Kemenkes Ungkap Urgensi UU Kesehatan sebagai Solusi Masalah Sarana, SDM, hingga Faskes
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membeberkan urgensi dari Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru disahkan oleh DPR. Undang-undang ini dibuat sebagai solusi dari permasalahan sektor kesehatan selama ini.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengungkapkan, UU Kesehatan dibuat berawal dari berbagai temuan fakta di lapangan yang berhubungan dengan masalah-masalah kesehatan. Misalnya, tingginya biaya pengobatan beberapa penyakit yang kasusnya cukup tinggi di Indonesia, sehingga menyedot banyak anggaran.
“Kenapa undang-undang ini dibuat, karena berawal dari masalah-masalah kesehatan, dengan fakta-fakta di lapangan,” ujar Syahril dalam diskusi polemik Trijaya FM bertajuk 'Menanti Arah Baru Layanan Kesehatan Masyarakat', Sabtu (15/7/2023).
“Sebagai contoh, begitu tingginya pembiayaan di bidang pengobatan. Angka penyakit jantung, diabetes, itu sangat tinggi, menyedot hampir 60 persen anggaran,” lanjutnya.
Untuk itu, kata Syahril, kehadiran UU Kesehatan ini diharapkan bisa membawa angin segar di tengah berbagai masalah bidang kesehatan yang ada di Indonesia. Khususnya agar bisa lebih fokus untuk upaya preventif dan promotif.
“Sekarang kita akan ubah, bagaimana masyarakat bisa aware melalui promotif dan preventif sekaligus skrining agar mereka dapat mengetahui (penyakitnya) lebih awal. Sehingga anggaran ini lebih besar kita anggarkan ke preventif dan promotif,” tuturnya.
Hal ini sekaligus melengkapi semua sarana dan prasarana yang diperlukan di tingkat hulu, puskesmas, posyandu, dan lainnya.
Selanjutnya yang menjadi urgensi dari UU Kesehatan adalah terkait kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih sering memilih berobat ke luar negeri. Ia menilai, hal ini bisa menjadi evaluasi melalui UU Kesehatan agar bisa lebih meningkatkan sarana dan fasilitas kesehatan yang ada di Indonesia.
“Kita lihat masih banyak warga yang berobat ke luar negeri. Berarti kita juga harus meningkatkan fasilitas rujukan yang ada. Bagaimana transformasi di tingkat rujukan itu juga harus diperbaiki,” paparnya.
Ia mengakui fakta di lapangan bahwa masih banyak sarana dan prasarana rumah sakit yang masih belum cukup. "Belum cukup alatnya, belum cukup sumber daya manusianya,” tandasnya.
Atas dasar beberapa urgensi itulah, kata dia, pemerintah merasa perlu membuat UU Kesehatan itu. Sehingga dunia kesehatan di Indonesia bisa lebih bertransformasi. Mulai dari masalah sarana dan prasarana, ketenegakerjaan, hingga pemerataan fasilitas kesehatan (faskes).
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengungkapkan, UU Kesehatan dibuat berawal dari berbagai temuan fakta di lapangan yang berhubungan dengan masalah-masalah kesehatan. Misalnya, tingginya biaya pengobatan beberapa penyakit yang kasusnya cukup tinggi di Indonesia, sehingga menyedot banyak anggaran.
“Kenapa undang-undang ini dibuat, karena berawal dari masalah-masalah kesehatan, dengan fakta-fakta di lapangan,” ujar Syahril dalam diskusi polemik Trijaya FM bertajuk 'Menanti Arah Baru Layanan Kesehatan Masyarakat', Sabtu (15/7/2023).
“Sebagai contoh, begitu tingginya pembiayaan di bidang pengobatan. Angka penyakit jantung, diabetes, itu sangat tinggi, menyedot hampir 60 persen anggaran,” lanjutnya.
Untuk itu, kata Syahril, kehadiran UU Kesehatan ini diharapkan bisa membawa angin segar di tengah berbagai masalah bidang kesehatan yang ada di Indonesia. Khususnya agar bisa lebih fokus untuk upaya preventif dan promotif.
“Sekarang kita akan ubah, bagaimana masyarakat bisa aware melalui promotif dan preventif sekaligus skrining agar mereka dapat mengetahui (penyakitnya) lebih awal. Sehingga anggaran ini lebih besar kita anggarkan ke preventif dan promotif,” tuturnya.
Hal ini sekaligus melengkapi semua sarana dan prasarana yang diperlukan di tingkat hulu, puskesmas, posyandu, dan lainnya.
Selanjutnya yang menjadi urgensi dari UU Kesehatan adalah terkait kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih sering memilih berobat ke luar negeri. Ia menilai, hal ini bisa menjadi evaluasi melalui UU Kesehatan agar bisa lebih meningkatkan sarana dan fasilitas kesehatan yang ada di Indonesia.
“Kita lihat masih banyak warga yang berobat ke luar negeri. Berarti kita juga harus meningkatkan fasilitas rujukan yang ada. Bagaimana transformasi di tingkat rujukan itu juga harus diperbaiki,” paparnya.
Ia mengakui fakta di lapangan bahwa masih banyak sarana dan prasarana rumah sakit yang masih belum cukup. "Belum cukup alatnya, belum cukup sumber daya manusianya,” tandasnya.
Atas dasar beberapa urgensi itulah, kata dia, pemerintah merasa perlu membuat UU Kesehatan itu. Sehingga dunia kesehatan di Indonesia bisa lebih bertransformasi. Mulai dari masalah sarana dan prasarana, ketenegakerjaan, hingga pemerataan fasilitas kesehatan (faskes).
(thm)