Masyarakat Antikorupsi: Aturan Laporan Dana Kampanye Dihapus, Akuntabilitas Pemilu Hancur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan meniadakan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) bagi peserta Pemilu 2024. Aturan itu dinilai, akan membentuk pemilu 2024 tidak transparan dan menghancurkan akuntabilitas masyarakat.
"Penghapusan LPSDK bagi kami itu adalah penghancuran sebuah simbol integritas di mana transparansi dan akuntabilitas itu dihancurkan," ucap Perwakilan Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas, Judhi Kristianti, di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).
Perulu diketahui, LPSDK sudah diatur dan diterapkan sejak Pemilu 2014 dan terus diberlakukan pada Pilkada 2015, 2017, 2018, 2020, dan Pemilu Serentak 2019. Akan tetapi KPU akan membuat rancangan untuk menghapus LPSDK soal dana kampanye.
Judhi menceritakan sepanjang diberlakukannya LPSDK pihaknya terjun langsung, untuk mengajarkan kepada publik pentingnya transparan dan akuntabilitas sebagai tiang integritas pemilu. Ia mengaku, edukasi itu tidak hanya dilakukan di dalam ruangan saja, tetapi langsung menyentuh masyarakat hingga ke plosok Desa.
"Nah kalau tiang ini kemudian dihancurkan, kami tidak lagi memiliki sebuah role model yang bisa kami bagikan, karena tentunya masyarakat luas selalu belajar dari lembaga pemerintah dan pejabat publik," ucapnya.
Judhi menyebut, dengan rencananya penghapusan LPSDK untuk peserta pemilu itu, pihaknya akan kesulitan memberikan edukasi kepada masyarakat nantinya. Apalagi pemilu 2024 mendatang lebih banyak didominasi pemilih pemula yang sepetutnya memperlukan edukasi tentang pemilu yang transparan.
"Kepada first voter ini, apa yang mau kita ajarkan? Mereka adalah tanggung jawab kita untuk belajar mengenai integritas dan akuntabilitas," kata Judhi.
Hari Masyarakat Antikorupsi mendatangi Bawaslu untuk membantu menolak penghapusan LPSDK oleh KPU. adapun 7 tuntutan yang dilayakan sebagai berikut.
1. Menuntut KPU menetapkan kewajiban bagi peserta pemilu untuk menyusun dan melaporkan LPSDK pada periode masa kampanye dan sebelum pemungutan suara, sebagaimana telah diterapkan sejak Pemilu 2014.
2. Menuntut KPU membuka akses informasi publik atas laporan dana kampanye secaramemadai, termasuk akses terhadap informasi dalam Sistem Informasi Dana Kampanye (SIDAKAM) dalam format yang mudah diakses, dan membuka akses informasi atas data SIDAKAM tersebut ke publik (Pasal 101).
3. Menuntut KPU untuk memberikan ruang partisipasi publik lebih luas dengan memperpanjang jangka waktu pengaduan masyarakat atas laporan dana kampanye untuk waktu yang memadai, serta menyosialisasikan secara luas kepada seluruh masyarakat pemilih.
4. Menuntut KPU dan Bawaslu untuk melakukan pemeriksaan dan verifikasi yang memadai atas kebenaran data laporan dana kampanye baik LADK, LPSDK dan LPPDK untuk mencegah risiko manipulasi data dan potensi aliran dana ilegal dari sumber-sumber rawan tindak pidana khususnya korupsi. yang berpotensi merugikan dan mengkriminalisasi kelompok rentan (perempuan, anak, lansia, disabilitas, komunitas adat, dsb) dengan memanfaatkan untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh.
5. Menuntut Bawaslu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengaturan oleh KPU untuk memastikan terwujudnya pemilu yang berkepastian hukum dan berintegritas. Karenanya, Bawaslu harus segera menerbitkan Rekomendasi kepada KPU untuk segeramenetapkan kewajiban peserta pemilu menyusun dan melaporkan LPSDK Pemilu 2024.
6. Mendesak KPU, Bawaslu, dan DKPP melakukan rapat tripartit untuk memastikan KPU mengatur kewajiban peserta pemilu menyusun dan melaporkan LPSDK, disertai pengawasan oleh Bawaslu.
