan perusahaan swasta dengan BUMNIS seperti dilakukan melalui PT PAL dengan galangan kapal swasta.

baca juga: Buum! Tiga Tahun Lagi Industri Pertahanan Indonesia Masuk 50 Besar

Selain memberi kesempatan inhan swasta menikmati berkah APBN, pemerintah juga perlu memfasilitasi mereka bisa mendapatkan sumber pendanaan seperti dari perbankan nasional sehingga mereka bisa melakukan ekspor dan membiayai produksi. Untuk tujuan ini, beberapa waktu lalu Pinhantanas telah meneken kerja sama dengan Bank Mandiri. Tak kalah pentingnya pemerintah menaungi rencana Pinhantanas bisa mendapat investasi dari perusahaan asing melalui payung hukum.

Di sisi lain, industri pertahanan swasta juga harus pro aktif untuk mengejar peluang kerjasama maupun pemasaran, bukan hanya di level domestik tapi juga internasional. Langkah Pinhantanas mempromosikan produk alutsista ke Nigeria merupakan tepat dan harus terus dikembangkan. Begitupun Pinhantanas menandatangani nota kesepahaman (MoU) industri pertahanan dengan DSIA Ceko.

Poin pentingnya adalah bagaimana pemerintah memberi kepercayaan kepada inhan swasta dan secara kongkrit mendorong mereka dengan membagi proyek-proyek alutsista. Kalau perlu beberapa program pertahanan seperti drone Elang Hitam yang mangkrak di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) diserahkan kepada konsorsium perusahaan swasta. Begitupun dengan program rudal nasional yang terbilang sangat lambat. Hanya dengan kepercayaan inilah, inhan swasta bisa menjadi asset strategis bangsa yang bisa diharapkan mewujudkan inhan yang tangguh dan mandiri.(*)
(hdr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1059 seconds (0.1#10.140)