Dalam 5 Bulan, Kasus Positif Covid-19 Tembus Angka 100.000
loading...
A
A
A
Positivity rate ini menunjukkan perbandingan jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah pengetesan terhadap warga di suatu wilayah. Positivity rate dihitung dengan cara membagi jumlah total kasus positif dengan jumlah orang yang dites, lalu dikalikan 100. Jika angka positivity rate rendah, itu menunjukkan jumlah orang yang menjalani tes di suatu wilayah semakin banyak serta dibarengi pelacakan kontak yang baik.
Angka positivity rate Indonesia saat ini masih tergolong tinggi yakni 12,3%. Masih jauh dari standar WHO yang maksimal 5%. Pada Sabtu (25/7), Kementerian Kesehatan RI melaporkan angka positivity rate 12,3%. Ini berarti dalam setiap 100 orang yang dites swab atau PCR (Polymerase Chain Reaction) terdapat 12 di antaranya yang positif terinfeksi virus.
Daeng M Faqih melihat Indonesia sudah banyak melakukan pemeriksaan, yakni sudah mencapai 15.000 per hari. Namun, kata dia, jika dibandingkan negara lain, angka itu masih rendah karena masih pada kisaran 3.000 per 1 juta penduduk. Itu diakui masih rendah sehingga harus ditingkatkan. Perlu pemeriksaan 100.000 per sejuta orang. Dia berharap pemerintah daerah lebih giat lagi, tidak harus menunggu pemerintah pusat. Menurutnya, kalau semua kasus yang terinfeksi sudah tertutupi dengan pemeriksaan dan pelacakan, virus ini baru bisa dikendalikan.
“Ini kita harus kejar, kita tidak akan bisa kendalikan kalau tidak mampu lampaui kecepatan penularan infeksinya,” ujarnya. (Baca juga: Wow! Pemerintah Buru Harta Karun Batangan Emas di Dasar Laut)
Strategi kedua sama pentingnya untuk memutus mata rantai korona. Kunci kedua, menurut Daeng M Faqih, adalah pencegahan. Pencegahan hanya bisa dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang disiplin. Ini tanggung jawab masing-masing individu untuk memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan memperkuat imun tubuh.
“Masyarakat perlu disadarkan. Kalau situasi (tidak disiplin) dibiarkan terus, sampai kapan kita akan dalam kondisi ini. Bukan makin habis penyakit ini, tapi makin meluas,” katanya.
Selain dua strategi tersebut, Daeng M Faqih juga menyimpan harapan terhadap kehadiran vaksin. Menurutnya, vaksin atau obat corona juga perlu terus didorong untuk dipercepat. Namun, dia meminta agar semua pihak tidak terlalu bersandar pada kabar vaksin. Jika pun uji klinis vaksin berhasil dilakukan, penggunaannya diperkirakan baru bisa Januari tahun depan. (Baca juga: Perkantoran Klaster Baru Kasus Corona, Wagub DKI: Jangan Anggap Sepele)
“Vaksin masih enam bulan. Jangan lupa, dalam waktu empat bulan saja sejak ada Covid-19, kita sudah tembus angka 100.000 kasus positif dengan dampak ekonomi dan sosial sudah luar biasa,” ujarnya.
Sambil tunggu vaksin, kata dia, semua pihak harus komitmen mendorong pemeriksaan-pelacakan kontak-isolasi secara terus-menerus dengan cepat. “Kedua, lakukan pencegahan dengan protokol kesehatan yang disiplin. Tanpa melakukan ini, kita akan terus berada pada situasi sulit yang luar biasa ini,” tandasnya.
Sementara itu, pemerintah mengaku akan meningkatkan Surveilans TLI. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pekan lalu menjelaskan strategi utama yang akan ditempuh, salah satunya peningkatan Surveilans TLI tersebut. Kemudian, dengan melakukan komunikasi publik yang efektif dan terus-menerus dalam rangka peningkatan disiplin dan perubahan perilaku masyarakat memakai protokol baru.
Angka positivity rate Indonesia saat ini masih tergolong tinggi yakni 12,3%. Masih jauh dari standar WHO yang maksimal 5%. Pada Sabtu (25/7), Kementerian Kesehatan RI melaporkan angka positivity rate 12,3%. Ini berarti dalam setiap 100 orang yang dites swab atau PCR (Polymerase Chain Reaction) terdapat 12 di antaranya yang positif terinfeksi virus.
Daeng M Faqih melihat Indonesia sudah banyak melakukan pemeriksaan, yakni sudah mencapai 15.000 per hari. Namun, kata dia, jika dibandingkan negara lain, angka itu masih rendah karena masih pada kisaran 3.000 per 1 juta penduduk. Itu diakui masih rendah sehingga harus ditingkatkan. Perlu pemeriksaan 100.000 per sejuta orang. Dia berharap pemerintah daerah lebih giat lagi, tidak harus menunggu pemerintah pusat. Menurutnya, kalau semua kasus yang terinfeksi sudah tertutupi dengan pemeriksaan dan pelacakan, virus ini baru bisa dikendalikan.
“Ini kita harus kejar, kita tidak akan bisa kendalikan kalau tidak mampu lampaui kecepatan penularan infeksinya,” ujarnya. (Baca juga: Wow! Pemerintah Buru Harta Karun Batangan Emas di Dasar Laut)
Strategi kedua sama pentingnya untuk memutus mata rantai korona. Kunci kedua, menurut Daeng M Faqih, adalah pencegahan. Pencegahan hanya bisa dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang disiplin. Ini tanggung jawab masing-masing individu untuk memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan memperkuat imun tubuh.
“Masyarakat perlu disadarkan. Kalau situasi (tidak disiplin) dibiarkan terus, sampai kapan kita akan dalam kondisi ini. Bukan makin habis penyakit ini, tapi makin meluas,” katanya.
Selain dua strategi tersebut, Daeng M Faqih juga menyimpan harapan terhadap kehadiran vaksin. Menurutnya, vaksin atau obat corona juga perlu terus didorong untuk dipercepat. Namun, dia meminta agar semua pihak tidak terlalu bersandar pada kabar vaksin. Jika pun uji klinis vaksin berhasil dilakukan, penggunaannya diperkirakan baru bisa Januari tahun depan. (Baca juga: Perkantoran Klaster Baru Kasus Corona, Wagub DKI: Jangan Anggap Sepele)
“Vaksin masih enam bulan. Jangan lupa, dalam waktu empat bulan saja sejak ada Covid-19, kita sudah tembus angka 100.000 kasus positif dengan dampak ekonomi dan sosial sudah luar biasa,” ujarnya.
Sambil tunggu vaksin, kata dia, semua pihak harus komitmen mendorong pemeriksaan-pelacakan kontak-isolasi secara terus-menerus dengan cepat. “Kedua, lakukan pencegahan dengan protokol kesehatan yang disiplin. Tanpa melakukan ini, kita akan terus berada pada situasi sulit yang luar biasa ini,” tandasnya.
Sementara itu, pemerintah mengaku akan meningkatkan Surveilans TLI. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pekan lalu menjelaskan strategi utama yang akan ditempuh, salah satunya peningkatan Surveilans TLI tersebut. Kemudian, dengan melakukan komunikasi publik yang efektif dan terus-menerus dalam rangka peningkatan disiplin dan perubahan perilaku masyarakat memakai protokol baru.