7. Dalam hal lembaga penyelenggara pemilu tidak menindaklanjuti tuntutan di atas, Kami akan mengambil upaya pelaporan/pengaduan ke DKPP.
"Penghapusan LPSDK bagi kami itu adalah penghancuran sebuah simbol integritas di mana transparansi dan akuntabilitas itu dihancurkan," ucap Perwakilan Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas, Judhi Kristianti, di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).
Perulu diketahui, LPSDK sudah diatur dan diterapkan sejak Pemilu 2014 dan terus diberlakukan pada Pilkada 2015, 2017, 2018, 2020, dan Pemilu Serentak 2019. Akan tetapi KPU akan membuat rancangan untuk menghapus LPSDK soal dana kampanye.
Judhi menceritakan sepanjang diberlakukannya LPSDK pihaknya terjun langsung, untuk mengajarkan kepada publik pentingnya transparan dan akuntabilitas sebagai tiang integritas pemilu. Ia mengaku, edukasi itu tidak hanya dilakukan di dalam ruangan saja, tetapi langsung menyentuh masyarakat hingga ke plosok Desa.
"Nah kalau tiang ini kemudian dihancurkan, kami tidak lagi memiliki sebuah role model yang bisa kami bagikan, karena tentunya masyarakat luas selalu belajar dari lembaga pemerintah dan pejabat publik," ucapnya.
Judhi menyebut, dengan rencananya penghapusan LPSDK untuk peserta pemilu itu, pihaknya akan kesulitan memberikan edukasi kepada masyarakat nantinya. Apalagi pemilu 2024 mendatang lebih banyak didominasi pemilih pemula yang sepetutnya memperlukan edukasi tentang pemilu yang transparan.
"Kepada first voter ini, apa yang mau kita ajarkan? Mereka adalah tanggung jawab kita untuk belajar mengenai integritas dan akuntabilitas," kata Judhi.
Hari Masyarakat Antikorupsi mendatangi Bawaslu untuk membantu menolak penghapusan LPSDK oleh KPU. adapun 7 tuntutan yang dilayakan sebagai berikut.
1. Menuntut KPU menetapkan kewajiban bagi peserta pemilu untuk menyusun dan melaporkan LPSDK pada periode masa kampanye dan sebelum pemungutan suara, sebagaimana telah diterapkan sejak Pemilu 2014.
2. Menuntut KPU membuka akses informasi publik atas laporan dana kampanye secaramemadai, termasuk akses terhadap informasi dalam Sistem Informasi Dana Kampanye (SIDAKAM) dalam format yang mudah diakses, dan membuka akses informasi atas data SIDAKAM tersebut ke publik (Pasal 101).
3. Menuntut KPU untuk memberikan ruang partisipasi publik lebih luas dengan memperpanjang jangka waktu pengaduan masyarakat atas laporan dana kampanye untuk waktu yang memadai, serta menyosialisasikan secara luas kepada seluruh masyarakat pemilih.
4. Menuntut KPU dan Bawaslu untuk melakukan pemeriksaan dan verifikasi yang memadai atas kebenaran data laporan dana kampanye baik LADK, LPSDK dan LPPDK untuk mencegah risiko manipulasi data dan potensi aliran dana ilegal dari sumber-sumber rawan tindak pidana khususnya korupsi. yang berpotensi merugikan dan mengkriminalisasi kelompok rentan (perempuan, anak, lansia, disabilitas, komunitas adat, dsb) dengan memanfaatkan untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh.
5. Menuntut Bawaslu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengaturan oleh KPU untuk memastikan terwujudnya pemilu yang berkepastian hukum dan berintegritas. Karenanya, Bawaslu harus segera menerbitkan Rekomendasi kepada KPU untuk segeramenetapkan kewajiban peserta pemilu menyusun dan melaporkan LPSDK Pemilu 2024.
6. Mendesak KPU, Bawaslu, dan DKPP melakukan rapat tripartit untuk memastikan KPU mengatur kewajiban peserta pemilu menyusun dan melaporkan LPSDK, disertai pengawasan oleh Bawaslu.
7. Dalam hal lembaga penyelenggara pemilu tidak menindaklanjuti tuntutan di atas, Kami akan mengambil upaya pelaporan/pengaduan ke DKPP.
(muh)