Window Time dan Tren Distribusi Konten
loading...
A
A
A
Di antara sekian banyak platform baru yang nenyediakan saluran distribusi, Netflix sempat dianggap yang paling potensial menganggu rantai distribusi di industri film. Sebab Netflix -- kini juga yang lain-- menawarkan opsi alternatif untuk memasarkan film langsung melalui saluran OTT alias sebelum rilis di bioskop.
Ini merupakan pergeseran dalam proses distribusi sebuah film. Jika sebelumnya hampir semua film besar diluncurkan melalui perilisan di bioskop-bioskop, sekarang Netflix dan pemain OTT lainnya telah menggunakan strategi untuk memperoleh lisensi sebelum dirilis ke publik. Itulah yang menyebabkan mereka dianggap mengganggu rantai distribusi yang sudah mengakar berpuluh tahun.
Sebenarnya, window time ini hanyalah salah satu dimensi saja dalam rangkaian bisnis film. Masih ada dimensi lain yang juga penting. Misalnya, biaya produksi, tema cerita, penggarapan, dan potensi pasarnya. Saat ini, di Indonesia, genre yang banyak digarap adalah horor dan komedi. Sementara film untuk anak-anak, film keluarga, atau film dengan isu-isu sosial-politik sangat minim jumlahnya.
Saya khawatir, jika genre horor dan komedi yang terus muncul, bisa-bisa penonton akan bosan. Kita tahu, menonton film di bioskop itu tidak gratis. Dan tidak ada yang bisa mengatur-atur orang lain untuk menonton film ini dan itu.Perlu juga dicatat, bahwa dunia OTT memberikan peluang lain untuk mendapat penghasilan. Dengan jangkauan yang lebih luas dan akses saluran distribusi online yang lebih mudah, film yang diproduksi dua puluh tahun lalu, misalnya, kembali bisa ditemukan, dipromosikan kembali, dan dikonsumsi oleh penonton zaman sekarang.
Dalam hal promosi film, dunia digital juga memberikan jalan yang lebih luas dan lebih efisen. Buzz digital dengan cepat dapat menggantikan promosi dari mulut ke mulut dalam menjangkau audiens baru. Tren bergeser dari “mulut ke mulut” ke platform media sosial. Situs seperti Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, TikTok memainkan peran penting dalam promosi dan pemasaran film.
Peluang lain di zaman OTT ini adalah tak cuma feature film yang bisa dijual. Banyak platform yang menyediakan suguhan film dokumenter, ilmu pengetahuan, film serial televisi, bahkan sampai stand-up comedy. Semua jenis itu dapat ditayangkan dalam waktu yang cukup lama.
Kemajuan teknologi memang sulit distop. Tak lama lagi bisa jadi muncul model-model lain yang berdampak pada strategi produksi, promosi dan distribusi konten. Saat ini saja, dengan semakin banyaknya pengguna smartphone, bisa jadi telah meginspirasi para konten kreator untuk membuat produk-produk yang khusus untuk mereka, termasuk film.
Ini merupakan pergeseran dalam proses distribusi sebuah film. Jika sebelumnya hampir semua film besar diluncurkan melalui perilisan di bioskop-bioskop, sekarang Netflix dan pemain OTT lainnya telah menggunakan strategi untuk memperoleh lisensi sebelum dirilis ke publik. Itulah yang menyebabkan mereka dianggap mengganggu rantai distribusi yang sudah mengakar berpuluh tahun.
Sebenarnya, window time ini hanyalah salah satu dimensi saja dalam rangkaian bisnis film. Masih ada dimensi lain yang juga penting. Misalnya, biaya produksi, tema cerita, penggarapan, dan potensi pasarnya. Saat ini, di Indonesia, genre yang banyak digarap adalah horor dan komedi. Sementara film untuk anak-anak, film keluarga, atau film dengan isu-isu sosial-politik sangat minim jumlahnya.
Saya khawatir, jika genre horor dan komedi yang terus muncul, bisa-bisa penonton akan bosan. Kita tahu, menonton film di bioskop itu tidak gratis. Dan tidak ada yang bisa mengatur-atur orang lain untuk menonton film ini dan itu.Perlu juga dicatat, bahwa dunia OTT memberikan peluang lain untuk mendapat penghasilan. Dengan jangkauan yang lebih luas dan akses saluran distribusi online yang lebih mudah, film yang diproduksi dua puluh tahun lalu, misalnya, kembali bisa ditemukan, dipromosikan kembali, dan dikonsumsi oleh penonton zaman sekarang.
Dalam hal promosi film, dunia digital juga memberikan jalan yang lebih luas dan lebih efisen. Buzz digital dengan cepat dapat menggantikan promosi dari mulut ke mulut dalam menjangkau audiens baru. Tren bergeser dari “mulut ke mulut” ke platform media sosial. Situs seperti Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, TikTok memainkan peran penting dalam promosi dan pemasaran film.
Peluang lain di zaman OTT ini adalah tak cuma feature film yang bisa dijual. Banyak platform yang menyediakan suguhan film dokumenter, ilmu pengetahuan, film serial televisi, bahkan sampai stand-up comedy. Semua jenis itu dapat ditayangkan dalam waktu yang cukup lama.
Kemajuan teknologi memang sulit distop. Tak lama lagi bisa jadi muncul model-model lain yang berdampak pada strategi produksi, promosi dan distribusi konten. Saat ini saja, dengan semakin banyaknya pengguna smartphone, bisa jadi telah meginspirasi para konten kreator untuk membuat produk-produk yang khusus untuk mereka, termasuk film.
(wur)