Digugat karena Komentari Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu, Mahfud MD Gugat Balik Perkomhan

Jum'at, 16 Juni 2023 - 03:23 WIB
loading...
Digugat karena Komentari...
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menggugat balik Perhimpunan Korban Mafia Hukum dan Ketidakadilan (Perkomhan). Foto: SINDOnews/Dok
A A A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menggugat balik Perhimpunan Korban Mafia Hukum dan Ketidakadilan (Perkomhan). Mahhfud MD tak terima digugat karena mengomentari putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu 2024.

Perkomhan sebelumnya menggugat Mahfud MD sebesar Rp1.025.000.000 karena dianggap melakukan perbuatan hukum atas komentarnya terkait putusan PN Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Prima untuk menunda Pemilu 2024.

Mendapat gugatan itu, Mahfud MD tak tinggal diam. Ia menggugat balik Perkomhan dengan nilai yang lebih besar, yakni Rp5 miliar.

"Oleh karena mengusik saya, maka saya akan gugat balik Perkomhan dalam gugatan rekonvensi sebesar Rp5 miliar dengan putusan provisi sita jaminan," ujar Mahfud dalam keterangannya diteriama Jumat (16/6/2023).



Mahfud menegaskan keputusan Perkomhan untuk menggugat dirinya salah kaprah. Terlebih ia tidak pernah mendengar adanya perhimpunan tersebut.

"Satu organisasi yang bagi saya tidak pernah didengar kiprahnya, yakni Perkomhan tiba-tiba menggugat saya sebagai Menko Polhukam ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan gugatan perbuatan melawan hukum," tuturnya.

"Katanya saya telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena mengomentari putusan PN Jakpus yang memenangkan gugatan Partai Prima untuk menunda tahapan pemilu. Loh, masak mengomentari putusan pengadilan dianggap pembuatan melawan hukum?" sambung Mahfud.

Mahfud pun mempertanyakan hak perdata yang dimiliki Perkomhan atas komentar vonis PN Jakpus. Sebab, terdapat puluhan orang setiap hari yang mengomentari putusan pengadilan. Tapi tak pernah ada yang dianggap perbuatan melanggar hukum.

"Saya memang bilang bahwa putusan PN Jakpus keliru dan salah kamar. Itu kamar hukum administrasi kok dibawa ke kamar hukum perdata. Di dalam hukum administrasi Partai Prima sudah kalah di Bawaslu dan di PTUN, tapi kok dibawa lagi ke pengadilan negeri, ya salah," imbuhnya.



Ia menjelaskan, hukum pemilu merupakan hukum administrasi negara dan hukum tata negara. Sehingga, tidak bisa diputuskan oleh pengadilan umum. Karena itu adalah kompetensinya Bawaslu dan PTUN.

"Lagipula yang berkomentar begitu atas putusan PN Jakpus itu hampir semua pimpinan parpol utama yang sudah lolos verifikasi. Banyak juga politisi, akademisi, pengamat dan media mainstream yang mengomentari bahwa putusan itu salah," pungkasnya.

Diketahui, publik sempat dihebohkan dengan putusan PN Jakarta Pusat yang memerintahkan pemilu ditunda. Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemudian banding.

Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta kemudian mengabulkan banding KPU atas gugatan Partai Prima. Putusan tersebut otomatis membatalkan putusan PN Jakarta Pusat soal penundaan Pemilu 2024. Pemilu tetap dilaksanakan sesuai jadwal semula, yakni 18 Februari 2024.
(thm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1921 seconds (0.1#10.140)