Hasbi Hasan Diduga Terima Rp3 Miliar dari Hasil Mengawal Kasus Kasasi di MA
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan penetapan tersangka Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan (HH). Hasbi merupakan tersangka baru dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA .
Hasbi diduga ikut mengawal pengurusan proses kasasi berkaitan dengan permasalahan kepengurusan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di MA. Dari hasil pengawalan kasasi tersebut, Hasbi diduga menerima uang sebesar Rp3 miliar.
Uang itu diterima Hasbi dari rekannya yang pernah menjabat sebagai Advokat yakni, Dadan Tri Yudianto (DTY). Dadan total menerima uang dari pengurusan perkara tersebut sebesar Rp11,2 miliar. Dari total uang yang diterima Dadan tersebut, kemudian dibagi ke Hasbi Rp3 miliar.
"Dari uang Rp11,2 miliar tersebut, DTY kemudian membagi dan menyerahkannya pada HH sesuai komitmen yang disepakati keduanya dengan besaran yang diterima HH sejumlah sekitar Rp3 miliar," ujar Ketua KPK Firli Bahuri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2023).
Firli menguraikan kasus ini bermula dari adanya laporan pidana dan gugatan perdata di internal kepengurusan KSP Intidana yang diajukan seorang Debitur Heryanto Tanaka (HT). Heryanto melaporkan dan menggugat ke Pengadilan Negeri Semarang.
Heryanto Tanaka kemudian menunjuk Advokat Theodorus Yosep Parera untuk menyelesaikan permasalahan hukum dimaksud. Tapi, Heryanto merasa tidak puas atas putusan pidana di tingkat Pengadilan Negeri Semarang yang membebaskan terdakwa Budiman Gandi Suparman.
Jaksa kemudian mengajukan kasasi di MA atas putusan tersebut. Heryanto mengutus Theodorus Yosep Parera untuk mengawal kasasi tersebut di MA. Heryanto lantas mengenalkan Dadan Tri Yudianto ke Theodorus Yosep Parera. Sebab, Heryanto mengenal baik Dadan.
"Ada kesepakatan antara HT dengan DTY, yang berikutnya DTY juga akan turut mengawal proses kasasi dengan adanya pemberian fee memakai sebutan 'suntikan dana'," beber Firli.
Atas perbuatannya, Hasbi Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Hasbi diduga ikut mengawal pengurusan proses kasasi berkaitan dengan permasalahan kepengurusan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di MA. Dari hasil pengawalan kasasi tersebut, Hasbi diduga menerima uang sebesar Rp3 miliar.
Uang itu diterima Hasbi dari rekannya yang pernah menjabat sebagai Advokat yakni, Dadan Tri Yudianto (DTY). Dadan total menerima uang dari pengurusan perkara tersebut sebesar Rp11,2 miliar. Dari total uang yang diterima Dadan tersebut, kemudian dibagi ke Hasbi Rp3 miliar.
"Dari uang Rp11,2 miliar tersebut, DTY kemudian membagi dan menyerahkannya pada HH sesuai komitmen yang disepakati keduanya dengan besaran yang diterima HH sejumlah sekitar Rp3 miliar," ujar Ketua KPK Firli Bahuri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2023).
Firli menguraikan kasus ini bermula dari adanya laporan pidana dan gugatan perdata di internal kepengurusan KSP Intidana yang diajukan seorang Debitur Heryanto Tanaka (HT). Heryanto melaporkan dan menggugat ke Pengadilan Negeri Semarang.
Heryanto Tanaka kemudian menunjuk Advokat Theodorus Yosep Parera untuk menyelesaikan permasalahan hukum dimaksud. Tapi, Heryanto merasa tidak puas atas putusan pidana di tingkat Pengadilan Negeri Semarang yang membebaskan terdakwa Budiman Gandi Suparman.
Jaksa kemudian mengajukan kasasi di MA atas putusan tersebut. Heryanto mengutus Theodorus Yosep Parera untuk mengawal kasasi tersebut di MA. Heryanto lantas mengenalkan Dadan Tri Yudianto ke Theodorus Yosep Parera. Sebab, Heryanto mengenal baik Dadan.
"Ada kesepakatan antara HT dengan DTY, yang berikutnya DTY juga akan turut mengawal proses kasasi dengan adanya pemberian fee memakai sebutan 'suntikan dana'," beber Firli.
Atas perbuatannya, Hasbi Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(kri)