RKUHAP, Pakar Hukum Tekankan Ada Keseimbangan dalam Sistem Peradilan Pidana
loading...

FGD Membedah RKUHAP: Implikasi dan Tantangan dalam Penegakan Hukum di Indonesia yang diselenggarakan Koalisi Indonesia Anti Korupsi di Jakarta, Jumat (21/3/2025). Foto/Dok. SindoNews
A
A
A
JAKARTA - Adanya tumpang tindih kewenangan dalam RKUHAP menjadi sorotan banyak pihak. Integritas sistem peradilan pidana di Indonesia dinilai dapat terganggu.
Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra mengatakan, di dalam RKUHAP belum ada keserasian dan keseimbangan wewenang antar aparat penegak hukum. Dengan demikian, seharusnya memang RKUHAP ada sedikit pembaharuan. Baca juga: RKUHAP, Koordinasi Prapenuntutan Jaksa dan Polisi Perlu Diperluas
Menurutnya, KUHAP baru mengandung banyak perbaikan, namun hal-hal esensial yang harus disikapi dan diperhatikan. Misalnya terkait prosedur dan batasan koordinasi penyidik dan jaksa penuntut umum. Karena selama ini yang terjadi hanya koordinasi formal.
”Misalnya, pada kasus salah satu pimpinan KPK, sudah ditetapkan tersangka oleh kepolisian, namun kasusnya tertahan d kejaksaan dan tidak pernah digelar persidangan,” katanya dalam acara focus group discussion dengan tema Membedah RKUHAP: Implikasi dan Tantangan dalam Penegakan Hukum di Indonesia yang diselenggarakan Koalisi Indonesia Anti Korupsi di Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Azmi menjelaskan, sistem peradilan pidana yang mau dituju diletakkan atas prinsip difrensiasi fungsional. Alasannya, sebenarnya maksud UU adalah gabungan fungsi untuk menegakkan fungsi, menjalankan, dan memutuskan hukum pidana.
Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra mengatakan, di dalam RKUHAP belum ada keserasian dan keseimbangan wewenang antar aparat penegak hukum. Dengan demikian, seharusnya memang RKUHAP ada sedikit pembaharuan. Baca juga: RKUHAP, Koordinasi Prapenuntutan Jaksa dan Polisi Perlu Diperluas
Menurutnya, KUHAP baru mengandung banyak perbaikan, namun hal-hal esensial yang harus disikapi dan diperhatikan. Misalnya terkait prosedur dan batasan koordinasi penyidik dan jaksa penuntut umum. Karena selama ini yang terjadi hanya koordinasi formal.
”Misalnya, pada kasus salah satu pimpinan KPK, sudah ditetapkan tersangka oleh kepolisian, namun kasusnya tertahan d kejaksaan dan tidak pernah digelar persidangan,” katanya dalam acara focus group discussion dengan tema Membedah RKUHAP: Implikasi dan Tantangan dalam Penegakan Hukum di Indonesia yang diselenggarakan Koalisi Indonesia Anti Korupsi di Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Azmi menjelaskan, sistem peradilan pidana yang mau dituju diletakkan atas prinsip difrensiasi fungsional. Alasannya, sebenarnya maksud UU adalah gabungan fungsi untuk menegakkan fungsi, menjalankan, dan memutuskan hukum pidana.
Lihat Juga :