Duel Pendiri Bangsa yang Mematikan

Senin, 19 Juni 2023 - 14:09 WIB
loading...
Duel Pendiri Bangsa yang Mematikan
Kemala Atmojo - Peminat Filsafat, Hukum, dan Seni. Foto/Dok Pribadi
A A A
Kemala Atmojo
Peminat filsafat, hukum, dan seni.

Di Madura, Jawa Timur, pernah ada tradisi duel menggunakan celurit. Namanya Carok. Di Amerika Serikat, ada duel pakai pistol. Ini bukan ada di film-film koboi. Tapi ada di kehidupan nyata. Bahkan pelaku duel adalah dua tokoh penting dalam sejarah Amerika Serikat. Mereka adalah Alexander Hamilton dan Wakil Presiden Aaron Burr. Peristiwa itu terjadi pada 1804 di Weehawken, New Jersey. Duel tersebut terjadi sebagai akibat dari permasalahan pribadi dan politik yang rumit di antara keduanya.

Karena penasaran ceritanya, suatu siang saya berkunjung ke rumah asli Alexander Hamilton yang sekarang sudah jadi museum (Hamilton Grange National Memorial). Rumah kayu berlantai tiga, berwarna krem dengan aksen putih itu, selalu terlihat sepi dari luar. Seperti tak ada kehidupan di dalamnya. Sesekali hanya ada mobil minibus yang parkir di halaman depan. Selebihnya kesunyian di hamparan tanah yang cukup luas. Saya sering melewati rumah itu ketika saya tinggal untuk beberapa hari di Hamilton Terrace, Harlem Barat.

Meskipun Hamilton belum pernah menjadi Presiden, namun wajahnya menghiasi mata uang kertas pecahan sepuluh dollar Amerika Serikat. Sebab peran Alexander Hamilton dalam sejarah Amerika Serikat sangatlah signifikan. Kebijakan-kebijakannya di bidang keuangan, pendirian Bank Amerika Serikat, dan pemikirannya tentang kekuasaan pemerintahan federal yang kuat telah memberikan kontribusi besar terhadap pembentukan Amerika Serikat modern.

Peran penting lainya, ia adalah salah satu tokoh utama dalam merumuskan dan mempromosikan Konstitusi Amerika Serikat. Bersama dengan James Madison dan John Jay, ia menulis serangkaian esai yang dikenal sebagai The Federalist Papers. Esai-esai ini ditulis untuk membela dan menjelaskan konstitusi baru Amerika Serikat. The Federalist Papers sangat berpengaruh dalam membujuk para delegasi negara bagian untuk mendukung ratifikasi Konstitusi Amerika Serikat.

Pada 2017, kisah hidup Hamilton dipentaskan dalam sebuah pertunjukan besar di Theatre Broadway, New York, dengan judul “Hamilton”. Maka nama Hamilton kembali dibicarakan banyak orang. Ini adalah pertunjukan yang musik, lirik, dan naskahnya ditulis oleh Lin-Manuel Miranda. Sedangkan ceritanya diangkat dari biografi Hamilton karya Ron Chernow, dan disutradarai oleh Thomas Kail.

Pertunjukan itu membawa penonton ke panggung kehidupan masa lalu Alexander Hamilton, seorang anak yatim piatu penuh ambisi dan kemudian berhasil menjadi orang kepercayaan George Washington, yang kemudian menjadi presiden pertama Amerika Serikat. Karakter tokoh yang ditampilkan ke atas panggung mulai dari George Washington sampai Thomas Jefferson, dan tentu saja, musuh Hamilton, yakni Aaron Burr, yang membunuhnya dalam duel bersejarah di Weehawken.

The New Yorker menyebut pertunjukan itu merupakan pencapaian rekonstruksi ulang sejarah dan budaya Amerika Serikat. Kemudian The Wall Street Journal menulis: “'Hamilton' is the most exciting and significant musical of the decade. Sensationally potent and theatrically vital, it is plugged straight into the wall socket of contemporary music. This show makes me feel hopeful for the future of musical theater.” Sedangkan The New York Times berkomentar: “Historic. 'Hamilton' is brewing up a revolution. This is a show that aims impossibly high and hits its target. It's probably not possible to top the adrenaline rush.”

Layaknya sebuah museum, di dalam rumah itu dipaparkan latar belakang sejarah Amerika Serikat dan peran Alexander Hamilton. Kemudian secara bergiliran (per 14 orang dalam satu kelompok) para pengunjung diizinkan oleh petugas di situ untuk naik ke lantai dua. Pembatasan ini dilakukan dengan pertimbangan daya tahan lantai rumah. Maklum, ini bangunan asli, meski lokasinya tak berada di tempat asalnya. Bangunan ini pernah dipindah sebanyak dua kali dengan cara mengangkat langsung rumah itu secara utuh.

Di lantai dua, ada ruangan belajar dan meja tempat Hamilton menulis. Lalu ada ruang makan dengan meja yang cukup panjang. Kemudian ada ruang bersantai yang cukup lengang. Meski tidak terlalu luas, tapi terkesan lega dan nyaman. Saya bermaksud naik lagi ke lantai atasnya, tapi tidak diizinkan. Di lantai tiga itu, kata petugas, hanya untuk staf museum bekerja dan dua tempat tidur di sana.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1170 seconds (0.1#10.140)